TRIBUNSUMSEL.COM, PRABUMULIH-Pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Prabumulih yang mengatakan warga Desa Pangkul, Kecamatan Cambai meninggal dunia bukan karena penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dikeluhkan banyak warga.
Sutrisno yang merupakan warga setempat menyesalkan pernyataan kepala dinas kesehatan tersebut.
"Kalau menurut saya itu tidak pas, soalnya saya sendiri sebagai warga dan tetangga korban menanyakan langsung kepada istrinya kalau korban sakit DBD."
"Dengan adanya pernyataan Dinkes itu agak tidak enak dipikiran kami," ungkapnya ketika dibincangi di kediamannya, Kamis (6/2/2020).
Sutrisno mengatakan, jika memang korban tidak terjangkit demam berdarah semestinya ketika dirawat harus disampaikan tidak kena demam berdarah.
Tapi malah diberitahu penyakit itu dan jika memang kena DBD harus ada solusi ke masyarakat.
"Jangan digituin mestinya, kalau bukan DBD kenapa disampaikan DBD, daya merasa kurang pas itu. Maksud saya masyarakat itu jangan digituin, karena ketika dirawat pasti dokter itu ditanya sakit apa, DBD gitu."
"Ya kalau waktu itu disampaikan paru-paru pasti nyampai ke keluarga dan ke orang lain paru-paru," bebernya.
Sutrisno mengaku heran dengan perbedaan pernyataan antara dokter dan Dinkes.
"Kita jelas mempertanyakan itu, soalnya di Pangkul ini sudah lebih dari 30 orang kena DBD, kalau mau dihitung beneran, mulai dari masuk musim hujan sampai sekarang banyak mungkin sudah 40 warga kena DBD," kata Sutrisno.
Ia mengatakan, delapan rumah mulai dari kepala keluarga hingga anggota keluarga disekitar rumahnya kena DBD semua.
Lebih lanjut Sutrisno menuturkan, masyarakat terkena DBD bergantian yang masuk rumah sakit.
"Hari ini saja ada dua warga kita dirawat dan keterangan rumah sakit kena DBD. Kami sangat berharap kepada Dinkes Prabumulih untuk di fogging secara merata, memang mati dan sakit itu takdir tapi kalau sudah ada usaha masyarakat tidak kecewa," bebernya.
Pria yang merupakan Bhabinsa itu menuturkan, beberapa waktu lalu rumah warga-warga yang kena DBD dilakukan fogging namun hanya di rumah warga yang terkena saja tidak menyeluruh.
"Di sebelah rumah saya ini kemarin di fogging tapi di rumah saya tidak, padahal nyamuk ada sayap bisa terbang ke mana-mana dan katanya fogging fokus itu jarak 100 meter tapi kenapa hanya satu rumah," sesalnya.
Disinggung pernyataan Dinkes bahwa fogging bukan solusi, Sutrisno membeberkan jika fogging bukan solusi maka apa yang menjadi solusi harus dijelaskan kepada masyarakat karena masyarakat tidak tahu.
"Karena kalau untuk kebersihan lingkungan bisa dilihat Desa Pangkul sini setiap minggu selalu gotong royong dan bisa dicek sendiri kiri kanan rumah bersih dibanding daerah lain."
"Saya sudah 10 tahun lebih tinggal di sini dan setiap awal hujan pasti ada yang kena DBD dan sudah ada dua warga yang meninggal karena DBD, tahun ini satu dan tahun lalu satu," bebernya berharap dinas kesehatan cepat tanggap.
Hal yang sama disampaikan Kadus 6 Desa Pangkul, Rian yang mengharapkan ada solusi dan ada penanganan khusus terhadap kejadian yang sering terjadi tiap tahun di desa itu.
"Lihat sendiri desa kami, kalau drainase lancar, genangan tidak ada tapi tiap tahun banyak yang kena DBD, kami tidak tahu kenapa padahal gotong royong selalu dilakukan," bebernya.
Rian juga membenarkan jika sudah puluhan warga desa Pangkul Jaya atau Pangkul Jawa yang terkena penyakit demam berdarah akibat nyamuk Aedes aegypti.
"Sudah banyak warga, saya saja baru sembuh, istri dan anak kena DBD semua. Itu penjelasan dokter kita kena DBD," katanya berharap adanya penanganan lebih lanjut dari pemerintah.
Sementara Kepala Desa Pangkul, Jakaria Yadi ketika dibincangi mengaku heran mengapa warganya khususnya di Pangkul Jaya banyak terkena penyakit DBD, sementara warga di Pangkul Dusun tidak.
"Kami heran juga kenapa di pangkul sini yang banyak terkena DBD, padahal jauh dari sungai dan bersih. Pangkul dusun yang dekat dengan sungai kelekar justru tidak ada kena DBD," bebernya.
Jakaria Yadi menuturkan, Desa Pangkul Jawa memang sering menjadi percontohan dan selalu menang lomba kampung toga bahkan mendapatkan penghargaan tingkat nasional sebagai Desa Percontohan Tanaman Obat Keluarga (Toga) terbaik.
"Untuk pembersihan dan gotong royong kita justru rutin, kita heran juga. Kalau untuk bak mandi dinas kesehatan pernah membagikan bubuk abate dan fogging baru dua kali dulu," tuturnya.
Pantauan Tribun di desa Pangkul Jawa hampir seluruh warga merupakan petani baik sayuran, petani karet maupun membuka pembibitan karet serta lainnya.
Di desa ini hampir seluruh halaman warga dimanfaatkan menjadi lahan pertanian baik untuk pembibitan dan dijadikan lahan tanaman obat keluarga (Toga).
Mayoritas warga desa Pangkul Jawa merupakan asli dari pulau jawa, sementara warga pangkul dusun merupakan warga asli.
Menanggapi permasalahan itu Ketua DPRD Prabumulih, Sutarno menegaskan, dinas kesehatan pemerintah kota Prabumulih harus turun langsung mengatasi permasalahan kesehatan di tengah masyarakat tersebut apalagi sudah ada puluhan warga terkena penyakit DBD.
"Dinas kesehatan harus turun segera, jangan sampai menunggu ada korban baru turun, ini menyangkut kesehatan masyarakat. Apalagi sudah ada yang meninggal dunia dan ada puluhan terkena penyakit DBD," tegasnya.
Politisi Partai Golkar itu menegaskan, pihaknya akan melakukan koordinasi atau bahkan mengundang dinas kesehatan untuk membahas terkait hal itu dan kenapa belum menjadi kejadian luar biasa sementara sudah ada korban jiwa serta puluhan dirawat.
"Kita akan koordinasikan dan akan perintahkan segera turun ke lapangan untuk melakukan tindakan, kita akan koordinasikan segera," lanjutnya.
Pernyataan Kepala Dinas Kesehatan
Sebelumnya Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemkot Prabumulih, dr Happy Tedjo membantah Suwandi yang merupakan warga Desa Pangkul meninggal karena terserang penyakit DBD.
"Dari awal masuk rumah sakit, dia itu PTOK sesak paru dan jantung dan trombosit terus turun. Karena DBD itu terdiri dari dua yakni DBD dan suspend DBD, almarhum itu meninggal karena paru dan jantung bukan karena DBD. Apalagi kalau trombosit sampai 50 itu masih aman, di RS ada trombosit 50 bahkan 25 juga masih aman," katanya.
Lebih lanjut dr Tedjo mengungkapkan jika jumlah penderita DBD di kota Prabumulih pada Januari sebanyak 36 orang dan di bulan yang sama tahun lalu sebanyak 20 orang.
"Jadi kita belum KLB (kejadian luar biasa). Karena KLB itu kalau ada peningkatan dua kali lipat dibandingkan dengan bulan yang sama sebelumnya," banyaknya.