Ceramah Ustadz Abdul Somad: Jumpa Mantan Pacar di Facebook

UAS menegaskan, Iptek, kalau tidak dibarangi dengan pemahaman agama yang cukup maka dampaknya negatifnya luar biasa.

tribuntimur.com
Ustadz Abdul Somad saat berceramah di salah satu daerah di Indonesia 

Ceramah Ustadz Abdul Somad: Jumpa Mantan Pacar di Facebook

TRIBUNSUMSEL.COM - Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), jamak diketahui memiliki dampak positif dan negatif, tergantung siapa dan bagaimana serta untuk apa dia menggunakannya.

Ini pula yang sering ditekankan para cedikiawan ketika memberikan pengertian dan perumpamaan dampak kemajuan Iptek kepada generasi sekarang.

Tidak terkecuali Ustadz Abdul Somad yang dikenal sebagai dai top sejuta viewer. Dalam berbagai kesempatan ceramah, UAS, dengan gayanya yang luagas namun tak membosankan, kerap menjelaskan dampak positif dan negatif kemajuan Iptek.

UAS mengatakan, zaman dulu kalau ia selesai ceramah, maka selesai saja sampai di situ. Namun dengan kemajuan Iptek, ceramah yang cuma sekali bisa disimak berkali-kali di mana pun berada.

"Sekarang, cerama sekali ini akan dimasukkan ke www.Youtube.com, dibuatkan keyword atau kata kuncinya, semua orang bisa nonton," kata UAS, ketika berceramah di hadapan mahasiswa Universitas Pasir Pangaraian (UPP), seperti dikutip Tribunsumsel dari video yang dipublis Tafaqquh Video pada 13 Januari 2018 lalu.

Tapi, kata UAS, jangan lupa bahwa Iptek juga bagaikan pisau bermata dua. Iptek bisa menyebabkan silaturahim terputus.

"Dulu orang kalau lagi duduk berbedakatan itu saling sapa, ngobrol. Sekarang, duduk lima orang la salam wala kalam, tak ada cakap tak ada tanya.

Semuanya adalah lima anak autis yang sibuk dengan dirinya sendiri. Andai ada salah satu yang pingsan, bukan ditolongnya.

Cuek aja. Gak lama difotonya, langsung diupdate di medsos dan dikasih caption ' ada orang pingsan di sebelah saya'. Bagi yang kasihan tolong like and share. Ini sisi negatifnya," kata UAS.

UAS menegaskan, Iptek, kalau tidak dibarangi dengan pemahaman agama yang cukup maka dampaknya negatifnya luar biasa.

"Zaman datuk-datuk kita dahulu, sekitar tahun 1920-an, kalau ada anak lajang datang ingin bertemu dengan gadis maka membawa lidi. Lidi itu digunakan menusuk lantai rumah panggung yang belubang. Kalau nampak batang lidi, itu berati miscall. Artinya 'hai gadis turunlah abang sudah datang'."

"Lalu kemudian tahun 70-an berubah. Sudah mulai pandai menulis. Ditulislah di secarik kertas, digulung kemudian nanti diberikan waktu berselisih jalan saat hendak pergi atau pulang dari surau. Perempuan pakai kerudung panjang, laki-laki pakai sarung, pakai peci. Nah saat bertemu surat itu diselipkan."

"Ustadz tahu dari mana? Hayati mengambil surat dari Zainudin dalam film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Ustadz nonontonnya di mana? Di speedboad waktu ceramah di Batam. Pas kami mau ke pulau seberang, selama di perjalanan diputarkan film itu," cerita UAS.

Lalu, kata lanjut UAS, ilmu pengetahuan terus berkembang. Kini tak lagi pakai tusuk lidi dari bawah lantai, begitu juga dengan surat melalui kertas. "Sekarang, cuku tet tet tet teeeet (menirukan suara klakson mobil), tanda sudah datang," katanya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved