Arti Kata Bahasa Arab

Arti Ayat Wailul Lil Muthaffifin, Celakalah Orang yang Curang dalam Menakar dan Menimbang

Hendaknya setiap orang dalam menakar dan menimbang harus sempurna tidak boleh dikurangi dari ukuran seharusnya.

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
Tribunsumsel.com
ARTI AYAT -- Ilustrasi Surat Al Mutaffifin, ayat Wailul Lil Muthaffifin, Celakalah Orang yang Curang dalam Menakar dan Menimbang. 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang).
Itu adalah arti dari ayat pertama Surat Mutaffifin, yang berbunyi Wailul lil muthaffifin.

Dalam surat ini, Allah menegaskan tentang ancamannya terhadap orang yang curang, terutama curang dalam hal menakar dan menimbang.

Simak artikel-artikel Arti Kata Bahasa Arab lainnya, di sini.

Berikut penjelasannya dalam Surat Muthaffifin ayat 1-3

Surat Al-Muthaffifin ayat 1-3

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ ‎﴿

١﴾‏ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ ‎﴿

٢﴾‏ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ

Artinya:

  1. “Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang).
  2.  (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dicukupkan
  3. dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi” (QS. Al-Muthaffifin: 1-3)

Dikutip dari laman dalamislam.com, Terkait dengan kata wailul  وَيْلٌ , ada dua pendapat di kalangan para ahli tafsir. 

Pendapat yang pertama mengatakan bahwa وَيْلٌ  adalah nama sebuah lembah di neraka jahannam. Ada riwayat yang menunjukkan hal ini tetapi sebagian ulama melemahkan riwayat tentang hal ini.

Pendapat yang kedua mengatakan bahwa kata وَيْلٌ  di kembalikan kepada ushlub bahasa arab, sehingga artinya adalah kecelakaan dan kebinasaan.

Sehingga pendapat yang kedua lebih kuat jika ditinjau dari sisi bahasa. Selain itu, ancaman ini akan menimbulkan kesan yang lebih mengerikan karena dia tidak mengetahui kecelakaan dan kebinasaan apa yang akan menimpanya, yang tahu hanyalah Allah kecelakaan apa yang pantas dia dapatkan.

Adapun firman Allah لِّلْمُطَفِّفِينَ, maka kata التَّطْفِيْفُ diambil dari kata الطُّفَافُ yang maknanya adalah ukuran kurang dari segenggam tangan sehingga makna الطُّفَافُ adalah sedikit tambahan (Lihat At-Thrir wa At-Tanwiir 30/189). Ibnu Jarir juga berkata :

وَأَصْلُ ذَلِكَ مِنَ الشَّيْءِ الطَّفِيفِ، وَهُوَ الْقَلِيلُ

“Dan asal hal ini dari sesuatu yang at-Thofiif yaitu sesuatu yang sedikit” (Tafsir At-Thobari 24/185)

Jadi maksudnya Allah mencela orang-orang yang malakukan pengurangan timbangan dan takaran meskipun pengurangan tersebut hanyalah sedikit.

Dan memang yang biasa dilakukan oleh para pedagang adalah mengurangi hanya sedikit timbangan dan takaran, karena itulah yang samar bagi penjual. Kalau mereka mengurangi banyak timbangan maka pasti akan ketahuan.

Tetapi ternyata masalah mengurangi timbangan bukanlah perkara yang ringan, bahkan perkara ini pernah menjadi sebab dihancurkannya sebuah umat, yaitu kaum Madyan, umatnya Nabi Syu’aib ‘alaihissallam. Allah ﷻ berfirman :

وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ وَلَا تَنقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ ۚ إِنِّي أَرَاكُم بِخَيْرٍ وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُّحِيطٍ

Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada sesembahan yang berhak engkau sembah selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (makmur). Dan sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab pada hari yang membinasakan (Kiamat).” (QS Hud : 84)

Perkara yang sebagian dari kita anggap sepele tersebut ternyata pernah menjadi sebab diturunkannya adzab pada suatu kaum karena pembangkangan kaum Madyan tidak mau mengikuti perintah Allah.

Hendaknya setiap orang dalam menakar dan menimbang harus sempurna tidak boleh dikurangi dari ukuran seharusnya. Allah berfirman:

وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS Al-Isra’ : 35)

Balasan Bagi Orang yang Curang

Para ulama menyebutkan bahwasanya apa yang disebutkan oleh Allah tentang mengurangi takaran dan timbangan ini adalah sekedar contoh dan bukan merupakan batasan. Artinya ini bisa diqiyaskan kepada permasalahan lain yang berbuat curang.

Seperti ketika menilai orang lain, ketika seseorang membenci orang lain maka dia hanya menyebutkan keburukan-keburukannya tanpa menyebutkan kebaikan-kebaikannya.

Orang yang seperti ini takarannya tidak benar. Padahal ini juga berkaitan dengan harga diri orang lain dan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah.

Sebagian ulama juga mengaitkannya dengan orang yang hanya bisa menuntut tetapi tidak mau dituntut.

Dalam ayat ini Allah mencela orang jika membeli dia ingin timbangannya sempurna, tetapi jika menjual dia mengurangi timbangannya. Jadi apa yang berkaitan dengan hak dia, dia tuntut.

Tetapi kalau berkaitan dengan hak orang lain dia anggap remeh. Sehingga setiap orang yang hanya ingin haknya dipenuhi sementara hak orang lain tidak diperdulikannya maka dia termasuk dalam ayat ini.

Sampaipun dalam permasalahan keluarga, seorang suami yang selalu menuntut istrinya agar menjadi istri yang shalihah, taat kepadanya, tidak boleh membantah.

Tetapi berkaitan dengan hak istri dia lalai. Dia tidak pernah membantu istrinya mengurus rumah, tidak pernah membantu istrinya mencuci pakaian dan memasak, tidak ada waktu untuk istrinya, istrinya butuh belaian dan sentuhan suaminya tetapi tidak pernah diperdulikannya.

Sesungguhnya ini termasuk perbuatan yang dicela sebagaimana ayat ini, hak dia ingin dipenuhi tetapi hak orang lain tidak dia  penuhi.

Demikian juga sebaliknya bisa jadi pemerintah selalu menuntut hak kepada rakyat dengan mewajibkan mereka untuk membayar ini dan itu, akan tetapi hak-hak dan kesejahteraan rakyat tidak mereka penuhi.


Orang-orang yang gemar berbohong, berbuat curang, akan menerima azab yang sangat pedih. Kelak di alam kubur, mereka akan merobek-robek mulutnya sendiri sampai hari Kiamat tiba. Orang yang terbiasa berbicara bohong dan dusta serta berbuat curang itu memiliki penyakit hati.

Jika kebiasaan buruk ini tidak dihentikan, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikan balasan yang sangat pedih.

Salah satu tujuan berbohong untuk melancarkan siasat atau strategi. Kadang kala, bohong dianggap sebagai kebiasaan yang sepele. Padahal jika kebiasaan bohong dilakukan secara terus-menerus, apalagi jika tanpa disertai dengan ilmu, niscaya ucapan orang tadi akan selalu bohong dalam hal apa pun.

Salah satu peristiwa buruk yang dialami manusia di alam kubur adalah mulutnya dirobek- robek hingga hancur berantakan, kemudian dikembalikan lagi seperti semula, lalu dirobek-robek lagi, begitu seterusnya hingga hari kiamat tiba.

Ini adalah balasan yang akan diterima oleh orang- orang yang gemar berbohong berbuat curang. Sewaktu bertanya kepada Jibril dan Mikail, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Beritahukanlah kepadaku tentang apa yang aku lihat”. Kedua malaikat menjawab, “Ya. Adapun orang yang engkau lihat dirobek mulutnya, dia adalah pendusta. Dia berbicara dengan kedustaan lalu kedustaan itu dinukil darinya sampai tersebar luas. Maka dia disiksa dengan siksaan tersebut hingga hari Kiamat.” (HR. Bukhari)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang- orang pendusta.” (QS. An-Nahl : 105)

Berikut Bacaan Surat Al Mutaffifin selengkapnya ayat 1-36

Al-Muthaffifin
Makkiyah · 36

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَۙ ۝١
wailul lil-muthaffifîn
Celakalah orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!

الَّذِيْنَ اِذَا اكْتَالُوْا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُوْنَۖ ۝٢
alladzîna idzaktâlû ‘alan-nâsi yastaufûn
(Mereka adalah) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi.

وَاِذَا كَالُوْهُمْ اَوْ وَّزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَۗ ۝٣
wa idzâ kâlûhum aw wazanûhum yukhsirûn
(Sebaliknya,) apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka kurangi.

اَلَا يَظُنُّ اُولٰۤىِٕكَ اَنَّهُمْ مَّبْعُوْثُوْنَۙ ۝٤
alâ yadhunnu ulâ'ika annahum mab‘ûtsûn
Tidakkah mereka mengira (bahwa) sesungguhnya mereka akan dibangkitkan

لِيَوْمٍ عَظِيْمٍۙ ۝٥
liyaumin ‘adhîm
pada suatu hari yang besar (Kiamat),

يَّوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَۗ ۝٦
yauma yaqûmun-nâsu lirabbil-‘âlamîn
(yaitu) hari (ketika) manusia bangkit menghadap Tuhan seluruh alam?

كَلَّآ اِنَّ كِتٰبَ الْفُجَّارِ لَفِيْ سِجِّيْنٍۗ ۝٧
kallâ inna kitâbal-fujjâri lafî sijjîn
Jangan sekali-kali begitu! Sesungguhnya catatan orang yang durhaka benar-benar (tersimpan) dalam Sijjīn.

وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا سِجِّيْنٌۗ ۝٨
wa mâ adrâka mâ sijjîn
Tahukah engkau apakah Sijjīn itu?

كِتٰبٌ مَّرْقُوْمٌۗ ۝٩
kitâbum marqûm
(Ia adalah) kitab yang berisi catatan (amal).

وَيْلٌ يَّوْمَىِٕذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَۙ ۝١٠
wailuy yauma'idzil lil-mukadzdzibîn
Celakalah pada hari itu bagi para pendusta,

الَّذِيْنَ يُكَذِّبُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِۗ ۝١١
alladzîna yukadzdzibûna biyaumid-dîn
yaitu orang-orang yang mendustakan hari Pembalasan.

وَمَا يُكَذِّبُ بِهٖٓ اِلَّا كُلُّ مُعْتَدٍ اَثِيْمٍۙ ۝١٢
wa mâ yukadzdzibu bihî illâ kullu mu‘tadin atsîm
Tidak ada yang mendustakannya, kecuali setiap orang yang melampaui batas lagi sangat berdosa.

اِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِ اٰيٰتُنَا قَالَ اَسَاطِيْرُ الْاَوَّلِيْنَۗ ۝١٣
idzâ tutlâ ‘alaihi âyâtunâ qâla asâthîrul-awwalîn
Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata, “(Itu adalah) dongeng orang-orang dahulu.”

كَلَّا بَلْࣝ رَانَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ مَّا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ۝١٤
kallâ bal râna ‘alâ qulûbihim mâ kânû yaksibûn
Sekali-kali tidak! Bahkan, apa yang selalu mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.

كَلَّآ اِنَّهُمْ عَنْ رَّبِّهِمْ يَوْمَىِٕذٍ لَّمَحْجُوْبُوْنَۗ ۝١٥
kallâ innahum ‘ar rabbihim yauma'idzil lamaḫjûbûn
Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (rahmat) Tuhannya.

ثُمَّ اِنَّهُمْ لَصَالُوا الْجَحِيْمِۗ ۝١٦
tsumma innahum lashâlul-jaḫîm
Sesungguhnya mereka kemudian benar-benar masuk (neraka) Jahim.

ثُمَّ يُقَالُ هٰذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تُكَذِّبُوْنَۗ ۝١٧
tsumma yuqâlu hâdzalladzî kuntum bihî tukadzdzibûn
Lalu dikatakan (kepada mereka), “Inilah (azab) yang selalu kamu dustakan.”

كَلَّآ اِنَّ كِتٰبَ الْاَبْرَارِ لَفِيْ عِلِّيِّيْنَۗ ۝١٨
kallâ inna kitâbal-abrâri lafî ‘illiyyîn
Sekali-kali tidak! Sesungguhnya catatan orang-orang yang berbakti benar-benar tersimpan dalam ‘Illiyyīn.

وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا عِلِّيُّوْنَۗ ۝١٩
wa mâ adrâka mâ ‘illiyyûn
Tahukah engkau apakah ‘Illiyyīn itu?

كِتٰبٌ مَّرْقُوْمٌۙ ۝٢٠
kitâbum marqûm
(Itulah) kitab yang berisi catatan (amal)

يَّشْهَدُهُ الْمُقَرَّبُوْنَۗ ۝٢١
yasy-haduhul-muqarrabûn
yang disaksikan oleh (malaikat-malaikat) yang didekatkan (kepada Allah).

اِنَّ الْاَبْرَارَ لَفِيْ نَعِيْمٍۙ ۝٢٢
innal-abrâra lafî na‘îm
Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan.

عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ يَنْظُرُوْنَۙ ۝٢٣
‘alal-arâ'iki yandhurûn
Mereka (duduk) di atas dipan-dipan (sambil) melepas pandangan.

تَعْرِفُ فِيْ وُجُوْهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيْمِۚ ۝٢٤
ta‘rifu fî wujûhihim nadlratan na‘îm
Engkau dapat mengetahui pada wajah mereka gemerlapnya kenikmatan.

يُسْقَوْنَ مِنْ رَّحِيْقٍ مَّخْتُوْمٍۙ ۝٢٥
yusqauna mir raḫîqim makhtûm
Mereka diberi minum dari khamar murni (tidak memabukkan) yang (tempatnya) masih diberi lak (sebagai jaminan keasliannya).

خِتٰمُهٗ مِسْكٌۗ وَفِيْ ذٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنٰفِسُوْنَۗ ۝٢٦
khitâmuhû misk, wa fî dzâlika falyatanâfasil-mutanâfisûn
Laknya terbuat dari kasturi. Untuk (mendapatkan) yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.

وَمِزَاجُهٗ مِنْ تَسْنِيْمٍۙ ۝٢٧
wa mizâjuhû min tasnîm
Campurannya terbuat dari tasnīm,

عَيْنًا يَّشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُوْنَۗ ۝٢٨
‘ainay yasyrabu bihal-muqarrabûn
(yaitu) mata air yang diminum oleh mereka yang didekatkan (kepada Allah).

اِنَّ الَّذِيْنَ اَجْرَمُوْا كَانُوْا مِنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يَضْحَكُوْنَۖ ۝٢٩
innalladzîna ajramû kânû minalladzîna âmanû yadl-ḫakûn
Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulu selalu mentertawakan orang-orang yang beriman.

وَاِذَا مَرُّوْا بِهِمْ يَتَغَامَزُوْنَۖ ۝٣٠
wa idzâ marrû bihim yataghâmazûn
Apabila mereka (orang-orang yang beriman) melintas di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya.

وَاِذَا انْقَلَبُوْٓا اِلٰٓى اَهْلِهِمُ انْقَلَبُوْا فَكِهِيْنَۖ ۝٣١
wa idzangqalabû ilâ ahlihimungqalabû fakihîn
Apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira ria (dan sombong).

وَاِذَا رَاَوْهُمْ قَالُوْٓا اِنَّ هٰٓؤُلَاۤءِ لَضَاۤلُّوْنَۙ ۝٣٢
wa idzâ ra'auhum qâlû inna hâ'ulâ'i ladlâllûn
Apabila melihat (orang-orang mukmin), mereka mengatakan, “Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang sesat,”

وَمَآ اُرْسِلُوْا عَلَيْهِمْ حٰفِظِيْنَۗ ۝٣٣
wa mâ ursilû ‘alaihim ḫâfidhîn
padahal mereka (orang-orang yang berdosa itu) tidak diutus sebagai penjaga (orang-orang mukmin).

فَالْيَوْمَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُوْنَۙ ۝٣٤
fal-yaumalladzîna âmanû minal-kuffâri yadl-ḫakûn
Pada hari ini (hari Kiamat), orang-orang yang berimanlah yang menertawakan orang-orang kafir.

عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ يَنْظُرُوْنَۗ ۝٣٥
‘alal-arâ'iki yandhurûn
Mereka (duduk) di atas dipan-dipan (sambil) melepas pandangan.

هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَࣖ ۝٣٦
hal tsuwwibal-kuffâru mâ kânû yaf‘alûn
Apakah orang-orang kafir itu telah diberi balasan (hukuman) terhadap apa yang selalu mereka perbuat?

Demikian penjelasan Arti Ayat Wailul Lil Muthaffifin, Celakalah Orang yang Curang dalam Menakar dan Menimbang. (lis/berbagai sumber)

Baca juga: Kumpulan Hadits Tentang Dzikir yang Paling Utama adalah Membaca Alquran

Baca juga: Doa Masuk Bulan Jumadil Awal, 120 Hari Menjelang Ramadhan dan Amalan yang Dianjurkan

Baca juga: Peristiwa Penting di Bulan Jumadil Awal, Bulan Pernikahan Nabi Muhammad dan Siti Khadijah

Baca juga: 10 Contoh Yel-yel Semarakkan Hari Santri Nasional Cocok untuk Lomba, Apel hingga Pawai Kegiatan

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved