TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat ini sedang dalam proses diajukan oleh Pemerintah Kota Palembang.
Beberapa daerah seperti DKI Jakarta sudah menerapkannya dan belasan daerah lainnya menyusul dan sedang menunggu penerapatnnya.
PSBB memiliki dasar hukum yakni Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 dan diatur lebih khusus di Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020.
Berikut skema penerapan PSBB:
PSBB diajukan oleh Pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur atau Bupati atau Walikota tergantung ruang lingkup daerahnya.
Pengajuan PSBB dengan mengirimkans urat ke Menteri Kesehatan.
Sebelum mengajukan PSBB para kepala daerah harus menyertakan data-data yang menjadi langasan kenapa PSBB harus dilakukan.
Data data itu meliputi:
Permenkes Nomor 9 Tahun 2020
Pasal 4
(1) Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan
permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada
Menteri harus disertai dengan data:
a. peningkatan jumlah kasus menurut waktu;
b. penyebaran kasus menurut waktu; dan
c. kejadian transmisi lokal.
(2) Data peningkatan jumlah kasus menurut waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disertai
dengan kurva epidemiologi.
-5-
(3) Data penyebaran kasus menurut waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b disertai dengan peta
penyebaran menurut waktu.
(4) Data kejadian transmisi lokal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c disertai dengan hasil penyelidikan
epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan
generasi kedua dan ketiga.
(5) Selain data sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan
permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada
Menteri juga menyampaikan informasi mengenai
kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan
hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan,
anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial,
dan aspek keamanan.
Selain kepala daerah, PSBB juga bisa diusulkan oleh Ketua Gugus Tugas setempat.
Jika PSBB disetujui, berikut point-point yang boleh dan yang tidak selama PSBB berdasarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020:
BAB III
PELAKSANAAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR
Pasal 12
Dalam hal Pembatasan Sosial Berskala Besar telah ditetapkan
oleh Menteri, Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan,
termasuk secara konsisten mendorong dan mensosialisasikan
pola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat.
Pasal 13
(1) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan;
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum;
d. pembatasan kegiatan sosial dan budaya;
e. pembatasan moda transportasi; dan
-8-
f. pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek
pertahanan dan keamanan.
(2) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
selama masa inkubasi terpanjang dan dapat
diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran.
(3) Peliburan sekolah dan tempat kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan bagi kantor
atau instansi strategis yang memberikan pelayanan
terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum,
kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas,
pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan,
komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi,
logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.
(4) Pembatasan kegiatan keagamaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dalam bentuk
kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah dan
dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap
orang.
(5) Pembatasan kegiatan keagamaan selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan
fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang
diakui oleh pemerintah.
(6) Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang
dan pengaturan jarak orang.
(7) Pembatasan tempat atau fasilitas umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dikecualikan untuk:
a. supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat
penjualan obat-obatan dan peralatan medis
kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok,
barang penting, bahan bakar minyak, gas, dan
energi;
-9-
b. fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain
dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan; dan
c. tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan
kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk
kegiatan olah raga.
(8) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
dilaksanakan dengan tetap memperhatikan pembatasan
kerumunan orang serta berpedoman pada protokol dan
peraturan perundang-undangan.
(9) Pembatasan kegiatan sosial dan budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan dalam
bentuk pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan
sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan
lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan
peraturan perundang-undangan.
(10) Pembatasan moda transportasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e dikecualikan untuk:
a. moda transpotasi penumpang baik umum atau
pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang
dan menjaga jarak antar penumpang; dan
b. moda transpotasi barang dengan memperhatikan
pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
(11) Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek
pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f dikecualikan untuk kegiatan aspek
pertahanan dan keamanan dalam rangka menegakkan
kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah,
dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dari ancaman dan gangguan, serta
mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat,
dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan
orang serta berpedoman kepada protokol dan peraturan
perundang-undangan.