Berita Viral

Rasnal Terdiam Terima SK PTDH dari Gubernur, Dipecat Karena Iuran Rp20 Ribu untuk Gaji Guru Honorer

Rasnal, kepala sekolah SMAN 1 Luwu Utara terdiam setelah menerima Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari Gubernur Sulsel

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Moch Krisna
ANDI BUNAYYA/TRIBUN TIMUR
GURU DIPECAT - Rasnal, mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara yang kini mengajar di SMAN 3 Luwu Utara, ditemui di sekretariat PGRI Luwu Utara, Minggu (9/11/2025). Ia diberhentikan tidak dengan hormat karena kasus dana komite sekolah sebesar Rp20 ribu per siswa. 

Menurut Iqbal, pengumpulan dana oleh Komite Sekolah diperbolehkan asalkan dilakukan secara transparan dan tidak bersifat memaksa.

"Pungutan tidak boleh mewajibkan. Tapi kalau meminta bantuan, boleh. Namanya sumbangan itu ya sukarela, terserah yang mau memberi,” jelasnya.

Sementara itu, pihak PGRI Luwu Utara tetap berjuang keras untuk memulihkan status kedua guru tersebut dengan mengajukan permohonan Grasi kepada Presiden, berharap adanya pertimbangan kemanusiaan yang dapat membatalkan SK PTDH dari Gubernur Sulsel.

 

Duduk Perkara

Putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap guru SMAN 1 Luwu Utara, Abdul Muis, dan mantan kepala sekolah, Rasnal, memicu gelombang protes dan keprihatinan.

Kedua figur penting tersebut dikenai sanksi berat karena kasus pengumpulan dana sukarela sebesar Rp20 ribu per siswa yang ternyata memiliki alasan kemanusiaan yang mendalam.

Kasus yang dijuluki sebagai "Insiden Iuran Rp20 Ribu" ini menjadi sorotan tajam karena ironi hukum yang menghukum niat baik seorang pendidik.

Abdul Muis, yang menjabat sebagai Bendahara Komite Sekolah, mengungkapkan bahwa inisiatif pengumpulan dana tersebut bukanlah untuk kepentingan pribadi, melainkan demi kesejahteraan 10 guru honorer di SMAN 1 Luwu Utara.

Abdul Muis merasa prihatin dengan nasib guru honorer yang tidak dapat menerima gaji selama 10 bulan berturut-turut. 

Hal ini terjadi karena nama mereka belum tercantum dalam database Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan honor dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Untuk mengatasi masalah tersebut, pihak sekolah bersama Komite Sekolah menggelar rapat musyawarah dengan orang tua/wali murid.

Dalam rapat, disepakati adanya iuran sukarela tanpa paksaan sebesar Rp20.000 per siswa per bulan untuk membantu membayar gaji para guru honorer yang terkatung-katung.

Kesepakatan ini juga mencakup klausul pengecualian, yaitu membebaskan iuran bagi keluarga yang kurang mampu atau jika ada dua bersaudara di sekolah, cukup membayar untuk satu orang.

“Dana komite itu hasil kesepakatan orang tua. Disepakati Rp 20.000 per bulan. Yang tidak mampu, gratis. Yang bersaudara, satu saja yang bayar,” ujarnya, dilansir dari Kompas.com.

Dana itu digunakan untuk mendukung kegiatan sekolah dan memberikan tunjangan kecil bagi guru dengan tugas tambahan seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah.

Menurut Muis, saat itu sekolah menghadapi kekurangan tenaga pendidik karena banyak guru yang pensiun, mutasi, atau meninggal dunia.

“Tenaga pengajar itu kan dinamis. Ada yang meninggal, ada yang mutasi, ada yang pensiun. Jadi itu bisa terjadi setiap tahun,” ucapnya.

Sekolah pun harus mencari guru honor baru. 

Sementara, proses administrasi agar mereka masuk sistem Dapodik butuh waktu hingga dua tahun.

“Kalau guru honor baru itu, butuh dua tahun untuk bisa masuk ke Dapodik. Nah, sementara itu, kegiatan belajar tetap harus jalan,” tambahnya.

Jumlah guru honor di sekolah itu mencapai 22 orang, banyak di antaranya bekerja dengan penghasilan minim.

Selama menjadi bendahara, ia hanya menerima uang transportasi Rp125.000 per bulan dan tambahan Rp200.000 sebagai wakil kepala sekolah. 

Sebagian ia gunakan membantu guru honor. 

“Ada guru honor namanya Armand, tinggal di Bakka. Kadang saya kasih Rp150 ribu sampai Rp200 ribu karena dia sering tidak hadir, tidak punya uang bensin,” kenangnya. 

Meskipun niatnya murni dan disetujui oleh Komite serta sebagian besar orang tua siswa, inisiatif ini justru berujung bencana hukum.

 

Dilaporkan Pungli

Program yang berjalan sekitar tiga tahun ini dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ke polisi dengan tuduhan pungutan liar (pungli) atau penyalahgunaan dana.

Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan.

“Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.

Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari pihak kepolisian. 

Kasus berkembang hingga ia dakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.

Pengadilan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.

“Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ujarnya.

Menurut Muis, proses hukum berjalan panjang. Setelah berkas dilimpahkan ke kejaksaan, sempat dinyatakan belum lengkap (P19) karena belum ditemukan bukti kerugian negara.

“Lalu entah bagaimana, polisi bekerja sama dengan Inspektorat. Maka lahirlah testimoni dari Inspektorat yang menyatakan bahwa Komite SMA 1 itu merugikan keuangan negara,” kata Muis.

Ia menyebut Inspektorat Kabupaten Luwu Utara hadir sebagai saksi dalam sidang Tipikor tingkat pertama.

Mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal, dan bendahara komite, Abdul Muis, ditetapkan sebagai tersangka.

Keduanya telah menjalani hukuman di Rumah Tahanan (Rutan) Masamba dan menerima Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) dari Gubernur Sulawesi Selatan.

Meski menerima putusan, Muis tetap yakin tidak bersalah. 

Ia menilai kasus itu terjadi karena salah tafsir terhadap peran komite sekolah.

“Kalau itu disebut pungli, berarti memalak secara sepihak dan sembunyi-sembunyi. Padahal, semua keputusan kami terbuka, ada rapatnya, ada notulen, dan dana itu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ucapnya.

“Kalau dipaksa, mestinya semua siswa harus lunas. Tapi faktanya banyak yang tidak membayar dan mereka tetap ikut ujian, tetap dilayani,” tambahnya.

Usai menjalani masa pidana, Muis kembali mengajar di SMAN 1 Luwu Utara.

Namun, beberapa waktu kemudian ia menerima SK pemberhentian tidak dengan hormat dari Gubernur Sulsel.

Melansir dari Kompas.com, putusan itu tertuang dalam MA Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023 tanggal 26 September 2023, dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD tentang pemberhentian dirinya sebagai guru ASN.

Ia tak menyangka pengabdiannya selama puluhan tahun di dunia pendidikan harus berakhir dengan keputusan pahit.

Abdul Muis sendiri telah menjadi guru sejak tahun 1998, dengan total pengabdian selama 27 tahun.

Setelah diberhentikan dari status PNS, Muis mengaku pasrah namun tetap tegar.

“Rezeki itu urusan Allah. Masing-masing orang sudah ditentukan jatahnya. Saya tidak mau larut. Cuma sedih saja, niat baik membantu sekolah malah berujung seperti ini,” ujarnya pelan.

 

Aksi Solidaritas Guru

Keputusan PTDH ini sontak memicu gelombang keprihatinan dan solidaritas dari berbagai pihak.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara memimpin aksi damai, menuntut keadilan bagi rekan mereka yang dinilai menjadi korban kriminalisasi atas dasar kebijakan sekolah yang bertujuan mulia. 

Aksi itu juga mendukung Drs. Rasnal, M.Pd, guru dari UPT SMAN 3 Luwu Utara yang mengalami nasib serupa.

“Guru hari ini berada di posisi yang rentan. Tanpa perlindungan hukum yang jelas, kebijakan sekolah bisa berujung pada kriminalisasi,” ujar Ismaruddin, Ketua PGRI Luwu Utara.

PGRI kemudian mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk dua guru tersebut.

Keduanya diberhentikan tidak hormat berdasarkan keputusan Gubernur Sulsel:

Kini, Abdul Muis berharap keputusan PTDH dapat ditinjau ulang demi memulihkan martabatnya sebagai pendidik menjelang masa purnabakti.
 
“Saya ini hadir dengan niat ikhlas untuk membantu sekolah. Tapi mungkin ini jalan yang harus saya lalui. Saya hanya ingin orang tahu, saya bukan koruptor,” tutur Muis.

(*)

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News  

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved