Perdagangan Ginjal Palembang

Penangkapan Perekrut Jual Ginjal di Palembang, Ketua RT Ungkap Kejadiannya 2 Bulan Lalu

Penulis: Fransiska Kristela
Editor: Vanda Rosetiati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Odi Satria Ketua RT 08 RW 05 Kelurahan Bukit Baru mengungkap penangkapan perekrut ginjal di kawasan tersebut terjadi dua bulan lalu, Jumat (22/7/2023).

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Odi Satria (42) selaku Ketua RT 08 RW 05 Kelurahan Bukit Baru Kecamatan Ilir Barat I di Jalan Macan Lindungan Palembang mengungkap kejadian penangkapan perekrut ginjal di kawasan tersebut terjadi bukan satu hari yang lalu.

"Saya ini kaget setelah saya tanya ke warga yang peduli atau keamanan lah nah kejadinya itu sampai saya konfirmasi ulang dan dari keterangan dia kejadiannya itu sudah dua bulan lalu," katanya.

Kaget bukan kepalang Odi dengan adanya pemberitaan bahwa kejadian tersebut terjadi pada Jumat kemarin.

"Saya kaget kenapa itu kok baru viral nya sekarang gitu kan padahal kejadiannya sudah lama," katanya.

Menurutnya pada dua bulan lalu juga tidak ada laporan dari pihak kepolisian bahwa ada penangkapan di wilayahnya.

"Kalau dari keterangannya dia ini bilang pada saat kejadian 2 bulan yang lalu itu katanya ada rame-rame di depan toko itu dan kejadiannya itu sekitar 20 menitan dan setelah itu sudah bubar," bebernya.

Baca juga: Kaget Bukan Main, Ketua RT Tegaskan Perekrut Jual Ginjal di Palembang Bukan Warganya

Odi mengatakan selama dia menjabat sebagai ketua RT mengungkap bahwa warganya juga tidak ada yang ditawarkan untuk jual ginjal.

"Warga sini itu kondusif, ngga ada warga kami yang begituan. Kalaupun ada warga baru pasti kami minta untuk melapor dan kami lakukan pendataan," ujarnya

Pihaknya mengaku terganggu karena berita yang beredar ternyata tidak valid.

"Jelas kami terganggu karena beritanya tidak valid, ternyata kan itu sudah dua bulan lalu, dan tidak ada laporan juga ke RT. Ke dua pria itu bukan warga kami, kalau mungkin dia menyelinap kita tidak tahu yang pasti berdasarkan data yang selalu kami perbarui dia bukan merupakan warga kami," tutupnya.

Berangkatkan 24 Orang

Pria berinisial D perekrut Jual Ginjal jaringan internasional yang memberangkatkan calon korbannya ke Kamboja berhasil ditangkap di Palembang.

Kaki tangan bisnis Jual Ginjal jaringan internasional itu berhasil ditangkap tim gabungan Polda Metro Jaya dan Polrestabes Bekasi di sebuah rumah di jalan Macan Lindungan, Bukit Baru,Palembang, Sumatera Selatan.

Dikutip dari akun Kompas TV, Jumat (21/7/2023), D mengakui perbuatannya yang menjadi perekrut Jual Ginjal jaringan internasional.

Bahkan D mengaku sekitar 24 orang sudah diberangkatkan ke Kamboja.

"Dari yang saya cari antara 22, 23, 24. Datanya mungkin masih ada di hp," kata D saat diinterogasi polisi.

D mengaku dijanjikan mendapat upah sebesar Rp 2 juta per orang yang diberangkatkan ke Kamboja untuk dijual ginjalnya.

Akan tetapi meski sudah sekitar 24 orang yang diberangkatkan, D berujar dia sama sekali belum mendapat upah atas hasil kerjanya.

"Belum terima sama sekali (upah)," ujarnya.

Terkait target yang akan diberangkatkan, kata D, dia tak menentukan batasan.

Mencari korban lewat sosial media, D mengatakan, tidak semua korbannya berasal dari Palembang.

"Saya carinya tidak mesti dari Palembang, tapi luar pulau," ujarnya.

"Carinya pakai sosmed, pakai FB," katanya menambahkan.

Oknum Polisi Terlibat

Selain D, total 12 tersangka yang terlibat dalam jaringan internasional penjualan organ ginjal manusia ke Kamboja.

Satu diantara mereka adalah oknum polisi berinisial Aipda M. 

"Dia ini anggota yang berusaha mencegah, merintangi, baik langsung atau tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan tim gabungan, yaitu dengan cara menyuruh membuang HP, berpindah-pindah tempat, pada intinya adalah menghindari pengejaran dari pihak kepolisian," jelas Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (20/7/2023).

Aipda M diketahui menerima uang total Rp 612 juta atas perannya itu.

Tak hanya melibatkan oknum polisi, jual beli ginjal yang dijual Kamboja itu pula melibatkan oknum imigrasi.

Oknum petugas imigrasi itu berinisial HA.

HA berperan memalsukan surat rekomendasi perjalanan ke luar negeri untuk para korban.

HA diketahui menerima uang Rp 3,2 juta-Rp 3,5 juta untuk setiap korban yang berangkat ke Kamboja.

"Keberangkatan ke luar negeri, ternyata mereka memalsukan rekomendasi dari beberapa perusahaan seolah-olah akan family gathering ke luar negeri," kata Hengki.

"Apabila ditanya petugas imigrasi akan ke mana, family gathering, ini surat rekomendasi. Ini ada dua perusahaan yang dipalsukan oleh kelompok ini, seolah-olah akan family gathering, termasuk stempelnya (dipalsukan)," sambung dia.

Hengky merincikan, 12 orang tersebut mempunyai peran masing-masing untuk melancarkan aksinya.

"Dari 12 tersangka ini, 10 merupakan bagian daripada sindikat, di mana dari 10 orang, sembilan adalah mantan donor. Kemudian, ini ada koordinator secara keseluruhan, atas nama tersangka H, ini menghubungkan Indonesia dan Kamboja," kata Hengki 

Incar kelompok ekonomi rentan

Hengki menuturkan, para tersangka selalu mengincar korban yang tergolong kelompok ekonomi rentan.

Mayoritas korban adalah orang-orang yang terdesak secara ekonomi imbas diterpa pandemi Covid-19.

"Kami perlu sampaikan bahwa tindak pidana saat ini, terkait dengan tindak pidana perdagangan orang yang meliputi perekrutan, pengangkutan, penampungan, pemindahan, termasuk dengan memanfaatkan posisi rentan dengan tujuan eksploitasi," ucap Hengki.

Korban memiliki latar belakang berbeda.

Hengki memerinci, para korban itu ada yang berprofesi sebagai pedagang hingga seorang lulusan strata-2 yang tidak bekerja.

"Profesi korban ini ada pedagang, ada guru privat, bahkan calon donor ini ada yang S2 dari universitas ternama, karena tidak ada kerjaan dari dampak pandemi (Covid-19) ini," ungkap Hengki.

"Kemudian juga ada buruh, sekuriti, dan sebagainya. Jadi, motifnya sebagian besar adalah ekonomi dan posisi rentan ini dimanfaatkan oleh sindikat ini," jelas dia.

Adapun para korban didapatkan oleh para pelaku melalui media sosial Facebook.

Hengki menyebutkan, ada dua akun grup komunitas yang dikendalikan oleh tersangka.

Dua grup itu yakni "Donor Ginjal Indonesia" dan "Donor Ginjal Luar Negeri".

"Di sini ada yang spesifik ternyata dari donor berubah jadi perekrut, kemudian dijanjikan uang Rp 135 juta masing-masing apabila selesai melaksanakan transplantasi ginjal di Kamboja sana," ujar Hengki.

Rp 200 juta untuk satu ginjal, tapi dipotong Rp 65 juta

Setelah menangkap 12 tersangka, polisi pun mengetahui harga satu ginjal yang diambil dari para korban.

Hengki menyebutkan, korban sebenarnya mendapat uang Rp 200 juta.

Namun, uang itu dipotong Rp 65 juta oleh tersangka sebagai biaya ganti akomodasi, penggantian paspor, dan biaya rumah sakit selama proses pengangkatan ginjal berlangsung.

"Rp 135 juta dibayar ke donor, sindikat terima uang Rp 65 juta untuk setiap satu orang," tutur Hengki.

"Menurut keterangan para donor, penerima ginjal-ginjal itu juga berasal dari berbagai negara, yakni India, China, Malaysia, dan Singapura," imbuh dia.

Baca berita lainnya langsung dari google news

Silakan gabung di Grup WA TribunSumsel

 

Berita Terkini