Cerita Khas Palembang
Mengenal Fotografer Amatir Tersisa di Monpera Palembang, Tetap Bekerja Demi Kebahagiaan Hari Tua
Meskipun tak muda lagi, semangat juang yang tertanam dalam diri Baktiar (85 tahun) layak menjadi contoh bagi anak muda saat ini
Penulis: Shinta Dwi Anggraini |
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Meskipun tak muda lagi, semangat juang yang tertanam dalam diri Baktiar (85 tahun) layak menjadi contoh bagi anak muda saat ini.
Diusianya yang sudah uzur, pria ini biasa menjajakan jasa foto keliling pada para wisatawan yang datang mengunjungi Tugu Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) Palembang dan sekitarnya.
Kemampuan indra pendengarannya sudah memudar karena tergerus usia. Tetapi hal itu tak menyurutkan semangatnya dalam menjemput rezeki.
"Kalau bicara sama saya, tolong bicaranya agak sedikit kencang. Maklum sudah berumur, pendengar agak sedikit terganggu,"ujarnya saat dibincangi tribunsumsel.com di kawasan Monpera, Kamis (27/12/2018).
Berbekal kamera tua yang digantungkan di lehernya, setiap hari dari pukul 08.00 hingga 17.00, Bahtiar terbiasa berkeliling di kawasan Monpera.
• Download Lagu Seventeen Selalu Mengalah Hingga Kemarin, via Spotify dan Joox
• Intip Pesona 4 Menantu Keluarga Bakrie yang Tak Kalah Cantik dari Nia Ramadhani
Dengan tarif Rp 15 ribu untuk satu foto ukuran 3 R, ia rela berdiri di bawah teriknya matahari atau dinginnya hujan yang melanda.
"Tapi Kalau mau tambah foto ukuran yang lebih besar, ya uangnya ditambah,"ungkapnya.
Hal lain yang harus dihadapinya saat ini yakni cukup sulit mencari pelanggan pengguna jasanya.
Mengingat, kecanggihan teknologi sekarang ini mau tidak mau mulai menyisihkan profesinya dalam mengabadikan momen kunjungan para wisatawan di kawasan Monpera dan sekitarnya.
"Ya, mau bagaimana lagi, jalani saja. Namanya juga zaman modern, wajar kalau orang sudah punya kamera sendiri. Tapi Alhamdulillah, masih ada saja yang pakai jasa saya,"ujarnya.
• BREAKING NEWS, Pembangunan Jembatan Musi VI Palembang Disetop, Progres Baru 84,76 Persen
• Ini Saran Senior Manager PLN Untuk Pemakaian Listrik
Akibatnya, saat ini penghasilan yang ia dapat jadi tak menentu.
Dahulu, saat kamera masih menjadi barang langka di tengah masyarakat, Bahtiar mengaku setiap hari pasti bisa mendapatkan uang dari hasil kerjanya tersebut.
Bahkan dari hasil profesinya ini, dia mampu menghidupi 1 istri dengan 8 orang anaknya.
"Saya bisa menghidupi keluarga dari foto keliling ini. Dulu kami (tukang foto keliling) banyak yang mangkal di Monpera dan nusa indah. Sekarang sangat sedikit yang bertahan,"ujarnya.
"Sekarang juga sering pulang nggak bawa uang. Kalaupun apa, ya tidak menentu. Kadang banyak, kadang sedikit,"tambahnya.
Tak hanya itu, tantangan lain yang setiap hari harus dilewati Bahtiar adalah harus menyeberangi alur di bundara air mancur persis di depan Masjid Agung Palembang.
• Mengenal Sosok H Halim, Orang Kaya di Sumsel Sering Dikunjungi Presiden dan Banyak Tokoh Nasional
• Mengenal Abah Toyib Jawara Palembang, Kini Hidup Tenang Digaji 10 Perusahaan Besar
Sebab, studio langganannya untuk mencuci foto berada di deretan pasar 16 Ilir, tepat di samping Masjid Agung Palembang.
"Saya kan motretnya di Monpera, sedangkan studio cuci fotonya di arah pasar 16. Jadi ya terpaksa harus nyeberang,"ujarnya seraya tertawa.
Ya, setiap hari, bila ada pelanggan yang menggunakan jasanya, Bahtiar harus melawan ramainya hilir mudik kendaran yang hendak atau telah melintasi jembatan Ampera.
Saat ingin menyebrang, sembari berlari kecil, tangan tuanya terlihat lantang mengarah ke samping, sebagai pertanda bagi kendaraan yang lewat bahwa ia akan menyeberang.
"Kita kalau nyeberang di kawasan ini harus cepat, tapi juga tetap hati-hati. Jalur ini kan ramai, kendaraannya juga ngebut-ngebut, kalau kita tidak gesit, bisa bahaya,"ungkapnya.
Bolak balik menyeberang di bundaran air mancur depan Masjid Agung Palembang biasa ia lakukan sendiri saat ada pelanggan yang menggunakan jasa foto kelilingnya.
"Habis foto,biasanya saya minta mereka tunggu lima belas menit di sini. Terus saya langsung nyeberang ke studio untuk cuci foto. Bolak balik seperti itu terus kalau ada pelanggan,"tuturnya.
Bahtiar bercerita dirinya dulu datang ke Palembang tahun 1952.
Ia adalah warga asli daerah Padang sumatera Barat dan datang ke Palembang dengan tujuan merantau.
"Dulu pernah jadi pedagang keliling di sini, terus terus kerja di Pabrik juga pernah, tapi itu tidak lama,"ujarnya.
Sejak tahun 1960, Baktiar sudah menjadi juru foto keliling.
Bahkan pekerjaan inilah yang bisa memopang hidup keluarganya. Ia menyebut pekerjaan ini sebagai "wartawan amatir".
"Saya dulu juga sering di panggil ke pemprov atau pemkot untuk foto acara di sana. Ya, sekalian juga ngerasa jadi kayak wartawan amatir,"ujarnya seraya tertawa.
Kini usianya tak lagi muda.
Delapan anaknya sudah berkeluarga semua. Sang Istri tercinta pun telah lebih dahulu menghadap sang pencipta di tahun 2014 lalu.
Sejak itu, ia tinggal bersama anak tertuanya di daerah Sukamaju Kenten.
"Sebenarnya, saya sudah tidak boleh lagi kerja seperti ini sama anak saya."
"Tapi mau gimana lagi, dari pada tidur-tidur di rumah, minta uang ke anak sama menantu, lebih baik saya kerja sendiri,"ujarnya.
Selain itu Bahtiar memiliki alasan tersendiri hingga ia ingin selalu bertahan mencari uang meskipun usianya tak lagi muda.
"Saya punya 11 cucu. Tiap kali mereka datang terus dekati saya. Sambil mijit-mijit tangan ,ada yang panggil kakek, atok, papa, minta uang jajan."
"Itu yang paling buat saya senang, ketika mereka datang dan saya bisa selalu kasih mereka uang jajan hasil kerja keras sendiri,"katanya.
Ia mengaku, saat ini hal tersebut lah yang menjadi kebahagiaan baginya di masa tua ini.
"Memang tidak seberapa, tapi itu sudah cukup memberi kebahagiaan bagi saya yang mungkin sudah tidak lama lagi ini,"ungkapnya dengan mata yang berkaca-kaca.