Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak

Bantah Dioplos, Ini Penjelasan Pertamina Soal Proses Pencampuran Pertamax di Depo, Injeksi Warna

Pertamina akhirnya memberikan penjelasan terkait tudingan pertamax oplosan pakai petinggi PT Pertamina Patra Niaga ditetapkan tersangka dalam korupsi

Editor: Moch Krisna
Dok Pertamina/Tribunnews.com
TERSANGKA KORUPSI PERTAMAX - (Kiri ke kanan atas) Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne; dan Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. (Kiri ke kanan bawah) Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; VP Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; dan Dirut PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi. Keenam petinggi Pertamina ini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina periode 2018-2023. Akibat perbuatan mereka, negara merugi hingga Rp193,7 triliun. 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Pertamina akhirnya memberikan penjelasan terkait tudingan pertamax oplosan pakai petinggi PT Pertamina Patra Niaga ditetapkan tersangka dalam korupsi tata kelola minyak mentah.

Melansir dari KompasTV, Jumat (28/2/2025) Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari menyatakan, proses yang dilakukan di terminal utama BBM adalah proses injeksi warna (dyes) sebagai pembeda produk agar mudah dikenali masyarakat.

Selain itu juga ada injeksi additive yang berfungsi untuk meningkatkan performance produk Pertamax.

"Jadi bukan pengoplosan atau mengubah RON. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas Pertamax," kata Heppy.

Ia pun menegaskan, kualitas Pertamax dipastikan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah yakni RON 92. Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina, lanjutnya, merupakan produk jadi yang sesuai dengan RON masing-masing, Pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax memiliki RON 92.

"Spesifikasi yang disalurkan ke masyarakat dari awal penerimaan produk di terminal Pertamina telah sesuai dengan ketentuan pemerintah,” ujarnya.

KILANG PERTAMINA : Kilang Pertamina Plaju berhasil melakukan efisiensi energi di Unit HVU II, salah satu plant primary process. Inovasi kesisteman dengan suplai bahan baku (hot feed) yang dilakukan di kilang ini berhasil menekan konsumsi bahan bakar untuk proses pengolahan, karena suhu feed (produk umpan) yang sudah tinggi, sehingga usaha pemanasan tambahan oleh furnace (unit pemanas) bisa dikurangi.
KILANG PERTAMINA : Kilang Pertamina Plaju berhasil melakukan efisiensi energi di Unit HVU II, salah satu plant primary process. Inovasi kesisteman dengan suplai bahan baku (hot feed) yang dilakukan di kilang ini berhasil menekan konsumsi bahan bakar untuk proses pengolahan, karena suhu feed (produk umpan) yang sudah tinggi, sehingga usaha pemanasan tambahan oleh furnace (unit pemanas) bisa dikurangi. (Istimewa)

Ia menyampaikan, Pertamina Patra Niaga melakukan prosedur dan pengawasan yang ketat dalam melaksanakan kegiatan Quality Control (QC). Distribusi BBM Pertamina juga diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

Heppy melanjutkan, Pertamina berkomitmen menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) untuk penyediaan produk yang dibutuhkan konsumen.

"Kami menaati prosedur untuk memastikan kualitas dan dalam distribusinya juga diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Migas,” ujarnya. 

Sebelumnya, Kejagung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

Ketujuh tersangka tersebut yakni Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shiping.

Kemudian AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International, MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

Lalu ⁠DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan ⁠GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.

Kejagung mengungkapkan, pada 2018-2023, untuk pemenuhan kebutuhan minyak mentah seharusnya wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.

"Pertamina wajib mencari pasokan dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan mengimpor, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar dalam konferensi pers, Senin (24/2/2025).

Namun, berdasarkan fakta penyidikan, tersangka RS, SDS, dan AP melakukan pengkondisian dalam rapat optimalisasi hilir sebagai dasar menurunkan produksi kilang.

Hal itu membuat produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya, dan pada akhirnya pemenuhannya dilakukan dengan cara impor.

"Saat produksi kilang sengaja diturunkan, minyak mentah produksi dalam negeri dari KKKS sengaja ditolak dengan alasan produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis," tegasnya seperti dikutip dari Kompas.tv.

"Padahal harga yang ditawarkan oleh KKKS masih masuk range (kisaran, red) harga HPS," ujarnya.

Alasan kedua, lanjutnya, produksi minyak mentah KKKS ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dengan spek. Namun faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai spek kilang dan dapat diolah atau dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya.

"Pada saat minyak mentah dalam negeri oleh pihak KKKS itu ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar agar minyak tersebut harus diekspor ke luar negeri," ucapnya.

"Jadi bagian KKKS tadi karena ditolak dengan alasan sesuai dengan spek, harganya tidak sesuai dengan HPS, maka secara otomatis bagian KKKS harus diekspor ke luar negeri," ujar Qohar.

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.

Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri, terdapat perbedaan harga yang sangat tinggi atau sangat signifikan.

"Pada saat KKKS mengekspor bagian minyaknya karena tidak dibeli oleh PT Pertamina, pada saat yang sama PT Pertamina mengimpor minyak mentah dan produk kilang," katanya.

"Selanjutnya untuk kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya permufakaan jahat mens rea antara penyelenggara negara yaitu tersangka SDS, AP, RS, dan YF bersama dengan broker yaitu tersangka MK, DW dan GRJ sebelum dilaksanakan dengan kesepakatan harga yang sudah diatur," jelasnya.

Hal itu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.

"Permufakatan tersebut, diwujudkan dengan adanya tindakan (actus reus) pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang," ungkapnya.

"Sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (Spot) yang tidak memenuhi persyaratan," ucapnya.

Qohar mengungkapkan peran ketujuh tersangka dalam kasus tersebut. Tersangka RS, SDS, dan AP diduga memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.

Sementara tersangka DM dan GRJ diduga melakukan komunikasi dengan AP untuk dapat memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor minyak mentah dan dari RS untuk impor produk kilang.

"Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan," ujarnya.

Sementara tersangka YF diduga melakukan mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan. Hal itu membuat negara mengeluarkan fee sebesar 13 sampai 15 persen secara melawan hukum, sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

"Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Indeks Pasar) BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi, sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN," jelasnya.

(*)

Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved