Selama di Lubuklinggau Saya Selalu Diborgol
Diungkapkan Hedianto, peristiwa tersebut bermula saat Herman, warga Lampung memintanya untuk mencarikan orang yang mau meminjamkan uang dengan cara me
Penulis: Ika Anggraeni | Editor: Kharisma Tri Saputra

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Ika Anggraeni
TRIBUNSUMSEL.COM, MUARAENIM - Hedianto,(41) Warga Pagardewa Kecamatan Benakat yang menjadi korban penculikan yang menyebabkan terjadinya baku tembak antara Polri dan oknum TNI di Lubuk Linggau mengungkapkan latar belakang terjadinya aksi tersebut, Minggu (14/11).
Diungkapkan Hedianto, peristiwa tersebut bermula saat Herman, warga Lampung memintanya untuk mencarikan orang yang mau meminjamkan uang dengan cara menggadaikan mobil Innova sebesar Rp 27 juta.
Kemudian karena khawatir mobil tersebut adalah mobil curian korbanpun meminta STNK mobil dan mencocokkannya dengan plat mobil Innova tersebut.
"Setelah yakin bahwa mobil tersebut aman, sayapun menghubungi Haryono yang merupakan warga Prabumulih untuk mencarikan peminatnya,dan membuka harga gadainya sebesar Rp 37 juta," katanya.
Kemudian, setelah diketahui ada peminat yang mau, ia dan Haryono berangkat ke Lubuk Linggau untuk menggadaikan mobil tersebut ke Deni.
"Namun diluar dugaan ternyata Deni tidak membayar mobil gadaian tersebut secara cash, tetapi dengan cara dicicil sebanyak tiga kali dari Rp 8 juta,kemudian Rp 10 juta dan Rp 5 juta sehingga total Rp 23 juta," jelasnya.
Kemudian lanjutnya uang hasil gadaian tersebut sebesar Rp 20 juta diberikannya ke Herman, Rp 2 juta dipakainya untuk biaya operasional selama di Lubuk Linggau serta Rp 1 juta diberikan kepada Haryono untuk biaya transportasinya.
Ditambahkan Hedi, permasalahan timbul, sekitar sebulan kemudian, tiba-tiba ia didatangi oleh pelaku (penculik).
"Ketika datang para pelaku tidak pernah mengaku sebagai TNI, namun saya hanya sering mendengar kata-kata seperti siap komandan serta pistol."
"Selama di Lubuk Linggau, baik di mobil maupun di hotel saya selalu diborgol, tujuan kami mencari Deni, namun tidak ketemu."
"Saya sempat menyuruh keluarga untuk mengirimkan uang sebesar Rp 10 juta ke rekening Suwandi via BRI dan saya tidak tahu uang itu untuk siapa, sebab saya takut dibunuh, karena mereka mengancam saya," terangnya.