Berita Lubuklinggau
Ombudsman RI Heran, Rumah Sakit Ini Punya Peralatan Canggih tapi Tak Punya Dokter Spesialis Mata
sudah lima bulan rumah sakit ini tidak memiliki dokter spesialis mata karena kontrak dokternya tidak mau diperpanjang
Penulis: Eko Hepronis |
Laporan wartawan Tribunsumsel.com,
TRIBUNSUMSEL.COM, LUBUKLINGGAU-Ombudsman Republik Indonesia (RI) melakukan inspeksi mendadak (Sidak) di Rumah Sakit (RS) Siti Aisyah dan Rumah Sakit dr Sobirin milik Kabupaten Musi Rawas (Mura) di Kota Lubuklinggau.
Saat melakukan sidak, Sabtu (29/9/2018) sore kemarin. Ombudsman menyayangkan belum maksimalnya pelayanan di dua RS kebanggaan masyarakat Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Mura tersebut.
Komisioner Ombudsman RI, Dadan S Suharmawijaya didampingi Kepala Perwakilan Ombudsman Sumatera Selatan M. Adrian Agustiansyah mengatakan, RS Siti Aisyah telah memiliki peralatan spesialis mata yang sudah canggih. Sayangnya, RS ini tidak memiliki dokter spesialis mata.
Baca: Video Detik-detik Satu Keluarga Berusaha Selamatkan Diri Usai Terjebak Tsunami Palu,Netizen Sedih
Baca: Dibongkar Shireen Sungkar, Ini Reaksi Nikita Mirzani Saat Diajak Ngaji Bareng Rekan Artis
Diakui petugas RS setempat, sudah lima bulan terakhir tidak memiliki dokter spesialis mata. Karena kontrak dokternya tidak mau diperpanjang, dan memilih rumah sakit yang lain.
Sementara, permintaan formasi saat CPNS kemarin tidak dipenuhi, sehingga ikatan dokter masih sebatas kontrak.
"Ya namanya kontrak habis, putus dan begitu seterusnya," ungkap Dadan. Minggu (30/9).
Menurut Dadan, hal tersebut menjadi problem yang berdampak pada pelayanan RS.
Baca: Chicco Jerikho Unggah Video Pertama Kali Bareng Putri Kecilnya, Netizen Langsung Gemas
Baca: Foto Ini Tunjukkan Kondisi Terkini Wakil Walikota Palu Pasha Ungu dan Istri Pasca Gempa dan Tsunami
Peralatan yang dimiliki menjadi terbengkalai dan masalah ini seharusnya diketahui pihak berwenang, seperti Kementerian PAN RB.
"Masa RS sekelas kota rujukan dari beberapa wilayah tidak memiliki dokter spesialis. Seharusnya, Kemenpan memberikan formasi terbuka dan membuka pengadaan pada CPNS ini," ucapnya.
Sementara di RS dr Sobirin, petugas mengaku mempunyai keterbatasan lokasi karena mereka berada di kota dan tidak punya ruang pengembangan, kecuali ke atas, akhirnya ruangannya serba sempit dan tidak bisa diperbanyak.
Kemudian sebagai RS yang berdiri sejak tahun 1930, ternyata tidak menerima Dana Alokasi Khusus (DAK), berbeda dengan di kota lain.
"Padahal pelayanan mereka sama untuk melayani masyarakat," ucapnya.
Baca: Pasha Ungu dan Adelia Wilhemina Tidur di Tenda Pengungsian Membaur Bersama Warga, Lihat Fotonya
Baca: Gempa Palu dan Donggala: Kemensos Mobilisasi Dapur Umum untuk Donggla dan Palu
Ia menilai seharusnya RS yang mendapat bantuan DAK tidak mesti harus berstatus rujukan, karena beban pelayanannya sama.
"Kemudian juga saya menemukan ada pasien yang transit di Instalasi Gawat Darurat (IGD) sampai dengan lima hari, karena tidak dapat kamar. Seharusnya di IGD itu hanya sementara maksimal 2x24 jam, kemudian dipindahkan ke kamar, tetapi ternyata seperti itu ada tiga orang pasien," ujarnya.
Faktanya, setelah ditelusuri kamar rawat inap di RS dr Sobirin memang tidak tersedia. Ada kamar tapi peruntukannya berbeda, artinya kamar itu kosong tapi peruntukannya beda misalnya untuk penyakit menular dan anak-anak, atau kamar yang kosong perempuan.