TRIBUNSUMSEL.COM - Pinangki menjadi sorotan publik.
Foto kecantikannya sempat membuat publik terpukau.
Namun saat ditetapkan tersangka dan digiring ke tahanan, wajah Pinangki berubah drastis tanpa make up.
Kali ini wajah Pinangki tampak kinclong
Jaksa Pinangki Sirna Malasari akhirnya menjalani sidang dakwaan di kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait dengan Djoko Tjandra Soegiarto.
Pada sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020), Pinangki tampil beda.
Pada sidang perdana kemarin Pinangki tampil mengenakan busana baju gamis plus kerudung warna merah muda.
Tak lupa ia juga mengenakan masker lengkap dengan face shieldnya.
Ia tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sekitar pukul 10.00 WIB.
"Sidang atas nama terdakwa Pinangki Sirna Malasari dibuka dan terbuka untuk umum," ujar Hakim Ketua Ig Eko Purwanto saat membuka persidangan.
Dalam sidang yang beragendakan pembacaan dakwaan itu, jaksa penuntut umum (JPU) menjerat Pinangki dengan 3 dakwaan, yakni penerimaan suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat.
Untuk kasus suap, Pinangki didakwa menerima uang US$ 500 ribu atau setara Rp 7,4 miliar dari commitment fee senilai USD 1 juta atau setara Rp 14,8 miliar.
Dugaan suap tersebut berasal dari terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.
Jaksa menyebut suap itu diberikan agar Pinangki mengurus fatwa keMahkamah Agung (MA).
Fatwa itu diperlukan agar Djoko Tjandra tak perlu menjalani 2 tahun penjara di kasus cessie Bank Bali.
"Supaya terdakwa (Pinangki Sirna Malasari) selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara mengutus fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Soegiarto Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 tanggal 1 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi. Sehingga Djoko Soegiarto Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana," ujar jaksa saat membacakan dakwaan.
Awal keterlibatan Pinangki dalam kasus ini berawal ketika ia secara aktif meminta dikenalkan kepada terpidana kasus cassie Bank Bali itu.
Sekitar bulan September 2019, Pinangki bertemu Rahmat dan Anita Kolopaking di Restoran Jepang Hotel Grand Mahakam, Jakarta.
Rahmat diyakini bisa menjadi penghubung
ada Rahmat. Lalu ia meminta dikenalkan kepada Djoko Tjandra. Padahal, saat itu Djoko Tjandra berstatus buronan Kejaksaan Agung. Ia diburu karena kabur menghindari eksekusi 2 tahun penjara terkait kasus Bank Bali.
”Atas permintaan terdakwa tersebut Rahmat menyanggupinya dan mengatakan akan mencari informasi terlebih dahulu soal itu," kata jaksa membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/9/2020).
Dari situ, Rahmat menghubungi Djoko Tjandra dan menyampaikan bahwa Pinangki hendak bertemu.
Rahmat juga mengirimkan foto Pinangki yang menggunakan seragam jaksa.
Djoko Tjandra pun menyanggupi pertemuan tersebut. Pada 11 November, Djoko Tjandra menghubungi Rahmat dan meminta dipertemukan dengan Pinangki di Kuala Lumpur, Malaysia.
Keesokan harinya, Pinangki bersama Rahmat menemui Djoko Tjandra di kantornya di The Exchange 106 di Kuala Lumpur.
Dalam pertemuan itu Pinangki memperkenalkan diri sebagai orang yang mampu mengurusi upaya hukum Djoko Tjandra.
”Terdakwamemperkenalkan diri sebagai jaksa dan mengenalkan diri sebagai orang yang mampu mengurusi upaya hukum Joko Soegiarto Tjandra," kata jaksa.
Akan tetapi, Djoko Tjandra tak langsung percaya. Pembahasan soal perkara pun beralih ke arah pengajuan fatwa bebas ke Mahkamah Agung.
Fatwa itu bertujuan agar Djoko Tjandra tak bisa dieksekusi jaksa.
JPU mengatakan, dalam proses tersebut Pinangki mengaku bisa mengurus fatwa tersebut dengan catatan Djoko Tjandra terlebih dahulu kembali ke Indonesia dan ditahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Jaksa menyatakan, rencana pemberian suap senilai USD 10 juta tersebut agar Djoko Tjandra bisa mendapatkan fatwa dari MA.
Sehingga Djoko Tjandra tak harus menjalani pidana selama 2 tahun penjara dalam kasus cessie Bank Bali.
"Telah melakukan pemufakatan jahat dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Soegiarto Tjandra untuk melakukan tindak pidana korupsi yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a," ucap jaksa.
"Yaitu memberi atau menjanjikan uang sebesar USD 10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung, yaitu agar memberikan fatwa MA melalui Kejagung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa diekesekusi.
Sehingga Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana," lanjut jaksa.
Atas perbuatannya itu, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a
atau Pasal 15 jo Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor. (tribun network/ham/dod)