Ledakan di Masjid SMAN 72 Jakarta

Sosok Alexandre Bissonnete dan Brenton Tarrant, Nama Teroris di Senjata Mainan di SMAN 72 Jakarta

Sebuah ledakan dilaporkan terjadi di Masjid SMAN 72 Jakarta saat menggelar salat jumat, (7/11/2025)

Editor: Moch Krisna
Kolase: Tribunnews.com/Istimewa, dan HEAVY.COM
SOSOK TERORIS - (Kiri) Alexandre Bissonnette, teroris penembakan di Pusat Kebudayaan Islam Kota Quebec, sebuah masjid di lingkungan Sainte-Foy, Kota Quebec, Kanada, pada 29 Januari 2017 malam; (Tengah) Senjata mainan yang ditemukan di Masjid SMAN 72 Jakarta; dan (Kanan) Brenton Tarrant, teroris penembakan di dua masjid di Selandia Baru, pada 15 Maret 2019 

Setelah penembakan, Alexandre Bissonnette ditangkap oleh petugas enam mil dari masjid.

Dikutip dari Aljazeera, Perdana Menteri Kanada yang kala itu dijabat oleh Justin Trudeau mengecam tindakan Alexandre Bissonnette.

Ia menyebutnya sebagai “serangan teroris”.

Di sisi lain, Alexandre Bissonnette dalam persidangan menolak dirinya dicap sebagai teroris.

"Saya malu atas perbuatan saya," ujarnya di ruang sidang Quebec saat itu. 

"Saya bukan teroris, saya bukan Islamofobia," lanjutnya, dikutip dari BBC.

Pada tanggal 8 Februari 2019, Bissonnette dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, dengan kemungkinan pembebasan bersyarat setelah dipenjara 40 tahun.

Namun setelah mengajukan banding, Pengadilan Banding Quebec memutuskan bahwa 40 tahun tanpa pembebasan bersyarat adalah hukuman yang kejam dan tidak biasa secara inkonstitusional.

Sehingga ada penyesuaian hukuman menjadi penjara seumur hidup dengan pembebasan bersyarat setelah dipenjara 25 tahun.

Artinya dengan putusan pengadilan banding Alexandre Bissonnette akan memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat dalam 25 tahun, bukannya 40 tahun.

Berdasarkan hukum Kanada, Bissonnette bisa dipenjara selama 150 tahun — atau 25 tahun untuk setiap enam kematian.

Pemotongan masa pembebasan bersyarat itu menuai kecaman keras, termasuk dari salah satu pendiri Masjid Quebec, Mohamed Labidi.

Ia mengatakan pihaknya sangat kecewa dengan hukuman hakim, yang menurutnya tidak memberikan keadilan terhadap kejahatan yang mengerikan.

"Kekerasan ini membuat anak-anak kehilangan orang tua, menghancurkan kehidupan, dan pria ini bisa bebas setelah 40 tahun? Kami sangat sedih dan sedih," katanya kepada The New York Times, pada Februari 2019 lalu.

Mohamed Labidi menilai, tindakan Alexandre Bissonnette sudah direncanakan, tidak beralasan, dan keji” 

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved