TRIBUNSUMSEL.COM, PALI - Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa sawit ditingkat Petani di Kabupaten PALI, Sumatera Selatan, pada priode 22 Juni 2025, terpantau masih stabil di harga Rp 2.500 per kilo.
Namun, angka ini sedikit mengalami penurunan, dimana pada Bulan Mei 2025 masih berada di kisaran Rp 2.600 per kilo.
Bahkan pada priode 3 bulan yang lalu, harga sawit ditingkat petani sempat di harga Rp 2.700 per kilo.
"Harga sawit sudah mulai turun saat ini, tapi masih cukup stabil. Untuk harga saat ini di tingkat petani dikisaran Rp 2.400 per kilo hingga Rp 2.500 per kilo. Tergantung kualitas buahnya, namun harga jual rata-ratanya Rp 2.500," kata Amrin, salah satu petani sawit di Desa Karta Dewa Kecamatan Talang Ubi, Minggu (22/6/2025).
Kendati demikian, Amrin mengatakan meski harga sawit di tingkat para petani saat ini tergolong stabil, tak diimbangi dengan produksi TBS Kelapa Sawit.
Dimana Amrin mengaku, produksi bua sawit di kebun nya saat ini mulai berkurang, dikarenakan, tingginya harga pupuk non subsidi, menyebabkan dirinya tidak mampu untuk memenuhi biaya perawatan sawit.
Dimana perawatan sawit dengan pemberian pupuk agar hasil panen terus meningkat, dibutuhkan dalam waktu setiap 3 bulan sekali.
"Iya kendala kami disitu, biaya perawatan sawit yang mahal, karena harga pupuk non subsidi seperti pupuk Urea harganya mahal, mencapai Rp 390 ribu per sak 50 kilo. meski harga buah sawit saat ini masih tergolong setabil, namun produksi buah di kebun kita berkurang, karena kurang pemberian pupuk,idealnya dilakukan 3 bulan sekali, kalau ingin hasil panennya meningkat,"ujarnya.
Amrin yang memiliki kebun kelapa sawit seluas 3 hektare tersebut, tentunya jika inging meningkatkan hasil produksi buah sawit, memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Ia mengatakan, dalam satu hektare sawit dibutuhkan pemberian pupuk Urea sebanyak 3 sak dimana untuk satu batang sawit tersebut dibutuhkan 3 kilogram pupuk.
Dikarenakan mahalnya harga pupuk non subsidi, saat ini Amrin hanya mampu memberikan 1 Sak pupuk Urea untuk setiap satu hektare lahan kebun sawit miliknya, sebagai perawatan untuk meningkatkan produksi hasil panen.
"Normal nya, kalau pemupukan rutin, dalam satu hektare sawit hasil panennya bisa mencapai 1,5 Ton. Saat ini hasil panen kebun kita hanya 500 kilogram buah sawit dalam satu hektar, paling banter hasil panen dalam 3 hektar kebun sawit kita 1,5 ton untuk setiap kali panen. Itu pun untung-untung bisa capai 1,5 ton, karena terkadang juga tidak sampai segitu," ungkapnya.
Dengan harga sawit yang masih terpantau stabil di Rp 2.500 per kilo. Namun harga tersebut menurut Amrin belum sebanding jika harus menutupi biaya rutin perawatan kelapa sawit.
Belum lagi untuk kebutuhan biaya panen, yang saat ini upah panen Rp 400 per kilogram.
"Kalau mau di hitung-hitung dengan biaya pupuk non subsidi yang tergolong mahal, idealnya harga sawit Rp 3.500 per kilo agar petani bisa bernafas lega. Jika tidak bisa harga segitu, minimal ada pupuk subsidi dari pemerintah, kalau pupuk subsidi kan setengah harga dari pupuk non subsidi, jadi sangat membantu Petani agar hasil panen lebih meningkat," tuturnya.
Selama ini, Amrin mengaku belum pernah mendapatkan bantuan pupuk subsidi, sehingga tingginya harga pupuk non subsidi tersebut, membuat hasil panennya berkurang, karena tidak mampu untuk melakukan pemupukan secara rutin.
Belum ada sama sekali bantuan pupuk subsidi selama ini. Kami berharap adanya bantuan tersebut, agar produksi sawit meningkat. Apa lagi sekarang kan bakal adanya Koperasi di Desa-Desa, mestinya pemerintah menyediakan pupuk subsidi di koperasi Desa, agar petani bisa dengan muda membelinya. Saat ini kan sulit mau dapet pupuk subsidi, tidak ada yang jual nya," Imbuhnya
Hal senada juga diungkapkan Sarifudin (69) salah satu petani sawit di kawasan BP Desa Talang Akar kecamatan Talang Ubi, yang mengatakan, meski harga sawit saat ini masih stabil di Rp 2.500 per kilo, namun produksi buah sawitnya juga berkurang.
Tingginya harga pupuk non subsidi saat ini tentunya mempengaruhi hasil panen kebun milik nya, yang mengalami penurunan hasil panen karena kurang pemberian pupuk.
Sementara, pupuk subsidi bantuan dari pemerintah, tak pernah kunjung didapatkan.
"Kalau pemupukan rutin dilakukan, hasil panen di kebun kita seluas dua hektar ini bisa mencapai 2,5 ton hingga 3 ton setiap kali panen. Saat ini buahnya terus berkurang, kadang hanya menghasilkan 1,5 ton setiap panen. Harga pupuk mahal, jadi kebutuhan pupuk tidak bisa secara rutin dilakukan," ujar Sarifudin, yang juga berharap adanya bantuan pupuk subsidi untuk meningkatkan hasil panen. (cr42)