Hari Kartini 2025

10 Kumpulan Puisi tentang RA Kartini Karya Penyair Ternama, Peringati Hari Kartini 21 April 2025

Artikel berikut menyajikan Kumpulan 10 Puisi tentang RA Kartini karya penyair  ternama, peringati Hari Kartini 21 April 2025. 

Penulis: Vanda Rosetiati | Editor: Vanda Rosetiati
GRAFIS TRIBUN SUMSEL
PUISI TENTANG RA KARTINI - Foto RA Kartini, pahlawan Nasional Indonesia.Hari kelahirannya 21 April diperingati sebagai Hari Kartini. Salah satu cara mengungkapkan kekaguman terhadap RA Kartini adalah melalui puisi.  

Dari Raden Ajeng Kartini untuk Maria Magdalena Pariyem

(Karya Joko Pinurbo)

Raden Ajeng Kartini terbatuk-batuk
di bawah cahaya lampu remang-remang.
Demam mulai merambat ke leher,
encok menyayat-nyayat punggung dan pinggang.
Dan angin pantai Jepara yang kering
berjingkat pelan di alis yang tenang;
di pelupuknya anak-anak kesunyian
ingin lelap berbaring, ingin teduh dan tenteram.

"Terimalah salam damaiku
lewat angin laut yang kencang, dinda.
Resah tengah kucoba.
Sepi kuasah dengan pena.
Kaudengarkah suara gamelan
tak putus-putusnya dilantunkan
di pendapa agung yang dijaga
tiang-tiang perkasa
hanya untuk mengalunkan
tembang-tembang lara?
Kaudengarkah juga
derap kereta di jauhan
datang melaju ke arah jantungku."

Kereta api hitam berderap membelah malam,
melintasi hamparan kelabu perkebunan tebu.
Kesedihan diangkut ke pabrik-pabrik gula,
di belakangnya perempuan-perempuan pemberani
berduyun-duyun mengusung matahari.

"Perahu-perahu kembara, dinda,
telah kulepas dari pantai Jepara.
Berlayarlah tahun-tahunku, mimpi-mimpiku
ke gugusan hijau pulau-pulau Nusantara.
Berlayarlah ke negeri-negeri jauh,
ke Nederland sana.
Seperti kukatakan pada Ny. Abendanon
dan Stella: ingin rasanya aku
menembus gerbang cakrawala."

Raden Ajeng Kartini terbatuk-batuk
di bawah cahaya lampu remang-remang.
Tangan masih menyurat di atas kertas.
Hati melemas pada berkas-berkas cemas.
Angin merambat lewat kain dan kebaya.
Dingin merayap hingga sanggulnya.
Dan anak-anak kesunyian bergelayutan
pada bulu matanya yang sayup,
yang mengungkai cahaya redup.

"Sering kubayangkan, dinda,
perempuan-perempuan perkasa
berbondong-bondong menyunggi matahari,
menggendong bukit-bukit tandus
di gugusan pegunungan seribu
menuju hingar-bingar pasar palawija
di keheningan langit Jogja.
Kubayangkan pula
ladang-ladang karang
dirambah, disiangi
kaki-kaki telanjang
dengan darah sepanjang zaman."

Kereta api hitam berderap membelah malam,
membangunkan si lelap dari tidur panjang.
Jari masih menulis bersama gerimis,
bersama angin dan kenangan.
Di telapak tangannya perahu-perahu dilayarkan
ke daratan-daratan hijau, negeri-negeri jauh
tak terjangkau.

"Badai, dinda,
badai menyerbu ke atas ranjang.
Kaudengarkah kini biduk mimpiku
sebentar lagi karam
di laut Rembang?"

Raden Ajeng Kartini terkantuk-kantuk
di bawah cahaya lampu remang-remang.
Demam membara, encok meruyak pula.
Dan sepasang alap-alap melesat
dari ujung pena yang luka.

1997


== Puisi tentang RA Kartini (5) ==

Sajak Kecil buat Kartini

(Karya Diah Hadaning)

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved