TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG – Suara-suara telah terdengar dari dapur tanda telah dimulainya aktivitas Yon pada pagi hari pukul 06.00.
Sang istri, Dina telah membuat adonan pempek buat berjualan.
Setelah semenjak subuh membeli ikan gabus di pasar, saatnya pasutri ini mengolahnya jadi pempek.
Asap pun mengepul setelah pempek direbus.
Setelahnya ditaruh dalam display sederhana di depan rumahnya.
Ya, Yon Hendri (48) kini harus berjualan di rumahnya setelah pandemi Covid-19 menyeruak.
Dirinya tak sanggup lagi menyewa kios yang biasanya ia pakai untuk usaha sebesar Rp 12 juta setahun.
“Kini saya tak sanggup lagi membayar kios untuk warung pempek,” ujar Yon.
Yon yang berjualan di Tanjung Barangan, kota Palembang ini semenjak tahun 2015 mengaku penghasilannya jauh berkurang dari sebelum Pandemi Covid-19 terjadi.
“Penghasilan turun drastis, pandemi Covid-19 sangat menghantam usaha saya,” ungkapnya.
Jika biasanya ia berpenghasilan Rp 5 juta hingga Rp 7 juta per bulan, kini ia mengaku hanya mendapatkan untung Rp 2 juta sampai Rp 3 juta saja.
“Penghasilan merosot tajam hingga 70 persen, paling Cuma 2-3 juta saja bahkan tak sampai sebulan,” tuturnya.
Pelanggannya kin hanya ada di sekitaran dekat rumahnya, padahal dulu bisa sampai wilayah Talang Kelapa.
Menurutnya karena daya beli masyarakat juga melemah dan banyak pegawai kantoran yang bekerja dari rumah.
“Sekarang hanya sekitaran wilayah sini saja pelanggan yang datang membeli ke rumah.” ungkapnya.
Namun asa masih dirasa oleh Yon, hal ini dikarenakan pelanggan yang memesan dari Go Food terbilang cukup banyak.
Bahkan lebih banyak daripada yang langsung membeli ke rumah.
“Alhamdulillah, pesanan dari Go Food selalu ada tiap hari,” ujarnya.
Menurutnya, penghasilan dari Go Food lebih banyak dan ini sangat membantu usaha pempeknya.
Apalagi promo dari Go Food membuat banyak orang tertaik memesan lewat aplikasi Gojek.
“Kadang-kadang cuma pesan 5 biji saja melalui Go Food karena memang banyak promonya,” jelas Yon.
Cuaca ekstrim yang berlangsung saat sekarang juga berpengaruh terhadap pelanggan yang memesan lewat aplikasi Gojek.
“Mereka malas keluar sehingga lebih senang memesan lewat aplikasi Gojek yang lebih praktis,” jelasnya.
Yon mengaku jika cuaca panas dagangan pempeknya kurang laku, ini berbanding terbalik jika hujan yang malah laku keras.
Sementara itu, sang istri, Dina (45) mengaku modalnya berjualan pempek berkisar Rp 500 ribu sehari.
“Itu pun sebenarnya sudah sulit mendapatkan untung karena harga ikan gabus juga mahal sekarang,” ungkap Dina.
Apalagi ia tak bisa menaikkan harga pempeknya karena takut akan kehilangan pelanggan.
Dari modal Rp 500 ribu, mereka bisa membuat 4 Kg pempek setiap harinya.
Yon dan Dina berharap dengan layanan digital seperti Go Food bisa membantu mereka berjualan karena pandemi Covid-19 yang melanda.
Tak hanya Go Food layanan Gosend juga sering Yon gunakan karena selisih ongkos kirimnya.
“Kiriman pempek juga seing menggunakan Gosend, selisih ongkir menjadi alasan banyak yang memakainya,” ungkapnya.
Dengan platform digital seperti Go Food ini membuat Yon optimis menatap masa depan usahanya.
“Apalagi ini adalah penghasilan saya satu-satunya,” ucapnya.
Dikatakan Yon, dari dirinya berjualan pempek ini ia bisa menyekolahkan 2 dari 4 anaknya hingga bangku kuliah. Sementara 2 anak lainnya masih di bangku Sekolah Dasar.
Senior Vice President of Public Policy & Government Relations Gojek, Anita Sukarman beberapa waktu lalu mengatakan bahwa situasi pandemi yang masih berlangsung memberikan tantangan besar bagi UMKM Indonesia untuk bertahan.
“Sejak awal berdiri, mendorong kemajuan UMKM adalah misi utama Gojek, dan di masa penuh tantangan ini, Gojek terus berupaya merespon berbagai kebutuhanUMKM untuk beradaptasi dan bertumbuh.