TRIBUNSUMSEL.COM, SOLO - Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka buka suara terkait 10 mahasiswa diamankan polisi setelah bentang poster saat Presiden Jokowi ( Joko Widodo) mengunjungi UNS beberapa waktu lalu.
Gibran mengklaim sudah menghubungi Kapolresta Solo langsung untuk melakukan konfirmasi terkait penangkapan 10 mahasiswa tersebut.
"Tanya Kapolres, saya sendiri pun sudah telepon Kapolres untuk konfirmasi," kata Gibran kepada TribunSolo.com Kamis (16/9/2021).
Bahkan Gibran juga menegaskan sudah menghubungi Rektor UNS Jamal Wiwoho.
Gibran menyampaikan kepada Jamal jika mahasiswanya hendak bicara kepadanya akan diberikan fasilitas.
"Kemarin saya sudah telepon pak rektor monggo kalau mahasiswanya itu mau ketemu saya, saya fasilitasi. Saya sudah ngomong gitu sama Pak Rektor," jelas Gibran.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarty, menanggapi penangkapan 10 mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo pada Senin (13/9/2021) kemarin.
Baca juga: 10 Mahasiswa UNS yang Bentang Poster saat Presiden Jokowi ke Kampus Dibebaskan Polisi
Poengky menyayangkan adanya penangkapan terhadap para mahasiswa UNS ini.
Pasalnya, para mahasiswa ini hanya menyampaikan aspirasinya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berkunjung ke UNS.
"Kami menyayangkan adanya penangkapan pihak Kepolisian, kepada seseorang di Blitar dan beberapa mahasiswa di Solo, pada saat mereka membentangkan poster pada saat Presiden Jokowi lewat," kata Poengky dalam kanal YouTube Kompas TV, Rabu (15/9/2021).
Alasan Bentangkan Poster
Sejumlah mahasiwa nekat membentangkan poster saat kunjungan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo ke Kampus UNS Solo, Senin (13/9/2021).
Aksi itu dilakukan mahasiswa tanpa adanya koordinasi dengan pihak kepolisian, sehingga aparat kepolisian melakukan langkah pengamanan.
Baca juga: Spanduk Pak Tolong Benahi KPK Sambut Jokowi saat Berkunjung ke UNS, Sejumlah Mahasiswa Diamankan
Menurut Muhammad Tema selaku mahasiswa yang melakukan aksi, pihaknya hanya ingin mencoba menyampaikan aspirasi secara damai dan santun, tanpa bermaksud menghambat tugas Jokowi.
"Sebelumnya memang kami sudah berkoordinasi dengan pihak rektorat untuk melakukan aksi ini namun tidak diperbolehkan," katanya.
Hal tersebut membuat mahasiswa tidak melakulan koordinasi dengan pihak kepolisian.
Pasalnya, koordinasi yang akan dilakukan dianggap akan ditolak oleh pihak Kepolisian, sama halnya dengan koordinasi yang telah rekan-rekan mahasiswa lakukan kepada pihak rektorat.
"Sehingga kami mengambil langkah sendiri untuk melakukan aksi seperti ini karena menurut kami hal ini perlu untuk disampaikan," ujarnya.
Terpisah, Paralegal Mahasiswa Haikal Narendra menyayangkan adanya kejadian pengamanan mahasiswa ini.
Sebab terkesan tidak sesuai dengan Pasal 22 ayat (3) No.30 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menjamin bahwa setiap orang memiliki kebebasan berpendapat.
Ditambah, aksi itu tidak diniatkan untuk melakukan tindakan anarkis kepada Presiden.
"Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya senjata tajam ataupun senjata tumpul yang dibawa oleh kawan-kawan mahasiswa," katanya.
"Aksi ini murni untuk menyampakan aspirasi yang dimiliki oleh kawan-kawan mahasiswa," imbuhnya.
Dia menyadari, dalam aksi ini ada beberapa prosedur yang dilewati oleh kawan-kawan mahasiswa.
Sebab, menurut mahasiswa sendiri mereka tidak berkoordinasi dengan pihak kepolisian karena mereka merasa pasti tidak akan diizinkan untuk menggelar aksi ini.
Baca berita lainnya di Google News