Berita Viral

Alasan 2 Guru SMAN 1 Luwu Utara Dipecat Tidak Hormat, Murni Putusan Hukum Korupsi dan Disiplin ASN 

Penjelasan lengkap Dinas Pendidikan (Disdik) Sulawesi Selatan (Sulsel) soal dua guru SMAN 1 Luwu Utara dipecat.

TRIBUN-TIMUR.COM/Renaldi Cahyadi
GURU DIPECAT - Kadisdik Sulsel, Iqbal Najmuddin, saat ditemui di Rujab Gubernur Sulsel, Jl Sungai Tangka, Kota Makassar, beberapa waktu lalu. Iqbal menyebut pemecatan dua guru di Luwu Utara sudah sesuai dengan ketentuan hukum. 

Keputusan tersebut menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023 tanggal 26 September 2023.

“Pemprov Sulsel hanya menjalankan putusan dan aturan normatif yang berlaku. Semua proses sudah sesuai ketentuan ASN. Ketika ASN tersangkut kasus pidana dan putusannya sudah inkrah, maka otomatis berlaku Undang-Undang ASN,” jelasnya.

Iqbal berharap penjelasan ini dapat meluruskan informasi yang beredar di masyarakat.

“Kami tegaskan, PTDH dua guru tersebut bukan keputusan sepihak, tetapi murni akibat kasus Tipikor yang sudah diputus inkrah oleh Mahkamah Agung,” pungkasnya.

Orang Tua SiswaSebut Kesepakat Bersama

Sementara, Akrama, salah satu orang tua siswa mengingat jelas keputusan rapat wali murid pada 2018. 

Saat itu, seluruh orangtua sepakat memberikan iuran Rp 20.000 per bulan untuk membantu menggaji guru honorer di sekolah tersebut. 

Ia menegaskan bahwa iuran itu murni lahir dari kesepakatan bersama para orangtua.

Akrama kembali menekankan bahwa iuran itu tidak muncul secara sepihak, tetapi hasil musyawarah bersama.

"Ini kan kesepakatan orangtua. Waktu itu saya hadir, bahwa setiap siswa dimintai Rp 20 ribu per bulan untuk menggaji guru honorer yang tidak ter-cover dana BOSP, yaitu guru yang tidak masuk dalam Dapodik,” ujar Akrama saat ditemui sambil menahan air mata, Selasa (11/11/2025), dikutip Kompas.com

Ia menambahkan, para orangtua tidak mempermasalahkan keputusan tersebut karena melihat langsung dedikasi para guru honorer dalam mendidik anak-anak mereka. 

Dalam rapat pun tak ada satupun keberatan yang muncul.

“Jadi kami orangtua waktu itu tidak keberatan. Karena ini untuk anak kami yang dididik. Saya juga pernah merasakan jadi guru sukarela,” kata Akrama. 

Kesepakatan iuran itu, kata dia, diambil melalui rapat orangtua dan komite sekolah pada 2018, saat anaknya baru duduk di kelas 1 SMA. 

“Dari hasil kesepakatan rapat, Rp 20 ribu per siswa. Itu iuran bulanan, bukan sekali bayar,” ujarnya. 

Meski ia tak mengetahui lebih jauh penggunaan dana setelah iuran dikumpulkan, Akrama percaya bahwa kebijakan tersebut memberi kontribusi pada kualitas pengajaran di sekolah. 

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved