TRIBUNSUMSEL.COM -- Idul Adha di bulan Dzulhijjah identik dengan dua ibadah besar yaitu haji dan qurban.
Kurban hukumnya sunnah muakkad (sangat dianjurkan) bagi yang mampu melaksanakannya.
Anjuran ini diungkapkan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Um. Bahkan beliau tidak menolerir orang yang mampu melakukan qurban namun tak kunjung melakukannya:
ولقول الشافعي رضي الله عنه: لَا أُرَخِّصُ فِي تَرْكِهَا لِمَنْ قَدَرَ عَلَيْهَا
Artinya :
Dan karena pendapat imam Syafi’i: Aku tidak menolerir bagi orang yang mampu berqurban dan ia meninggalkannya. (makruh meninggalkanya).
Hukum kurban akan menjadi wajib bila dinazari atau dijanjikan, yakni sebelumnya ia telah bernadzar untuk berqurban, baik secara hakikat (mengucapkan kalimah nadzar atau mewajibkan diri sendiri).
Berkurban karena nazar misalnya adalah, jika saya mendapat pekerjaan tahun ini saya akan berkurban.
Contoh lagi. “Demi Allah saya berqurban dengan kambing ini” atau nadzar secara hukum.
Contoh, “Saya jadikan kambing ini sebagai qurban”. kalimat“saya jadikan kambing ini” bisa berdampak pelaksanaan qurban menjadi wajib (karena sebab nadzar).
Selain nazar, berqurban juga terkadang menjadi wajib ketika didahului oleh adanya isyarah.
Contohnya, perkataan seseorang (setelah membeli kambing), “kambing ini qurban saya atau kambing ini aku jadikan sebagai qurban”,meskipun orang tersebut tidak menyadari bahwa kata-kata itu menjadikan qurban wajib.
Sehingga konsekuensinya menyembelih dan membagikan semua daging hewan tersebut adalah wajib.Hewan tersebut wajib disembelih, dan orang yang qurban tadi, tidak diperbolehkan makan daging dari hewan yang diqurbankan.
Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh oleh Syekh al-Bajuri, dikutip dari laman islamqa.
Pernyataan,“kambing ini aku jadikan qurban” Jika dilakukan oleh orang ‘awam ketika ditanya, “apa yang hendak kamu lakukan dengan kambingmu ini?”, kemudian mereka menjawab:“Kambing ini saya jadikan qurban”.
Bila ia menjawab seperti itu, maka hukum qurbannya menjadi qurban wajib dan haram baginya untuk ikut memakan daging tersebut.
Dan bila ia mengaku bahwa qurban yang dimaksudkan untuk kesunnahan, maka pengakuan tersebut tidak diterima, akan tetapi menurut Imam Asy-Syibro Malisiy, hal ini diampuni (tidak menjadi qurban wajib) bagi orang ‘awam, akan tetapi pendapat ini dilemahkan oleh beberapa ulama.
Demikian penjelasannya. Wallahualam bishawabi. (lis/berbagai sumber)
Baca juga: Penjelasan Hukum Kurban Menurut 4 Mazhab, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii dan Imam Hambali
Baca juga: Allahummaj’al Hajjana Hajjan Mabruron Doa Haji Mabrur Arab, Latin dan Artinya, Impian Jemaah Haji
Baca juga: Kumpulan Doa Perjalanan Haji dan Umrah, Sebelum Berangkat, dalam Pesawat hingga Tiba di Tanah Suci
Baca juga: Zawwadakallahut Taqwa Wa Ghafara Dzanbaka Wa Yassaro Lakal Khairo, Doa-doa Mengantar Jemaah Haji
Baca juga: Hukum Vasektomi dan Tubektomi dalam Islam, Haram bila Permanen, Boleh bila Darurat, Penjelasannya