Alex Noerdin Terjerat Korupsi

Penelusuran Dugaan Korupsi Gas Alex Noerdin Cs: Ganti Nama Tapi Saham di PDPDE Gas Masih Ada

Penulis: Linda Trisnawati
Editor: Prawira Maulana
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Momen Gubernur Sumsel Herman Deru bertemu dengan Alex Noerdin pada peringatan HUT ke 73 TNI tahun 2018 di Stadion Garuda Sriwijaya (SGS) KM 9 Palembang, Jumat (5/10)

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Linda Trisnawati dan Prawira Maulana

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Nama Perusahaan Daerah Pertambangan Dan Energi (PDPDE) terbawa dalam pusaran kasus korupsi gas yang melibatkan Gubernur Sumsel dua periode, Alex Noerdin.

Nilai kerugian negara dalam kasus ini mencapai 30 Juta USD dengan kurs hari ini sekitar Rp 429 miliar. 

Di Kepemimpinan Alex Noerdin, PDPDE saat itu membentuk perusahaan patungan dengan investor swasta. Perusahaan patungan itu bernama PDPDE Gas. PDPDE Gas inilah yang menurut Kejaksaan Agung berperan dalam korupsi itu. PDPDE Gas mengelola bisnis gas 15 MMSCFD sejak tahun 2010.

Namun negara lewat pemerintah daerah hanya mendapatkan keuntungan yang sedikit dari bisnis ratusan miliar itu. PDPDE hanya mengantongi Rp 30 miliar sementara harusnya ratusan miliar. 

Belakangan ternyata, PDPDE sudah berubah nama sejak tahun 2019. Perubahan nama ini setelah Alex Noerdin tak lagi menjabat gubernur Sumatera selatan, namun di masa Herman Deru. 

PDPDE merupakan perusahaan BUMD milik Pemerintah Provinsi Sumsel. Tetapi sebagai BUMD pada tahun 2019 PDPDE berubah menjadi PT  Sumsel Energi Gemilang (PT SEG) (Perseroda).

Wartawan Tribunsumsel, Linda Trisnawati berhasil mewawancarai Direktur Utama PT Sumsel Energi Gemilang (SEG) Wawan Setiawan, Kamis (17/9/2021).

Wawan menegaskan perubahan ini tak ada hubungannya dengan kasus atau melepaskan diri dari citra PDPDE sebelumnya. Seperti diketahui kasus korupsi gas ini sudah diselidiki sejak lama.

"Perubahan PDPDE menjadi SEG itu adalah merupakan amanat dari PP 54 tahun 2017. Dimana semua BUMD yang statusnya PD (perusahaan daerah) harus menjadi Perumda atau Perseroda. Jadi tidak ada hubungannya," katanya. 

Dalam PP 54 tahun 2017,  perusahaan umum daerah untuk public service dan perseroan daerah untuk berbisnis mencari keuntungan sebagai kontribusi PAD (Pendapatan Asli Daerah). 

Wawan menjabat sebagai Direktur Utama PT SEG baru pada tahun 2020. "Sejauh ini tidak ada kendala dengan PT SEG. Namun karena memang saat ini masih pandemi Covid-19 kondisinya ya begitu deh," katanya.

Menurutnya, untuk saat ini PT SEG bergerak di berbagai bidang seperti mengelola PLTS Jakabaring yang telah diresmikan 2018 lalu. Kemudian menjual gas untuk jadi CNG, serta beberapa anak usaha seperti Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPBE).

Namun meski sudah berganti nama, ternyata PT SEG masih memiliki saham di PDPDE Gas yang sedang bermasalah itu.

Tribunsumsel.com mengunduh data perseroan di Dirjen AHU Kemenkumham. Dalam profil terakhir perusahaannya yang diubah April 2021, PDPDE Gas dimiliki oleh oleh dua perusahaan patungan yakni. PT SEG dan PT Rukun Raharja Tbk. 

Modal dasar PDPDE Gas itu adalah Rp 200 miliar. Dengan modal ditempatkan sebesar Rp 53,5 miliar. Harga per lembar saham perusahaan itu adalah Rp 1000. Saat ini PT SEG menguasai 15 persen sementara 85 persennya adalah PT Rukun Raharja Tbk.

Kepemilikan saham PT SEG di PDPDE Gas dikonfirmasi oleh Wawan. "Betul Mbak sampai saat ini pun masih," katanya.

Jajaran direksi dan komisari PDPDE Gas sudah berubah. Nama-nama yang terlibat kasus seperti Komisaris Utama Mudai Madang, Caca Isa Saleh tidak lagi ada di kepengurusan. Nama-nama itu kini berganti.

Kantor PDPDE Gas bukan di Sumatera Selatan tapi di Office Park Thamrin Tanah Abang Jakarta Pusat.

Dari PDPDE Gas Tribunsumsel.com lalu menelusuri lini bisnis dari PT SEG yang sebelumnya adalah PDPDE Sumsel. Berdasarkan informasi yang dikutip dari website www.sumselenergi.com, alamat kantor PT SEG ada di Jalan Angkatan 45 nomor 3089, Palembang.

PT SEG (Perseroda) memiliki beberapa anak perusahaan antara lain PDPDE Konsultan, PDPDE Hilir yang bergerak di bidang SPBU, PDPDE 12 dan Piranti Nusa Persada. Ada juga kepemilikan saham minoritas di Bank BPR Sumsel, PT CNG Hilir Raya, Siriwijaya Mandiri Sumsel dan tentu saja PDPDE Gas.

Diberitakan sebelumnya,

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung RI menetapkan 2 orang tersangka terkait tindak pidana korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan pada periode 2010-2019.

"Kedua tersangka yaitu CISS dan AYH," kata Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer dalam keterangannya, Rabu (8/9/2021).

CISS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP- 22/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 08 September 2021. Dalam kasus ini, dia menjabat sebagai Direktur Utama PDPDE Sumsel sejak 2008.

Sementara itu, AYH ditetapkan tersangka berdasarkan surat nomor: TAP- 23/F.2/Fd.2/09/2021 08 September 2021.

AYH menjabat Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa sejak 2009 sekaligus merangkap Direktur PT PDPDE Gas sejak 2009 dan Direktur Utama PDPDE Sumsel sejak 2014. 

Adapun kasus dugaan korupsi ini bermula saat pemerintah provinsi Sumatera Selatan mendapatkan alokasi membeli gas bumi bagian negara dari J.O.B PT Pertamina, Talisman Ltd. Pasific Oil And Gas Ltd. dan Jambi Merang.

Adapun pembelian gas bumi sebesar 15 MMSCFD berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan Gubernur Sumsel pada 2010 lalu.

"Bahwa berdasarkan keputusan Kepala BP Migas tersebut yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara tersebut adalah BUMD Provinsi Sumsel (Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatra Selatan (PDPDE Sumsel)," jelasnya. 

Akan tetapi, dengan dalih PDPDE Sumsel tidak mempunyai pengalaman teknis dan dana, maka PDPDE Sumsel bekerja sama dengan investor swasta PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN).

Leo menyebut PDPDE Sumsel membentuk perusahaan patungan (PT PDPDE Gas) yang komposisi kepemilikan sahamnya 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen untuk PT DKLN.

Akibat penyimpangan itu, kerugian keuangan negara yang dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI adalah 30.194.452.79 Dollar AS yang berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010 sampai dengan 2019 yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel.

"Selain itu sebesar USD 63.750,00 dan Rp 2,1 miliar yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel," ungkapnya.

Adapun CISS dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Sedangkan AYH ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. 

Keduanya ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 8 September 2021 sampai dengan 27 September 2021.

Atas perbuatannya itu, tersangka dijerat pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, Pasal 3 Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 Hingga saat ini, penyidik masih mendalami penyidikan untuk menemukan tersangka lainnya yang diduga ikut bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi Pembelian Gas Bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan Dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan Tahun 2010 – 2019.

Berita Terkini