Berita Nasional

Perusahaan Jan Hwa Diana Diduga Potong Gaji Karyawan Rp 10.000 Jika Salat Jumat, Reaksi Kemenag

Dugaan soal prilaku sewenang-wenang Jan Hwa Diana pemilik UD Sentosa Seal terkait laporan pemotongan gaji terhadap karyawan yang menunaikan ibadah sal

Editor: Moch Krisna
(KOMPAS.com/IZZATUN NAJIBAH)
HEBOH TAHAN IJAZAH : Pemilik UD Sentosa Seal, Jan Hwa Diana selepas hearing di kantor DPRD Surabaya pada Selasa, (15/4/2025). 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Dugaan soal prilaku sewenang-wenang Jan Hwa Diana pemilik UD Sentosa Seal terkait laporan pemotongan gaji terhadap karyawan yang menunaikan ibadah salat Jumat heboh.

Hal tersebut bahkan membuat Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar ikut bereaksi.

Nasaruddin Umar menegaskan bakal melakukan penelusuran terkait kasus tersebut.

"Saya akan pelajari (cek kasusnya)," kata Nasaruddin Minggu (20/4/2025) melansir dari Kompas.com.

Namun, Nasaruddin mengaku belum menerima laporan resmi mengenai dugaan pelanggaran tersebut.

"Belum dapat ke saya itu laporannya," tegasnya. 

Sebelumnya, kabar tersebut terkuak dari pengakuan seorang mantan karyawan UD Sentosa Seal, Peter Evril Sitorus, mengungkapkan bahwa beberapa rekan Muslimnya mengalami pemotongan gaji sebesar Rp 10.000 setiap kali mereka melaksanakan shalat Jumat.

PERTEMUAN DUA PIHAK - Pengusaha Jan Hwa Diana bertemu dengan Wakil Walikota Surabaya Armuji di Rumah Dinas pada Senin (14/4/2025). Dalam pertemuan tersebut, Diana menyebut Cak Ji sebagai orang baik dan akan mencabut laporan ke Polda Jatim.
PERTEMUAN DUA PIHAK - Pengusaha Jan Hwa Diana bertemu dengan Wakil Walikota Surabaya Armuji di Rumah Dinas pada Senin (14/4/2025). Dalam pertemuan tersebut, Diana menyebut Cak Ji sebagai orang baik dan akan mencabut laporan ke Polda Jatim. (Surya.co.id/Nuraini Faiq)

"Karena saya non-Islam, saya kurang tahu detailnya. Tapi saya tahu ada pemotongan Rp 10.000 per Jumat kalau mereka shalat Jumat," ujar Peter di Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Peter juga menambahkan bahwa dirinya hanya menerima gaji harian sebesar Rp 80.000, yang menurutnya tidak sebanding dengan beban kerja yang diberikan.

Pengakuan senada datang dari mantan karyawan lain, yang kesaksiannya diunggah melalui akun Instagram resmi Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji. 

Ia menyatakan pemotongan dilakukan apabila waktu shalat Jumat melebihi batas waktu istirahat yang ditetapkan perusahaan. "Kalau kita Jumatan kan lebih dari itu Pak (waktunya), nah uang Rp 10.000 itu dianggap untuk mengganti waktu yang lebih," ujarnya. 

Dugaan Kesewenangan Lain Tak hanya terkait ibadah, Jan Hwa Diana juga dituding melakukan sejumlah tindakan merugikan lain terhadap para pekerja.

Evril Sitorus menyebut perusahaan menerapkan denda besar apabila karyawan tidak hadir bekerja. 

"Ada (potongan gaji), jadi kalau tidak masuk satu hari potongannya (seperti kerja) 2 hari. Nominalnya potongannya Rp 150 ribu, terus gaji per harinya Rp 80 ribu," ujarnya, Kamis (17/4/2025), dikutip Kompas.com.

Peter juga menyoroti ketimpangan antara gaji dan jam kerja, serta tidak adanya kompensasi atas lembur.

"Gajinya di bawah UMK, jam kerjanya tidak sesuai. Dari pukul 09.30 WIB sampai pukul 17.00 WIB, kalau lembur enggak dihitung lembur," lanjutnya.

Penahanan Ijazah 50 Karyawan

Mantan karyawan lainnya, Ananda Sasmita Putri Ageng, menambahkan bahwa lebih dari 50 karyawan mengalami penahanan ijazah oleh perusahaan.

Menurutnya, sejak awal masuk kerja, karyawan diwajibkan menitipkan ijazah dengan dalih aturan internal.

 "Sejak dia (karyawannya) baru pertama masuk ke interview, terus setelah itu hari kedua dia wajib menitipkan ijazah. Keseluruhan pegawai mungkin, ini kan baru beberapa (yang lapor)," ujar Ananda.

 Jika menolak menitipkan ijazah, lanjutnya, karyawan diwajibkan memberikan uang jaminan sebesar Rp 2 juta.

 "Kalau tidak (menaruh) ijazah kan mereka harus menaruh uang jaminan sebesar Rp2 juta. Kalau mereka nggak mau menaruh ijazah, mereka mengganti uang itu, mereka menaruh uang," jelasnya.

 Ananda kini hanya berharap ijazahnya dikembalikan. 

"Semoga pemilik perusahaan tersebut membuka hatinya selebar-lebarnya, untuk mengasihkan ijazah kami. Kita hanya minta itu saja, ijazah asli kita, itu ijazah SMA atau SMK tolong dikembalikan," ujarnya, Kamis (17/4/2025).

Tanpa ijazah asli, ia mengaku kesulitan melamar pekerjaan di tempat lain.

Peter menyatakan bahwa ia bahkan sengaja bersikap buruk agar dipecat dan ijazahnya dikembalikan tanpa harus membayar denda. Namun, upayanya gagal. "Saya sengaja memang untuk dikeluarkan. Saya kira kalau dikeluarkan itu ijazah saya dikembalikan, ternyata tidak, tetap ditahan dan diminta uang Rp 2 juta," katanya.

 Gaji Tak Dilunasi

Kuasa hukum para mantan karyawan, Edi Kuncoro Prayitno, mengatakan bahwa selain menahan ijazah, pihak perusahaan juga belum melunasi gaji beberapa mantan karyawan yang sudah mengundurkan diri.

“Teman-teman yang sekarang ini menuntut ijazah ini posisinya sudah di luar, sudah resign. Terakhir ada yang gajinya diberikan, ada yang tidak, ada yang belum,” ungkap Edi.

 Ia mendesak aparat penegak hukum untuk segera bertindak dan mengamankan bukti.

“Saya mendorong kepada pihak kepolisian dan aparat lainnya agar segera mengamankan TKP dan mengamankan barang bukti,” pungkasnya.

(*)

Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved