TRIBUNSUMSEL.COM - Peristiwa penyerangan dan pengemboman yang terjadi di pertokoan Sarinah, MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis, 14 Januari 2016 turut memunculkan kejadian 'unik'.
Ini saat seorang tukang sate tetap menjajakan dagangannya tak jauh dari lokasi kejadian.
Dikutip dari seorang pengguna Twitter bernama @areamagz, di tengah granat dan bom meledak,serta aksi baku tembak antara pelaku penyerangan dan aparat keamanan yang terdiri dari TNI dan Polisi.
Tukang Sate Ini tetap dengan tenang membakar satenya.
Peristiwa bom dan baku tembak hari ini, Kamis (14/1/2015) di Sarinah, Jakarta, menjadi teror yang menakutkan bagi sebagian besar warga Jakarta.
Namun, perasaan itu sepertinya tak dialami seorang penjual sate yang belakangan fotonya menjadi viral di media sosial.
Dalam foto ini, bapak tua penjual sate tersebut tetap tenang mengipas sate pesanan para pelanggannya.
Sementara di belakang si penjual tak hanya pedagang sate yang tetap tenang, terlihat kerumunan massa yang sedang menonton pihak kepolisian dan TNI mengamankan situasi dengan sangat santai.
"This is Jakarta, you can't terror Jakarta people, fear is not in our dictionary!" tulis akun@areamagz di Twitter.
Sementara pemilik akun @Fendik_Sant menulis,"Subhanallah.. Semangat pak ngipas satenya."
Informasi yang beredar di media sosial seperti yang ditulis akun @areamagz , penjual sate ini hanya berjarak 100 meter dari lokasi para teroris beraksi. Luar biasa!
Bom di Ibu Kota Pertanda Buruk untuk Sebuah Negara
Tokoh Nahdlatul Utama (NU), Hasyim Muzadi menilai ledakan yang terjadi di MH Thamrin, Jakarta, Kamis (14/1/2016) siang ini sebagai pertanda buruk bagi keamanan sebuah negara.
"Kalau ada bom di ibu kota, itu pertanda buruk untuk sebuah negara. Artinya dia secara jelas bisa menerobos pusat negara dan pusat kekuasaan. Sekarang masih di jalan, sebentar lagi masuk ke gedung. Gedung di sana kan gedung pemerintahan semua," tegas Hasyim saat ditemui di FISIPOl UGM, Kamis (14/1/2016).
Menurutnya, aksi teror yang menewaskan tiga warga sipil akibat ledakan di MH Thamrin tersebut, merupakan bentuk perlawanan kelompok terhadap sebuah negara.
"Mereka memanfaatkan situasi yang gaduh dan juga kebebasan yang tidak terukur. Jadi seperti kebebasan bergerak, freedom of speech, freedom of act, freedom of expression, tidak berjalan simfoni dengan keselamatan negara," pungkasnya. (Tribun Jogja, Kurniatul Hidayah)