TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Percepatan penurunan stunting merupakan program yang paling penting karena terkait pembangunan manusia Indonesia yang lebih berdaya saing di masa depan. Program percepatan penurunan stunting merupakan program prioritas dari Presiden Joko Widodo.
Maka dari itu, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) lebih mengutamakan pencegahan agar tidak timbul stunting- stunting di kemudian hari.
Menurut Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Medi Heriyanto, untuk program yang ada di BKKBN sendiri lebih bersifat memberikan bantuan yang digalakkan BKKBN melalui Bapak/Bunda Asuh Anak stunting ( BAAS ).
"Nah, bantuannya diserahkan langsung oleh bapak/bunda asuh kepada sasaran. Jadi tidak melalui BKKBN, kita hanya menyiapkan data dan dana operasional untuk tim pendamping keluarga, " kata Medi.
Baca juga: LIPSUS: Hana Masih Butuh Uluran Tangan, Cerita Keluarga dengan Anak Stunting
Diterangkan Medi, BKKBN tidak ada anggaran bantuan untuk stunting, yang ada dana bantuan untuk stunting, di kementrian kesehatan untuk layanan kesehatan dan PMT dan di kementrian sosial untuk bantuan tunai dan non tunai.
Untuk data BAAS di Sumsel sendiri terdapat 109 jumlah mitra kerja yang tersebar di 15 Kabupaten kota di Sumsel, dengan jumlah sasaran (jiwa) 3.805 dan total perencanaan alokasi anggaran Rp 2.8 miliar (realisasi anggaran sampai saat ini Rp 1,3 miliar).
Untuk provinsi Sumsel sendiri terdapat 8 mitra kerja, dengan jumlah sasaran sebanyak 1.021 jiwa dan total perencanaan alokasi anggaran Rp 351 juta (realisasi Rp 143 juta).
Diungkapkan Medi, dari hasil analisa data SSGI provinsi Sumsel telah memenuhi capaian target penurunan prevalensi stunting melebihi target, untuk tahun 2022 dari yang ditargetkan turun menjadi 21,67 persen ternyata terealisasi 18,31 persen atau turun 6,11 persen, lebih besar 3,35 persen dari yang ditargetkan.
Untuk tips berdasarkan Peraturan Presiden no 72/2021 tentang percepatan penurunan stunting, intervensi gizi spesifik merupakan kegiatan yang langung mengatasi penyebab terjadinya stunting dan umumnya diberikan oleh sektor kesehatan.
Namun yang utama dan pertama diungkapkan Medi dengan melakukan pendampingan bagi keluarga yang beresiko stunting, disamping mengatasi mereka yang sudah mengalami stunting.
"Bahkan itu pertama dan utama, mulai dari pengantin beresiko melahirkan anak stunting, ibu hamil beresiko melahirkan anak stunting dan anak umur dibawah dua tahun beresiko menjadi stunting itu yang didampingi, " jelasnya.
Karena diungkapkan Medi dalam percepatan penurunan stunting itu bukan fokus pada penanganan anak yang sudah stunting, namun fokus pada pencegahan agar tidak terjadi stunting- stunting baru itu jadi fokus.
"Makanya kita perlu pendampingan untuk tiga sasaran tadi, kalau kita fokus pada penanganan anak yang sudah stunting maka kasus stunting akan meledak, karena akan banyak lahir anak stunting baru sehingga perlu pendampingan dari tim pendamping keluarga yang sudah ada di semua desa dan kelurahan se Sumsel, " paparnya.
Ditambahkan Medi, ada 3 unsur pendamping keluarga yaitu ada bidan, kader KB dan kader PKK. Dimana tugas pendamping keluarga melakukan screaming awal terhadap calon pengantin melalui aplikasi elektronik siap nikah siap hamil (el-Simil), nantinya dari aplikasi itu didapatkan calon pengantin 3 bulan sebelum nikah, dimana diminta untuk meregistrasi dirinya mengisinya, dan dari hasil itu didapat kondisi calon pengantin apakah beresiko melahirkan anak stunting atau tidak.
"Pendampingan calon pengantin untuk melakukannya kesehatan ke Faskes (Fasilitas Kesehatan) dimana mendapatkan bimbingan pendampingan cegah stunting di KUA. Kalau pendampingan untuk ibu hamil itu dilakukan sejak dikatakan hamil sejak melahirkan apakah ibu hamil beresiko melahirkan anak stunting atau tidak, berdasarkan hasil pemeriksaan dari tenaga medis di Faskes, makanya ibu hamil dilakukan juga screaming dari tim pendamping keluarga, " jelasnya.