Berita Gubernur Sumsel
Gubernur Herman Deru: Pekerja Anak Mesti Dihapuskan di Sumsel
Gubernur Sumsel Herman Deru membuka One Day for Children Tahun 2018 Program Rehabilitasi Sosial Anak di Griya Agung, Rabu (14/11)
TRIBUNSUMSEL.COM - Usai menghadiri HUT Brimob ke-73, Gubernur Sumsel Herman Deru membuka One Day for Children Tahun 2018 Program Rehabilitasi Sosial Anak di Griya Agung, Rabu (14/11).
Pada kesempatan itu HD menegaskan dirinya tak ingin melihat lagi ada pekerja anak di Sumsel.
"Pekerja anak harus dihapuskan dari Sumsel. Anak-anak prasejahtera yang bekerja itu akan kita alihkan saja mereka agar bisa sekolah sekali," katanya.
Baca: Gubernur Herman Deru Larang Anak Keluarga Prasejahtera Bekerja, Pemprov Sumsel Akan Berikan Bantuan
"Dinsos akan kita minta inventarisasi agar anak-anak ini bisa sekolah lagi seperti anak lainnya," ujar HD.
Dikatakan HD, dirinya meminta Dinsos Provinsi untuk segera berkoordinasi dengan Kadinsos di Kabupaten dan Kota untuk mengakomodir masalah tersebut.
Baca: Banjir Palembang, Gubernur Sumsel Herman Deru akan Panggil Waskita Karya, Sebut Penyebab Kebanjiran
Selanjutnya HD juga berkomitmen membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi anak-anak prasejahtera ini.
"Bisa kita beri bantuan khusus langsung, tapi sesuai data yang ada. Hal seperti ini harus dilakukan agar kita bisa membentuk karakter mereka sebaik mungkin, dan kita tidak menjadi generasi yang berdosa" tambah HD.
Terkait One Day for Children Tahun 2018 Program, HD berpendapat bahwa sentuhan kasih sayang dan perhatian orang tua mestinya dilakukan setiap hari.
Bukan pada hari-hari tertentu saja karena peran orang tua erat kaitannya dengan pembentukan karakter anak-anak.
"Anak adalah pewaris negeri, dan kita para orang tua adalah orang-orang yang mendesainnya. Ada istilah lama, anak-anak itu bagai selembar kain putih dan kita orang tua adalah generasi yang mewarnai mereka," ucapnya.
"Nah warna, corak dan bentuk ini tergantung kita. Kita yang menentukan," jelasnya.
HD juga memaparkan, ke depan tantangan yang akan dihadapi anak-anak ini sangatlah ketat dan berat. Karena itu pondasi mereka haruslah kokoh terutama pondasi agama.
Saat ini katanya kemajuan teknologi terkadang membiaskan silaturahmi yang mulanya sakral menjadi hal yang dianggap biasa.
"Kita tidak boleh abai soal itu. Karena kecanggihan teknologi tidak bisa menggantikan silaturahmi. Lihat saja sekarang anak-anak yang jauh tinggal video call jika tak bisa mudik," jelasnya.
Komunikasi memang sudah sangat murah, tapi tetap silaturahmi dengan orang tua dan bertemu langsung itu lain rasanya.