RIDWAN Kamil (RK) Gubernur Jawa Barat (Jabar), merupakan figur yang sedang menjadi perbincangan hangat di Indonesia.
Ridwan Kamil atau yang sering disapa Kang Emil ke Palembang dalam rangka menghadiri Rapat Kerja Nasional dan Sosialisasi Hasil Munas IV Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET).
Head of Newsroom Sripo dan Tribun Sumsel Hj. L. Weny Ramdiastuti berkesempatan untuk wawancarai secara khusus dengan Kang Emil di Wyndam OPI Mall Jakabaring.
Sosok Kang Emil terlihat muda dan energik, bahkan wajahnya terlihat glowing. Saat wawancara Kang Emil mengenakan pakaian batik, berkacamata hitam, dengan belahan rambut sebelah kanan. Ia terlihat ramah dan murah senyum.
Ketika ditanya soal apakah akan mencalonkan diri sebagai presiden?
"Saya juga heran makin ke sini pertanyaanya itu nggak pernah hilang. Selalu ada ditanya, maka saya jawab dengan sederhana untuk menjadi pemimpin nasional ada tiga, satu punya elektabilitas, kedua punya modal karena pasti mahal dan ketiga punya dukungan dari partai," katanya, Kamis (3/6/2021)
Menurut Kang Emil, dari tiga syarat itu tidak punya dua terakhir, tapi kalau elektoral bisa diupayakan. Sebab ada hubungannya dengan kerja, kalau kerja baik elektoral baik.
"Masalah nanti tiba-tiba dilamar oleh partai, atau ada yang mendukung modal itu nggak bisa diprediksi. Maka bahasa saya, kalau memang terbuka takdirnya untuk dua yang terakhir tadi ia saya Bismillah saja," katanya.
Berikut wawancara khusus dengan Kang Emil.
* Anda ke Palembang dalam rangka apa
Ada agenda daerah-daerah penghasil Migas dan Energi Terbarukan dan saya ketua umumnya, semuanya pengen ke Palembang. Jadi Rapat Kerja Nasional dan Sosialisasi Hasil Munas IV Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) diadakan di Palembang.
Alhamdulillah bisa hadir di sini, apalagi banyak kenangan indah di sini. Seperti
saat saya hadir memberikan dukungan untuk Persatuan Sepakbola Indonesia Bandung (Persib) dan Persib juara di tahun 2014.
* Anda ke Palembang ini penuh history, selain soal Persib ada apa lagi yang melekat dari diri Anda di Sumsel
Saya kan arsitek jadi memorinya Jembatan Ampera, itu kan pada saat zaman Bung Karno masih gagah luar biasa. Kemudian memori tentang Asian Games, yang kemudian ada LRT pertama di Indonesia.
Inget Palembang tentunya inget pempek. Ia saya suka pempek, cuma kalau di Bandung agak beda dibanding yang disini. Tadi malam saya uda coba ada rasa khas.
Termasuk saya makan sayur rotan. Jadi rotan muda direbus dan saya makan, ternyata rasanya pahit, jadi harus dicocol dulu pakai sambal biar berasa. Untuk itu pepatahnya saya rubah. Tidak ada akar, rotan pun jadi.
* Apalagi tentang Palembang
Sungai Musi, apalagi saat ramah tama makan malam dengan Gubernur Sumsel Herman Deru saya ditagih. Sebelum Deru dilantik, saya pernah ngobrol secara informal.
Datanglah ke Palembang, kita tata Sungai Musi. Saya bilang siap. Ternyata beliau masih ingat, padahal saya sudah lupa jadi semalam ditagih
Setelah acara Rapat Kerja Nasional dan Sosialisasi Hasil Munas IV ADPMET gubernur akan nyetir sendiri membawa saya melihat lokasi yang akan dibangun Islamic Center, lalu ke Sungai Musi dan Pasar Cinde.
Mudah-mudahan kalau itu jadi, bisa buat hadiah saya untuk masyarakat Sumsel khususnya Palembang. Karena saya pernah mendesain masjid di Makasar di Pinggir laut, museum sunami dan lain-lain. Karena masih ada sekian persen eksistensi saya itu orang arsitek.
*Apakah Anda akan mengulang sejarah seperti Bung Karno yang seorang insinyur menjadi presiden
Saya juga heran makin ke sini pertanyaanya itu nggak pernah hilang. Selalu ada ditanya, maka saya jawab dengan sederhana untuk menjadi pemimpin nasional ada tiga, satu punya elektabilitas, kedua punya modal karena pasti mahal dan ketiga punya dukungan dari partai.
Nah saya dari tiga syarat itu tidak punya dua terakhir, tapi kalau elektoral bisa diupayakan. Sebab ada hubungannya dengan kerja, kalau kerja baik elektoral baik.
Untuk itu sekarang saya kerjanya yang sederhana, kerja maksimal, membereskan janji-janji sampai masa jabatan 2023. Kalau semua bagus maka elektoral kan akan naik.
Masalah nanti tiba-tiba dilamar oleh partai, atau ada yang mendukung modal itu nggak bisa diprediksi. Maka bahasa saya, kalau memang terbuka takdirnya untuk dua yang terakhir tadi ia saya bismillah saja.
Karena urutannya sudah pernah saya lewati, pernah jadi walikota, dan gubernur. Tapi kalau ternyata pintu-pintu itu belum terbuka ya saya tidak masalah.
Karena kepemimpinan itu hakikatnya sama, mengurusi masalah yang ada dan bermanfaat. Maka dalam berkepemimpinan saya gunakan syariat Islam, pertama bahwa menjadi gubernur atau pemimpin itu untuk ibadah, kedua bahwa memimpin itu sementara jadi jangan macam-macam dikesementaran ini, ketiga jadi pemimpin yang terbaik itu bermanfaat.
Karena ini niatnya ibadah, dan hanya sementara maka harus dimaksimalkan serta bermanfaat untuk masyarakat. Maka apapun judulnya bagi saya sama saja.
Kalau ditanya itu, ikhtiar ada, tapi saya punya dua politik yaitu politik akal sehat. Kalau baik dibilang baik, kalau kurang ya kita kritisi.
Misal soal impor beras itu sempat saya kritisi, karena untuk beras ini surplus. Apalagi seperti Sumsel ini penghasil berasnya cukup tinggi. Jadi kenapa harus import.
* Anda seperti berani menyuarakan pendapat
Saya bukan melawan, tapi memberikan perspektif yang lain kira-kira begitu. Dalam sebuah wawancara keputusan.
Lalu ada politik tahu diri. Jadi untuk 2024 saya gunakan politik tahu diri. Maksudnya karena modal belum ada dan partai juga belum ada. Jadi probabilitasnya masih dinamis. Bahwa namanya dikutip-kutip surve dan Alhamdulillah di lima besar, itu nggak bisa dihindari.
Jadi kesimpulannya itu, saya ikhtiar ada tapi menyerahkan perjodohan-perjodohan politik itu betul-betul pada qadarullah. Contohnya seperti Wakil Presiden Ma'ruf Amin, apakah di surve, kan tidak. Tahu-tahu jadilah Wapres dengan pak Jokowi. Itu membuktikan bahwa untuk level nasional, hitungan itu tidak matematis.
Sebagai makhluk beragam, ikhtiar ada, doa itu bisa mengubah takdir tapi juga harus berserah diri. Saya sudah berazam, tapi setelahnya bertawakal.
Itu prinsip spiritualitas saya, yang membuat saya menjalani ini dengan happy aja.
* Anda ini prepare nya ke partai seperti apa
Pada dasarnya selama dia tidak menghianati Pancasila semua partai sama, hanya gaya dan warnanya saja yang beda. Sebenernya patokan saya, saya akan memilih platform partai yang sudah teruji dan setia pada Pancasila. Karena Pancasila itu perjanjian agung dari orang tua kita berdasarkan kelompok yang berbeda-beda.
Makanya saya ingin menjadi pemimpin yang bisa menyatukan itu. Jangan sampai Pancasila diganggu. Apalagi sejarah keluarga saya itu melawan Belanda, pakde saya gugur, kakek saya dipenjara Belanda dua kali.
Jadi dari keluarga Gubernur Jabar ini kakeknya pernah dipenjara Belanda, makanya saya bilang kalau Indonesia mau selamat Pancasila harus tegak tapi tetap dengan dialog.