TRIBUNSUMSEL.COM -- Rencana kenaikan pertalite dan Solar dalam waktu dekat terus jadi sorotan.
Pro dan kontra timbul di kalangan publik mengenai rencana kenaikan Pertalite dan Solar berimbas pada segala hal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri memberikan penjelasan terkait mengapa Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertalite dan Solar harus naik.
Salah satunya agar subsidi BBM tidak membengkak nantinya.
Pasalnya berdasarkan proses kalkulasi atas harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dan Solar.
Baca juga: Dukung Kebijakan Hilirisasi Minerba, PLN Suplai Listrik 260 MVA ke Smelter Nikel di Sulsel & Sultra
Apabila tidak ada kenaikan harga, subsidi BBM capai Rp 700 triliun.
Melansir Kompas.com, Rabu (24/8/2022) hitungan Sri Mulyani, anggaran subsidi dan kompensasi yang sebesar Rp 502 triliun di tahun ini bisa menambah Rp 198 triliun dari anggaran yang ditentukan apabila harga BBM tidak berubah.
"Kami perkirakan subsidi itu harus nambah lagi, bahkan bisa mencapai Rp 198 triliun, di atas Rp 502 triliun.
Nambah, kalau tidak menaikkan (harga) BBM," ujar Sri Mulyani dikutip dari Kontan, Rabu (24/8/2022).
Sri Mulyani menyebutkan, angka tersebut hanya menghitung dari subsidi Pertalite dan Solar sehingga angka bengkak subsidi tersebut masih asumsi kotor dan bisa jauh lebih besar.
"Itu untuk subsidi tadi Solar dan Pertalite saja. Saya belum menghitung elpiji. Elpiji dan listriknya sudah masuk yang kemarin di laporan semester (lapsem), yang kita sudah naikkan, saya tidak membuat exercise," kata Sri Mulyani.
Baca juga: RAPAT Kerja Kapolri Listyo Sigit, Cucun PKB Adu Mulut Dengan Adies Kadir Golkar :Hargai Anggota Saya
Subsidi energi sendiri terakhir dinaikkan pada Juli menjadi Rp 502,4 triliun melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2022 sebagai konsekuensi agar tidak menaikkan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik di tengah harga energi dunia yang melonjak.
Kenaikan subsidi energi menjadi Rp 502,4 triliun pada Juli lalu dilakukan dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar 100 dollar per barrel, kurs Rp 14.450 per dollar AS, dan volume 23 juta kiloliter hingga akhir 2022.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan, yang terjadi saat ini justru harga minyak mentah terus mengalami kenaikan hingga di atas 100 dollar per barrel dengan kurs sebesar Rp 14.750 per dollar AS yang berarti melemah sekitar empat persen.
Lebih lanjut Sri Mulyani menyampaikan, jebolnya anggaran subsidi tersebut dengan mempertimbangkan volume konsumsi Pertalite dengan asumsi 29 juta kiloliter dari sebelumnya yang sebesar 23 juta kiloliter.
Selain itu, juga mempertimbangkan harga minyak yang terus menerus di atas 100 dollar AS per barrel.
"Walaupun sekarang sudah agak di bawah 100 dollar AS per barrel, tetapi naik turunnya minyak itu kan antara di atas 100 dollar AS atau di bawah 100 dollar AS," ungkapnya.
(*)
Berita ini sudah tayang di Kompas.com
Baca berita lainnya di Google News.