TRIBUNSUMSEL.COM - Jenderal Andika Perkasa baru menikmati masa jabatannya sebagai panglima TNI.
Meski begitu. Myatanya, Jenderal Andika Perkasa tak bisa lama menjabat sebagai panglima TNI.
Hal itu karena usianya.
Namun, Pengamat Militer yang juga merupakan Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas berpendapat, gugatan mengenai batas usia pensiun anggota TNI yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) membuka peluang Jenderal Andika Perkasa menjadi Panglima sampai 2024 mendatang.
Akan tetapi, kata dia, hal tersebut tentunya akan tergantung dari bagaimana bunyi lengkap putusan MK nanti mengingat hal tersebut menganulir isi pasal.
Selain itu, kata dia, seringnya MK memandatkan pemerintah dan DPR untuk menyiapkan revisi dengan jangka waktu tertentu.
"Perpanjangan usia pensiun tentu saja dapat membuka peluang Jenderal Andika Perkasa menjadi Panglima TNI hingga 2024," kata Anton ketika dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (10/2/2022).
Terkait gugatan usia pensiun prajurit TNI di MK, Anton berpendapat secara umum setidaknya ada tiga alasan perlunya pengaturan secara spesifik tentang usia pensiun prajurit.
Pertama, kata dia, sebagai garda terdepan dalam pengelolaan pertahanan negara, personel militer dituntut memiliki tingkat kebugaran dan kesehatan tertentu guna optimal menjalankan tugas.
Konsekuensinya, lanjut dia, usia prajurit aktif mau tidak mau harus dibatasi.
Kedua, kata dia, pembatasan usia pensiun penting dilakukan guna menjamin kesempatan promosi bagi prajurit-prajurit berusia lebih muda untuk meniti karir militer.
Ketiga, lanjut Anton, pengaturan usia pensiun yang baik diharapkan dapat membuka peluang adanya karir kedua (second career) usai pensiun.
"Jika usia pensiun terlalu tua dikhawatirkan dapat mengurangi kesempatan bagi prajurit untuk dapat berkarir di tempat lain," kata dia.
Sejatinya, kata Anton, semangat perbedaan pembatasan usia pensiun Tamtama-Bintara dengan Perwira bukanlah wujud diskriminasi.
Ia mengatakan hal ini dikarenakan beban tugas dan tanggung jawab dari jenjang kepangkatan membutuhkan tingkat kebugaran dan kesehatan prajurit yang berbeda.
Karena itu, kata Anton, konsekuensinya adalah usia pensiun bagi golongan tamtama dan bintara lebih dini dibandingkan perwira.
"Dampak utama bagi organisasi TNI apabila gugatan ini dikabulkan adalah meluasnya bottleneck dalam pengelolaan karir prajurit TNI. Penambahan usia pensiun akan dapat memperparah fenomena prajurit nonjob dalam institusi militer," kata dia.
Dengan menambah usia pensiun maka pengelolaan karir prajurit menurutnya akan semakin kompleks akibat adanya pelambatan laju pensiun.
Tentunya, kata dia, ini akan membuat karir prajurit yang lebih muda terkendala dan tidak menutup kemungkinan fenomena non job meluas ke berbagai jenjang kepangkatan.
Untuk diketahui, kata Anton, fenomena penumpukan perwira di kepangkatan tertentu sebenarnya merupakan efek dari perpanjangan usia pensiun seperti yang dituangkan dalam UU TNI dan dampak tersebut baru terasa setelah 5 tahun pemberlakuan UU TNI.
Ia mengatakan untuk kepangkatan kolonel dan perwira tinggi misalnya, hingga tahun 2008, masih terjadi defisit jumlah perwira untuk memenuhi jabatan pada kepangkatan tersebut hingga mencapai 156 pos.
"Artinya, ada 156 pos jabatan yang sebenarnya masih kekurangan personel. Akan tetapi, pada tahun 2009, fenomena surplus mulai terjadi dengan adanya 211 perwira dengan kepangkatan kolonel dan perwira tinggi tidak mempunyai jabatan. Dan pada tahun 2018, angka surplus mencapai 1.183 orang," kata Anton.
Sekalipun Mabes TNI sudah menyiapkan sejumlah inisiatif seperti menambah Masa Dalam Pangkat (MDP) dan jumlah jabatan dengan memekarkan struktur, kata Anton, hal tersebut tetap tidak mengakhiri fenomena nonjob.
Sebab, menurutnya laju promosi dan laju pensiun tidak disertai intervensi kebijakan yang kuat dan konsisten.
Karena itu, menurutnya penambahan usia pensiun, apalagi mencapai 60 tahun, bukanlah solusi jitu dalam pengelolaan karir prajurit TNI ke depan.
"Apalagi frasa ‘mempunyai keahlian khusus’ dan ’sangat dibutuhkan’ berpotensi multitafsir sehingga sebaiknya dihindari," kata dia.
Justru menurut Anton yang lebih dibutuhkan adalah adanya pengaturan wajib Masa Persiapan Pensiun untuk semua jenjang kepangkatan terhitung satu tahun sebelum usia pensiun.
Kebijakan tersebut menurutnya dibutuhkan agar prajurit yang akan pensiun dapat mempersiapkan diri untuk karir selalnjutnya usai berhenti dari militer.
Selain itu, kata Anton, kebijakan pemisahan dan penyaluran (sahlur) atau ‘resign by design’ prajurit perlu untuk semakin ditingkatkan guna membantu identifikasi dan pengelolaan kebijakan karir kedua (second career) usai tidak lagi aktif di TNI.
Menurut Anton dengan semakin kompleksnya tantangan pengelolaan pertahanan kita ke depan, kebutuhan adanya prajurit militer yang muda, bugar dan memiliki standar keahlian tertentu yang terukur menjadi tidak terelakkan.
"Dan titik krusialnya adalah bagaimana TNI mengelola jalannya regenerasi prajurit melalui penataan karir personel yang baik dan profesional," kata Anton.
Baca juga: Biasanya Sering Berseberangan, Kali ini Babe Haikal Bela KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman
Baca juga: TNI AL Bakal Dipersenjatai Rudal Anti-Kapal, Mampu Hancurkan Musuh Sejauh 250 Km
Gugatan usia pensiun TNI
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang gugatan uji materiil UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), Selasa (8/2/2022).
Dalam agenda mendengarkan keterangan Tergugat serta Pihak Terkait, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menyampaikannya lewat sambungan virtual.
Andika menjelaskan bahwa terkait batas usia pensiun, pemerintah dan DPR akan segera membahasnya dalam rencana UU perubahan atas UU TNI yang telah masuk dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas).
"Mengenai perubahan batas usia pensiun kami menjelaskan bahwa saat ini pemerintah dan DPR RI akan membahas rencana UU perubahan atas UU TNI yang telah masuk dalam daftar program legislasi nasional, termasuk perubahan batas usia pensiun," kata Andika dalam sidang yang disiarkan di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI.
Oleh karena pembahasan perubahan UU TNI termasuk mengenai batas usia pensiun segera bergulir di DPR, dalam perkara ini Andika meminta kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk memberikan putusan yang seadil - adilnya dan bijaksana.
"Berdasarkan keterangan tersebut, kami memohon kepada Yang Mulia yang memeriksa, mengadili dan memutus permohonan a quo mohon kiranya dapat memberikan putusan yang bijaksana dan seadil - adilnya," ungkapnya.
Perkara nomor 62/PUU-XIX/2021 ini dimohonkan oleh lima orang dari berbagai latar belakang. Satu diantaranya adalah Euis Kurniasih yang merupakan pensiunan anggota TNI.
Para Pemohon mendalilkan yang pada intinya, terdapat perbedaan pengaturan usia pensiun anggota TNI dengan Polri sebagaimana diatur Pasal 53 dan 71 huruf a UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Pemohon memandang usia pensiun anggota TNI dan Polri semestinya setara karena keduanya punya kesamaan menjalankan tugas pengabdian negara dan menjadi alat negara.
Diketahui saat ini usia pensiun anggota TNI Bintara dan Tamtama adalah 53 tahun. Anggota TNI tingkat perwira pensiun di usia 58 tahun.
Sedangkan seluruh anggota Polri memasuki masa pensiun di usia 58 tahun. Polisi yang punya keahlian khusus dan dibutuhkan, bisa dipertahankan maksimal hingga usia 60 tahun.
DPR: Jangan berspekulasi
Pimpinan DPR menghormati gugatan yang diajukan sejumlah pihak, terhadap uji materiil UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), terkait batas usia pensiun TNI.
DPR juga telah memberikan keterangan sebagai pihak tergugat yang diwakilkan oleh Arteria Dahlan.
"Kita sudah tahu bahwa ada judicial review tersebut, kita hormati proses hukum yang berlaku dan DPR sendiri sudah memberikan pendapatnya dalam sidang Mahkamah Konstitusi," kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/2/2022).
Ketua Harian DPP Gerindra itu meminta publik menghormati proses hukum tehadap gugatan batas usia pensiun personel TNI di MK.
Dasco juga meminta publik tak berspekulasi soal gugatan tersebut.
"Maka itu kami minta kepada masyarakat untuk tidak berspekulasi tentang masalah gugatan JR UU TNI ini mari kita tunggu dan hormati putusan dari Mahkamah Konstitusi," ucapnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Gugatan Usia Pensiun TNI di MK Buka Peluang Jenderal Andika Tetap Jadi Panglima Hingga 2024.