Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Weni Wahyuny
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Komisaris Utama sekaligus Direktur Utama PT Sriwjjaya Optimis Mandiri (SOM) Muddai Madang sudah tidak sanggup lagi menangani klub Sriwijaya FC.
Muddai yang sudah menjadi Komisaris Utama PT SOM sejak 2008 ini secara blak-blakan mengatakan selama ini hanya berada di balik layar dengan posisi sebagai pemilik saham mayoritas 88 persen.
Seiring berjalan waktu, pengelolaan Sriwijaya FC diserahkan ke Presiden Klub Dodi Reza Alex dan direksi PT SOM.
Lantaran terjadi persoalan finansial yang cukup pelik di pertengahan tahun 2018, tepatnya di bulan Juni membuat Wakil Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) terpaksa turun tangan.
Apalagi Dodi Reza melepaskan jabatan sebagai presiden klub sejak menjabat sebagai Bupati Musi Banyuasin (Muba).
Untuk menjaga eksistensi tim, Muddai memutuskan untuk turun langsung dengan menanggulangi persoalan keterlambatan pembayaran gaji hingga memastikan adanya dana untuk keberangkatan tim melakoni laga away.
• Daftar Kenaikan Harga Bahan Pokok dan Sayuran di Prabumulih Jelang Natal Tahun Baru
• FOTO-FOTO Terakhir SPBU Terapung di Sungai Musi Meledak, Diduga Tersambar Kapal Tongkang Terbakar
"Itulah saya gencar sekali mencari investor ketika itu, tapi karena situasi gaduh terus dan di bawah ke arah politik membuat investor mundur."
"Tapi saya tetap berupaya menjaga eksistensi SFC meski akhirnya saya juga terpukul karena tim ini juga terdegrasi. Untuk ini, saya juga meminta maaf ke pencinta SFC," katanya saat Press Conference yang digelar di Inna Daira Hotel Palembang, Kamis (20/12/2018)
Ia menjelaskan bahwa klub Sriwijaya FC adalah klub sepakbola profesional.
Sepakbola profesional adalah industri, jadi ini adalah bisnis karena karena sepakbola profesional bukan perserikatan.
“Dan dia harus jadi industri supaya sepakbola itu bisa hidup sendiri tidak tergantung dari orang lain. Dengan adanya hiburan menjadi industri, sponsor masuk disitu sebagai income,” katanya.
• 5 Fakta Menarik & Unik Pernikahan Khamid (Karna Radheya) dengan Polly si Bule Inggris, Tak Disangka
• Makin Kuat, Bukti Baru Hubungan Irish Bella dan Ammar Zoni Terungkap, Ibunda Kasih Restu
Pada sepakbola profesional, kepemilikannya terbuka dan boleh siapa saja memilki.
Hanya saja saat ini SFC baru dimiliki oleh beberapa orang melalui PT SOM.
“Jadi yang namanya PT SOM bukan hanya pengelola tapi pemilik. Darimana (dikatakan kepemilikan)? Melalui surat keputusan Kemenkumham bisa dilihat,” ucapnya.
“Namanya klub profesional, kepemilikannya terbuka jadi nanti ke depan kalau masyarakat mau sokongan beli saham boleh, tapi sekarang belum,” tambahnya.
Ia mengaku sempat mendengar bahwa Pemprov Sumsel menginginkan ada saham mayoritas di PT SOM, Muddai merasa senang.
“Kami senang, bagus tapi ada mekanismenya. Maksudnya Pemprov Sumsel itu partisipasi melalui unit BUMD atau institusi yang dimilik oleh Pemprov Sumsel."
"Misalnya Pemprov Sumsel punya BUMD yang bergerak di sarana dan prasarana misalnya PT JSC, boleh-boleh saja,”
“Atau BUMN berdomisili di Sumsel khususnya, bahkan yang hidupnya dari hasil di Sumsel, boleh saja. Misalnya Bukit Asam. Kalau mereka berkeinginan, kami siap terbuka ,” terangnya.
• Jebakan Prostitusi Online: Dari Wechat Lalu ke Hotel, Suami datang Menggrebek
• Bukan Faktor Ekonomi, Alasan PNS Pemkot Prabumulih Cerai Karena Orang Ketiga
Jika memang Pemprov Sumsel melalui BUMD akan membeli saham PT SOM, lanjut Muddai tentu pihaknya sangat terbuka dan berterima kasih.
“Supaya memang benar-benar SFC ini milik masyarakat Sumsel. Kalau sekarang ini masyarakat Sumsel belum dikatakan punya masyarakat karena ini punya pribadi, tidak pernah minta dengan duit rakyat,” jelas Muddai.
"Yang mau, silahkan saja temui saya, duduk bersama untuk membicarakan ini," tambahnya.
Muddai berharap akan ada calon pembeli saham untuk memajukan SFC ke depan, terutama pengusaha dari Sumsel.
Namun dari Sumsel tidak ada, maka bukan tidak mungkin akan di jual ke luar.
“Kalau dengan orang Sumsel sini misalnya saya jual di luar 10, dengan orang Sumsel 9,” ucapnya.
Bagaimana jika orang luar ingin membeli saham tapi pindah homebase?
Muddai menegaskan tidak akan memberikan saham kepada orang yang ingin memindahkan homebase Sriwijaya FC dari Palembang.
“Tentu ada perjanjian nanti bahwa homebase SFC tetap di sini,” tegasnya.
“Kalau sampai tidak ada juga yang mau beli, kubawa ke doson aku SFC Belitang.
"Kalau tidak ada yang ambilnya, bawa pulang ke doson (daerah asal Muddai) karena ini kan punya pribadi, kalau duit rakyat beda lagi,” terangnya.
Muddai mengakui bahwa ia sudah berat mengurus SFC, terutama untuk memenuhi kebutuhan rim.
Untuk gaji pemain saja setidaknya PT SOM harus mengeluarkan hampir Rp 1,5 miliar per bulannya dan sekitar Rp 35 miliar per tahun untuk memenuhi semua biaya tim.
Memang SFC dibantu oleh sponsor tapi menurut Muddai itu tidak dapat memenuhi kebutuhan 100 persen.
Ia menyebutkan bahwa SFC hanya mendapatkan Rp 18 Miliar yang didapatkan dari sponsor.
Muddai mengatakan tidak dapat lagi memastikan kelangsungan SFC ke depannya.
Menurutnya, untuk berlaga di Liga 2 setidaknya dibutuhkan dana sekitar Rp20 Miliar dengan target juara agar bisa naik lagi ke Liga 1.
“Saya sudah berat, sudah lelah untuk biayai kelangsungan SFC karena ini bukan murah, biayanya sangat mahal,” ungkapnya.
Muddai berharap sahamnya itu cepat terjual karena tim Laskar Wong Kito tetap harus beraktivitas meski kompetisi sudah berakhir. Setidaknya dari mulai Februari harus start membangun tim meski liga dimulai pada Juni 2019.
"Yang diurus ini pemain bola, mereka harus diberikan kontrak, harus digaji, harus latihan, harus tinggal di mess. Tidak boleh menggangur lama. Kita juga harus segera cari pelatihnya. Semoga saja semuanya lancar," ucapnya.