Berita Viral
Ayahnya Pensiunan ASN, Ini Alasan Hanifah Siswi di Cirebon Dapat Bantuan PIP, Bongkar Dugaan Pungli
Hanifah Kaliyah Ariij, siswi SMAN 7 Cirebon mengaku masih mendapatkan bantuan dana PIP (Program Indonesia Pintar) meski ayahnya seorang pensiunan ASN
Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Kharisma Tri Saputra
TRIBUNSUMSEL.COM - Hanifah Kaliyah Ariij, siswi SMAN 7 Cirebon mengaku masih mendapatkan bantuan dana PIP (Program Indonesia Pintar).
Kepada Dedi Mulyadi, Hanifah mengaku putri dari Sumardani, pensiunan ASN Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan ibunya seorang ibu rumah tangga.
Kakak-kakak Hanifah sudah kuliah dan bekerja.
Baca juga: Pekerjaan Orang Tua Hanifah, Siswi Bongkar Dugaan Pungli Dana PIP ke Dedi Mulyadi, Pensiunan ASN
Dikatakan Hanifah, meski dirinya merupakan anak dari seorang pensiunan ASN, namun ia mendapatkan bantuan uang PIP.
Hal tersebut pun membuat Gubernur terpilih Jabar itu terheran-heran.
Pasalnya, PIP hanya untuk siswa miskin dan rentan miskin bukan anak pensiunan ASN.
Dedi menjelaskan bahwa warga masuk kategori miskin jika per harinya kadang dapat Rp 50.000 atau tidak dapat uang.
Hanifah sendiri sudah menolak, namun pihak sekolah mengatakan bahwa semua siswa harus menerima.
Hanifah menjawab bahwa ia dan keluarganya termasuk keluarga sederhana.
"Kok anak ASN bisa dapat PIP ya?," tanya Dedi Mulyadi ke Hanifah, di Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel.
"Itu program untuk keluarga miskin. Kamu di rumah masuk kategori miskin enggak?" kata Dedi lagi.
"Kita udah nolak, cuma katanya harus tetap menerima," jawab Hanifah.
Baca juga: Sosok Hanifah Pelajar Berani Bongkar Pungli Dana PIP ke Dedi Mulyadi, Akui Tak Takut Viral
Meski anak pensiunan ASN, Hanifah rupanya sempat menunggak SPP yang dikenakan sebesar Rp200 ribu.
"Kalau aku dipakai untuk lunasin tunggakan SPP, karena bundanya belum bisa bayar waktu itu. Dibayarin sama bantuan PIP, sisanya buat lunasin year book sama graduation," kata Hanifah.
Kemudian Dedi Mulyadi pun menanyakan uang jajan Hanifah sehari-hari.
Hanifah mengaku sehari-hari diberi uang saku Rp20 ribu.
Namun uang tersebut tak sepenuhnya dihabiskan, melainkan disisihkannya untuk membayar sumbangan.
"Uang LKS Rp300 ribuan ke atas. Kelas 10 juga kita ada sumbangan masjid, seharusnya kan seikhlasnya tapi dipatoki Rp150 ribu," kata Hanifah.
Menurut Hanifah, di sekolahnya itu, hampir semua siswa yang tidak mendapat Kartu Indonesia Pintar (KIP), akan mendapat PIP.
Ternyata, ayah Hanifah menaruh kekhawatiran terhadap anaknya yang viral menyuarakan soal dugaan pungli di sekolah.
Hanifah mengaku sempat diwanti-wanti oleh sang ayah karena khawatir akan berimbas dengan nilainya di sekolah.
"Orang tua di rumah nanyain, nanya aja (katanya) 'hati-hati kamu, takut ada oknum yang jahat sama kamu, takut guru-guru nurunin nilai kamu'," akui Hanifah kepada Dedi Mulyadi.
Hanifah menjelaskan bahwa karena hal ini tidak ada salahnya dilaporkan.
Ia juga mengaku membongkar laporan pungli tersebut dengan ucapan yang sopan.
Beberkan Dugaan Pungli
Adapun awalnya beredar video dua siswi SMA yang mencegat Dedi Mulyadi saat berkunjung ke sekolahnya di SMAN 7 Cirebon viral di media sosial.
Mereka melaporkan berbagai pungutan di sekolahnya mulai dari SPP, uang bangunan, sumbangan untuk masjid, hingga potongan dana bantuan PIP (Program Indonesia Pintar).
"Ini adalah anak Jawa Barat yang punya daya kritis dan yang seperti ini dibutuhkan oleh bangsa. (Memiliki) daya kritis, objektif, tidak fitnah. Namanya siapa?," tutur Dedi kepada siswi tersebut, dikutip dari Instagram @dedimulyadi71, Senin (10/1/2025).
"Namanya Hanifah, Pak," tutur siswi tersebut menjawab pertanyaan Dedi.
Lebih lanjut, Dedi bertanya, hal apa yang membuat dua siswi ini berani berbicara.
“Apa yang membuat kamu kok berani sih ngomong depan kamera loh, viral di hampir semua media loh. (Konten) saya tayang, setelah orang ramai di mana-mana, apa yang buat kamu berani?” tanya Dedi.
Keberaniannya membongkar adanya pemotongan PIP di sekolahnya adalah untuk memperjuangkan nasib teman-temannya yang miskin di sekolah.
Terlebih saat ini ada masalah PDSS dan SNBP.
"Kalo saya ga speak up, kasian adik kelas saya. Awalnya kan bicara PDSS SNBT. Terus saya denger sudah ga boleh ada SPP, uang bangunan (dan pungutan lain). Jadi (saya berfikir) kalo saya speak up, ga ada salahnya," jawab Hanifah.
"Kita kasihan sama temen yang bener-bener miskin, butuh, yatim piatu, sedangkan buku tabungan, ATM ditahan sama sekolah," ujar Hanifah lagi.
Hanifah sendiri tak menampik jika kedua orang tuanya sering mewanti-wantinya agar tidak terlalu vokal bersuara.
Hanifah membeberkan bahwa uang PIP dipakai untuk melunasi tunggakan SPP, sehingga diambil pihak sekolah.
"Rp 1,8 juta dipotong Rp 250.000, sisanya Rp 1.550.000. Habis itu setengahnya untuk melunasi SPP, sisanya dibalikin (ke siswa) tapi dikirim bukan lewat rekening yang ditahan sekolah, tapi lewat rekening pribadinya pihak sekolah," jelas Hanifah.
Kemudian soal uang PIP yang dipotong Rp 200 ribu, menurut dia, uang itu bukan untuk sekolah, melainkan untuk partai politik.
"PIP kita yang diambil. Harusnya kan tiap siswa dapat Rp1,8 juta. Tapi ternyata kita itu diambil Rp250 ribu untuk partai. Kita ke bank, di depan pintu ada guru dari TU buat ambil buku tabungan, pin, sama kartu kita. Angkatan kita juga dimintai uang gedung Rp6,4 juta. Sebelumnya kita dimintai Rp8,7 juta, orang tua enggak terima kalau kita harus bayar Rp8 juta. SPP kita tiap bulan Rp200 ribu," ungkap Hanifah.
Hanifah membongkar hal ini agar adik kelasnya tidak mengalami apa yang ia rasakan.
Ia juga berharap ke depannya, PIP ini diberikan untuk siswa yang benar-benar tidak mampu.
Pasalnya, setelah ia telusuri dan datangi ke rumahnya, ternyata teman Hanifah tersebut sering tidak bersekolah karena harus membantu neneknya.
"Ada (teman) yang enggak masuk berbulan-bulan karena tidak punya ongkos ke sekolah. Kalau ke sekolah dipanggil terus buat SPP, akhirnya minder ke sekolah. Dapat intimidasi dari guru, suka dibilangin 'kenapa sih kamu malas sekolah'," cerita Hanifah.
"(Pasha) dulu kelas 10 dia agak susah, aku disuruh nyamperin, jadi bukan wali kelas yang nyamperin tapi aku. Ternyata dia (Pasha) emang bantuin neneknya (sehingga susah sekolah)," sambungnya.
Menurut Hanifah, pihak sekolah baru aktif mencari solusi setelah viral di media sosial.
"Pihak sekolah baru benar-benar geraknya tuh ya pas pada saat genting baru viral gitu loh. Dari kemarin mana, enggak ada," kata dia.
Karena keberaniannya itu, Dedi Mulyadi langsung mengonfirmasi kebenarannya kepada pihak sekolah.
Pihak sekolah pun mengaku memungut SPP Rp 200 ribu karena memiliki banyak utang.
"Itu tuh mungkin karena kita banyak utang pak, pembangunan," kata Wakasek Humas SMAN 7 Cirebon Undang Ahmad Hidayat, di Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel.
Tak cuma netizen biasa, politikus sekaligus aktivis viral asal Bogor, Ronald Aristone Sinaga alias Bro Ron juga menyoroti kasus yang diungkap Hanifah.
Bro Ron mengancam bakal turun tangan ke SMAN 7 Cirebon jika polemik tersebut tak terselesaikan.
Untuk diketahui, Bro Ron belakangan memang aktif membongkar kasus yang berkaitan dengan dugaan pungli serta pemotongan dana PIP.
(*)
Baca beritablainnya di google news
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com
| Pria di Sragen Robohkan Rumah Usai Istri Selingkuh dengan Teman Baiknya , Lihat Rekaman CCTV |
|
|---|
| Sosok Irjen Whisnu Kapolda Sumut Menangis usai 3 Anggotanya Diduga Mabuk Tabrak Wanita hingga Kritis |
|
|---|
| VIDEO Anggota DPRD Sumut Lempar Batu ke Pendemo, Emosi Diteriaki Bukan Jalan Nenek Moyangmu |
|
|---|
| Penghasilan Baru Melda Safitri usai Viral Diceraikan Suami Lolos PPPK, Raup Rp233 juta Seminggu |
|
|---|
| Disaksikan Ayah, Pilu Bocah 8 Tahun di Pekanbaru Diinjak Gajah Sumatera, Kini Korban Meninggal |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.