Berita Viral

Nasib Camat Baito Sudarsono Dinonaktifkan dari Jabatan Oleh Bupati Konsel Imbas Kasus Guru Supriyani

Editor: Moch Krisna
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga (kiri) membenarkan, pencopotan Camat Baito, Sudarsono Mangidi (kanan) salah satunya akibat tak melaporkan perkembangan kasus guru Supriyani ke pimpinannya.

TRIBUNSUMSEL.COM -- Bupati Konsel Surunuddin Dangga akhrinya mengganti Camat Baito Sudarsono Mangidi imbas kasus guru Supriyani Viral.

Alasan pergantian tersebut lantaran Sudarosono Mangindi tidak melaporkan perkembangan kasus guru Supriyani.

Selain itu, penggantian Sudarsono sebagai camat agar penyelesaian masalah antara Supriyani dan pihak keluarga yang diduga korban anak, Aipda WH, dapat terselesaikan.

“Ini kan dua-duanya warga desa di sana (Baito). Siapapun itu harus damai. Sehingga untuk Camat Baito saya tarik (nonaktifkan) dulu,” kata Surunuddin, pada Selasa (29/10/2024) melansir dari Tribunsultra.com

“Saya tugaskan dari Eselon II untuk membantu menyelesaikan,” lanjutnya usai menggelar rapat di Aula Rapat Rumah Jabatan atau Rujab Bupati Konawe Selatan.

Ia menjelaskan bahwa pencopotan Camat Baito juga karena penanganan kasus yang terjadi Kecamatan Baito tidak pernah dilaporkan oleh Sudarsono kepada pimpinan. 

(tenga) Guru Supriyani yang dilaporkan dugaan penganiayaan anak polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara diduga menjadi korban pemerasan. Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, mengatakan Kapolsek Baito meminta uang Rp2 juta untuk penangguhan penahanan. (tribunnewssultra.com)

“Camat tidak pernah menyampaikan atau menginformasikan. Sudah viral di mana-mana saya hanya mendengar dari informasi. Jadi kita tarik, kita tugaskan eselon II untuk menyelesiakan,” ujar Surunuddin.

Sementara itu, dirinya menyebut bahwa proses hukum tetap berjalan, antara kedua belah pihak sesama warga Desa Baito harus tetap aman. 

“Langkah ini saya ambil, bukan berarti camat tidak mampu, tapi agar lebih mumpuni persoalan ini diselesaikan. Apalagi Pak Kasat Pol PP kan mantan camat juga,” katanya.

Surunuddin juga mengatakan bahwa pihaknya mengganti Camat Baito akibat melaporkan dirinya sedang diteror akibat melindungi guru honorer Supriyani.

“Kedua yang bersangkutan (camat) merasa diteror, sudah tidak nyaman. Melapor kepada saya mobilnya ditembak, padahal mungkin hanya diketapel. Jadi semua ini pemda (pemerintah daerah) ambil alih agar kondisi daerah stabil,” jelasnya.

Surunuddin menambahkan penyelesaian persoalan antara Guru Supriyani dan keluarga Aipda WH juga sulit akan tercapai jika ada salah satu pihak yang tidak netral dan terkesan pro kepada salah satu pihak. 

“Ini kan masyarakat Baito mereka. Jadi kita perlakukan sama. Sebenarnya mudah saja menyelesaikan ini karena istri Aipda WH kan ASN. Bu Guru Supriyani kan pegawai kita juga,” ujarnya.

Surunuddin Dangga mengatakan posisi pemda dalam menyikapi persoalan kedua belah pihak berada di tengah-tengah. 

Sebab, keduanya merupakan masyarakat Kecamatan Baito dan berdomisili di desa yang sama yakni Desa Wonua Raya. 

Surunuddin berharap kondisi Konawe Selatan (Konsel) hari ini agar jangan dikembangkan terlalu jauh. 

“Langkah kita mengundang kepala desa dan ASN bukan soal suka dan tidak suka, tetapi demi menjaga kondusifitas wilayah,” katanya.

Surunuddin juga mengimbau biarlah proses hukum berjalan, tidak usah disikapi berlebihan. 

“Mari menjaga kamtibmas kita, tidak usah saling salah menyalahkan, apalagi menjelang Pemilukada kan gampang baku tuduh menuduh. Jaga persatuan dan kesatuan,” jelasnya.

“Saya berharap ini dipahami, langkah ini saya ambil demi kondusifitas dan kestabilan di tengah masyarakat,” lanjutnya.

Sudarsono Mangidi dikonfirmasi TribunnewsSultra.com melalui panggilan WhatsApp Messenger sejauh ini belum merespon.

Ivan Ardiansyah yang dikonfirmasi terpisah membenarkan dirinya ditunjuk sebagai Camat Baito untuk sementara waktu.

Aiptu Wibowo Alami Stress

Sementara itu, kondisii Aipda Wibowo Hasyim, polisi di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara kini mengalami tekanan mental akibat dituding meminta uang damai Rp50 juta kepada guru honorer, Supriyani.

Diketahui, Aipda Wibowo Hasyim merupakan  wali murid yang melaporkan guru Supriyani atas dugaan penganiayaan terhadap anaknya di sekolah.

Kasus tersebut sempat dilakukan mediasi empat kali namun berakhir buntu hingga mencuat kabar Aipda Wibowo Hasyim meminta uang damai Rp50 juta.

Rupanya, tuduhan tersebut membuat kondisi psikologis Aipda Wibowo dan istri mengalami stres lantaran ramai diperbincangkan.

Hal itu diungkap oleh kuasa hukum Aipda Wibowo, Laode Muhram Naadu, Senin, (28/10/2024).

Menurutnya, soal permintaan uang damai dari Supriyani untuk klien hanya informasi sepihak dan tidak benar sama sekali.

"Kondisi Aipda WH, bersama istrinya sekarang sangat tertekan dengan isu uang 50 juta yang dibawa dalam kasus ini. Itu fitnah yang sangat keji," ujarnya melalui telepon, Minggu (27/10/2024) malam.

Ia menegaskan bahwa soal uang damai Rp50 juta itu tidak pernah diucapkan atau diminta ke guru Supriyani.

Muhram Naadu yang menemui kliennya bahkan menyebut Aipda WH dan keluarga sudah jarang bersosialisasi dengan warga setempat karena kasus guru viral tersebut.

"Mereka sekarang agak tertutup, bahkan mengaku pusing dan stres karena pemberitaan yang tidak berimbang. Karena mereka sudah jadi korban terus di fitnah lagi," ungkapnya.

Muhram mengatakan soal nominal uang Rp50 juta yang dituduhkan bukan inisiatif dari kliennya WH.

Namun, nominal uang itu terungkap dari ucapan kepala desa dan sudah diakui oleh Supriyani.

Selain itu, kasus guru Supriyani ini sampai ke kejaksaan karena tidak adanya titik temu atau kesepakatan damai.

"Uang itu bukan inisiatif keluarga korban melainkan kepala desa dan itu sudah diakui Ibu Supriyani," ujar Muhram.

 Muhram menceritakan informasi senilai uang itu bermula saat orangtua siswa kelas 1 SDN 4 Baito berniat melaporkan Supriyani pada Jumat 26 April 2024 lalu.

Pelaporan Supriyani karena mereka menduga anaknya dipukul oleh Supriyani di sekolah pada Rabu 24 April.

Aipda Wibowo dan istrinya bertemu Supriyani sekira pukul 14.00 WITA siang untuk meminta penjelasan karena anak mereka mengaku dipukuli oleh Supriyani.

Namun, saat itu Supriyani membantah memukuli anak Aipda WH.

"Waktu itu Ibu Supriyani membantah kalau dia tidak pernah memukul. Ibu supriyani bilang saya tidak pernah melakukan, silakan buktikan," katanya.

Orangtua siswa yang mendengar ucapan Supriyani tersebut merasa sakit hati sehingga kemudian membuat laporan di Polsek Baito.

Di tanggal 10 Mei, penyidik Polsek memanggil Supriyani untuk mediasi dan diberikan waktu berdamai.

Saat itu Supriyani datang ke Polsek didampingi suaminya dan kepala sekolah SDN 4 Baito.

Dari keterangan orangtua siswa bahwa dipertemuan itu Supriyani mengakui kesalahanya dan meminta maaf.

Dipertemuan kedua, upaya mediasi masih dilakukan. Di mana Supriyani bersama suaminya dan Kepala Desa Wonoua Raya kembali bertemu dengan orangtua siswa.

Dalam pertemuan itu, suami Supriyani mengelurkan amplop putih berisi uang untuk biaya berobat anak Aipda WH.

"Saat itu pak klien saya tersinggung dan kaget, dia tanya apa ini? Kenapa ada begini?" kata klienya.

"Diambilah amplop itu sama pak desa dan menyampaikan, tidak pak ini cuman untuk biaya pengobatan," lanjutnya.

Muhram mengaku melihat tindakan suami Supriyani, klienya kesal dan tersinggung.

Karena saat upaya mediasi pertama ibu Supriyani sempat bersikeras tidak mengakui barulah disaat sudah dilaporkan mau meminta maaf dan membawa amplop untuk biaya pengobatan anak mereka.

Muhram mengatakan dari keterangan Supriyani itu, dirinya membantah nominal uang yang ramai diperbincangkan bukan permintaan Aipda Wibowo melainkan inisiatif suami Supriyani.

"Jadi yang ramai Rp50 juta tidak pernah ada ucapan dari klien saya. Justru yang mengeluarkan amplop pada saat proses mediasi itu adalah suami Supriyani," tutur Muhram.

Sidang kedua Digelar

Supriyani sebelumnya telah menjalankan persidangan awal dengan agenda pendakwaan dengan tuduhan penganiayaan murid SD kelas 1, dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kamis (24/10/2024) pekan lalu.

Guru honorer Supriyani ungkap perbedaan di persidangan awal dan kedua, usai jalani sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri atau PN Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (28/10/2024).

Setelah dilakukan pendakwaan selanjutnya persidangan dengan agenda eksepsi yang diajukan oleh kuasa hukum Supriyani.

Dalam sidang kedua ini, Supriyani mengatakan pihaknya merasa semangat dan tenang, berbeda dengan sidang sebelumnya.

“Kalau ini lebih semangat,” katanya kepada TribunnewsSultra.com, usai sidang pembacaaan eksepsi tersebut.

Ia juga mengatakan dalam sidang kedua ini,  pihaknya tidak ada persiapan apapun.

“Tidak ada (persiapan) hanya berdoa saja,” jelasnya.

Dirinya juga berharap agar sidang ini menjadi terkahir bagi dirinya agar bisa kembali mengajar di sekolah.

“Mudah-mudahan sidang ini menjadi yang terakhir, dan bisa selesai hingga bisa mengajar kembali di sekolah,” ujarnya.

Baca juga: Sosok Aipda Wibowo Hasyim, Polisi Laporkan Supriyani Guru Honorer di Konsel diduga Aniaya Anaknya

Diketahui, Supriyani jadi tersangka dugaan penganiayan anak polisi yang mengaku dipukul olehnya di sekolah.
 
Ibu guru honorer di SDN 4 Baito membantah melakukan pemukulan terhadap anak Aipda Wibowo Hasyim.

Supriyani mengaku dipaksa mengakui dan meminta maaf, serta diminta uang damai Rp 50 juta.

Samsudin mengatakan, kliennya tidak pernah memukul korban yang merupakan siswa kelas 1 A tersebut.

Apalagi Supriyani mengajar di kelas 1 B, dan pada saat kejadian tidak bertemu dengan korban.

"Ibu Supriyani ini tidak pernah mengajar di kelas tersebut, hanya pada saat 26 ibu Lilis ini hanya nyuruh mengecek kelasnya," kata Samsudin.

"Jadi kami mikir kok aneh begini ya kegiatan ini gak pernah dilakukan, kok dibuat laporan," sambungnya.

(*)

Berita Terkini