Berita Pemilu 2024

Perludem Ungkap Dampak Perubahan Sistem Pemilu 2024, Preseden Buruk & Ganggu Tertib Hukum Berpemilu

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Polemik sistem Pemilu 2024 apakah dilakukan dengan proporsional terbuka atau tertutup masih terus bergulir.

Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut, proses persidangan atas gugatan itu belum selesai dan masih berjalan.

Namun, rencananya pada tanggal 31 Mei 2023 mendatang, akan ada penyerahan kesimpulan atas pihak yang berperkara.

Diketahui, isu penerapan sistem Pemilu 2024 yang disebut bakal menerapkan proporsional terbuka diutarakan oleh Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana.

Atas pernyataan tersebut, membuat sejumlah tokoh berkomentar.

Yang terbaru, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, meminta semua pihak menunggu keputusan resmi dari MK dahulu. 

"Sebaiknya semua pihak, menunggu keputusan MK, sebab bila berdasarkan jadwal persidangan saat ini, masih proses untuk menyerahkan kesimpulan yang batas waktunya pada 31 Mei 2023. Setelah itu baru akan dilakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), " kata Titi, Selasa (30/5/2023).

Baca juga: Kapan Jadwal Sidang Putusan Sistem Pemilu 2024? Tanggal 31 Mei 2023 Baru Penyerahan Kesimpulan

Baca juga: PDIP Disebut Paling Diuntungkan Jika Pemilu 2024 Terapkan Sistem Proporsional Tertutup

Perempuan asal Sumsel ini pun berharap, MK bisa memutuskan hal yang terbaik untuk Demokrasi Indonesia saat ini, tanpa harus ada intervensi dari pihak luar. 

"Justru MK perlu terus dikuatkan, untuk memutus sesuai kemandirian dan kemerdekaannya, sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang dijamin Konstitusi, " ujarnya. 

Diterangkan mantan Direktur Eksekutif Perludem ini, sistem pemilu yang ada di Indonesia selama ini tidak diatur dalam UUD, sehingga merupakan kewenangan pembenuk UU (legal policy), dan jelas akan jadi preseden buruk jika nanti diubah kembali jadi tertutup. 

"Lagipula saat ini sudah masuk tahapan pencalonan, yang dilakukan berdasar desain sistem proporsional terbuka. Mengganti sistem merupakan preseden buruk, yang bisa mengganggu tertib hukum berpemilu, " tegasnya. 

Ia pun tak menampik, jika setiap sistem kepemiluan yang telah dijalankan di Indonesia, pastinya ada kekurangan.

Namun pastinya kekurangan itu harus terus diperbaiki. 

"Setiap sistem ada kekurangan dan kelebihannya. Apapun pilihan sistemnya  yang diperlukan sebagai prasyarat adalah demokratisasi internal partai dan penegakan hukum yang efektif. Sistem proporsional tertutup tanpa demokrasi di internal partai akan mengakibatkan hegemoni elit yang makin buruk, " ungkapnya. 
 

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Berita Terkini