Berita Viral

Ini Kata Mensos Gus Ipul Soal Kasus Hukum Agus Buntung, Pastikan Penanganan Hukum Sesuai Prosedur

Kasus Agus Buntung tersangka pelecehan mahasiswai di Nusa Tenggara Barat (NTB) turut jadi perhatian Menteri Sosial (Mensos) RI Saifullah Yusuf.

Editor: Moch Krisna
instagram/gusipul_id
Gus Ipul Mensos RI Datangi Polda NTB 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Kasus Agus Buntung tersangka pelecehan mahasiswai di Nusa Tenggara Barat (NTB) turut jadi perhatian Menteri Sosial (Mensos) RI Saifullah Yusuf.

Adapun Mensos Gus Ipul  mengunjungi Polda NTB untuk memastikan pelayanan penanganan hukum bagi penyandang disabilitas sesuai prosedur.

Melansir dari Tribunlombok.com, Gus Ipul mengatakan dia bertemu dengan tersangka Agus sembari menanyakan kabar.

"Saya hanya ketemu sepintas tidak ada dialog secara khusus, saya tanya kondisinya apakah baik-baik saja, dia jawab baik-baik saja," kata Gus Ipul, Senin (9/12/2024).

Gus Ipul juga berdiskusi dengan pengacara Agus.

Kepada Gus Ipul, pengacaranya Agus menilai Polda NTB sudah memberikan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan bagi penyandang disabilitas.

Seorang pria penyandang disabilitas tak memiliki tangan berinisial IWAS alias Agus Buntung (21) jadi tersangka pelecehan seksual fisik ke mahasiswa, korbannya terus bertambah.
Seorang pria penyandang disabilitas tak memiliki tangan berinisial IWAS alias Agus Buntung (21) jadi tersangka pelecehan seksual fisik ke mahasiswa, korbannya terus bertambah. (Youtube Official iNews/ist)

"Mulai dari lobby, SPKT, fasilitas lain seperti toilet itu memerlukan layanan khusus. Itu harus diperhatikan," kata Gus Ipul.

Saifullah mengapresiasi Polda NTB yang sudah membuat Surat Keputusan Kapolda terkait penanganan disabilitas yang berhadapan dengan hukum.

Polda NTB memastikan akomodasi yang layak bagi tersangka disabilitas.

"Beliau (Kapolda NTB) sudah mempunyai pedoman bagaimana melayani penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum," sebut Gus Ipul.

Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan penetapan Agus sebagai tahanan rumah menjadi wujud pelayanan terhadap difabel.

"Kenapa kita lakukan itu karena kita di Polda rumah tahanan kita terbatas, kita melakukan tahanan rumah untuk memastikan hak-hak pelaku itu sendiri," kata Syarif.

Agus Buntung ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal 6C UU Nomor 12/2020 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Agus diduga melecehkan seorang perempuan di kamar homestay di Mataram pada 7 Oktober 2024. 

Modusnya, korban diminta mengantar Agus ke kampus namun tujuan beralih ke homestay. 

Sebelum melecehkan, Agus mengancam akan melaporkan perbuatan korban dengan mantan kekasih. 

Selanjutnya korban menuruti arahan Agus dengan membuka pakaiannya. 

Agus yang tidak memiliki tangan sejak kecil ini lalu melucuti celana legging dan celana dalam korban menggunakan kedua kakinya sebelum melakukan tindakan pelecehan.

13 Orang Jadi Korban

Kasus pelecehan menjerat I Wayan Agus Suartama alias Agus (21) di NTB Kini berbuntut panjang.

Setelah Agus ditetapkan tersangka, kini ada 13 orang perempuan ikut melaporkan lantaran turut jadi korban.

Mirisnya dari 13 orang perempuan tersebut ternyata ada anak yang masih dibawa umur.

Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) Nusa Tenggara Barat (NTB) Joko Jumadi, Selasa (3/12/2024).

Joko menyebut 10 orang melaporkan kekerasan seksual yang diduga dilakukan IWAS kepada KDD NTB.

Menurutnya, tiga di antara 10 pelapor masih berusia anak.

"Dari yang sudah di-BAP (berita acara pemeriksaan) di penyidikan kepolisian itu tiga orang, ditambah yang baru sampaikan ke kami itu 10 orang, jadi totalnya 13 orang," kata Joko.

Mengenai korban anak, ia menyebut pihaknya telah menyerahkan penanganan laporan kepada Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram. 

IWAS pun berpeluang dikenakan pasal tambahan sehubungan kekerasan seksual terhadap anak.

"Apakah nanti ini akan masuk satu perkara atau laporan baru, ini yang masih jadi persoalan. Kalau yang berstatus anak-anak, kemungkinan akan ada laporan baru karena pasal yang diancamkan berbeda," kata Joko.

"Kalau memang nantinya (korban usia anak) sudah siap (melaporkan), kami akan bantu koordinasikan dengan Polda NTB," sambungnya.

Modus Agus

Joko menyebut kekerasan seksual yang diduga dilakukan IWAS pertama terjadi seawalnya pada 2022 dengan korban satu anak. Kasus-kasus yang lain disebut terjadi pada tahun 2024.

Dia menambahkan, berdasarkan keterangan korban, IWAS melakukan kekerasan seksual dengan modus komunikasi verbal yang dapat memengaruhi psikis.

"Untuk yang anak-anak tiga orang, itu modusnya dipacarin. Apakah sudah disetubuhi atau tidak? Wallahualam," kata Joko.

 Seorang pria penyandang disabilitas tak memiliki tangan berinisial IWAS alias Agus (21), dituduh melakukan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi (Youtube Official iNews)
Tak hanya itu, Joko juga mendengar isu ada satu korban Agus yang diduga sampai hamil.

"Itu satu korban anak yang kami belum bisa konfirmasi, kami belum bisa menemukan korbannya (ada korban anak isunya dihamili Agus)," sambungnya.

Perihal jenis pelecehan yang dilakukan Agus, Joko blak-blakan.

Para korban mengurai nasib pilu yang dialami.

"Ada yang memang sampai persetubuhan, ada juga yang baru proses percobaan (pelecehan). Ada yang sudah sampai dibawa ke homestay kemudian korbannya lari. Tapi memang ada yang sampai tahap pelecehan seksual fisik paripurna artinya persetubuhan," kata Joko Jumadi.

"Korban menyampaikan, semuanya modusnya sama, (pelaku) memanipulasi keadaan. Yakni mengambil informasi dari korban, kemudian informasi yang sifatnya rahasia dan keadaan tertentu dari korban yang bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk itu (pengancaman guna pelecehan)," sambungnya.

Pengakuan Korban 

Pendamping korban dari Komunitas Senyumpuan, Ade Lativa Fitri mengungkapkan informasi dari pihak mahasiswi yang menjadi korban Agus Buntung.

Korban kekerasan seksual, kata Ade, tidak mengenal pelaku.

Keduanya juga belum pernah bertemu sebelum kejadian itu terjadi.

"Jadi benar-benar (baru pertama kali) bertemu di Taman Udayana, si korban sedang nongkrong-nongkrong mencari udara segar, tiba-tiba dihampiri si pelaku ini," tutur Ade dilansir dari Tribun Lombok, Minggu (1/12/2024).

Dijelaskan Ade, pertemuan keduanya berjalan normal.

Pelaku awalnya mengajak si korban ngobrol dan berkenalan.

"Tapi kemudian ada satu momen, dimana si pelaku ini dengan sengaja mengarahkan korban agar melihat ke satu arah, ke arah utara dari tempat duduk korban."

"Dimana di arah utara itu ternyata ada sepasang kekasih yang sedang melakukan aktivitas seksual," jelas Ade.

Korban yang melihat lantas kaget dan tiba-tiba menangis.

Pelaku yang melihat kondisi korban lantas mengajak pindah tempat untuk mendengarkan curhatan korban.

"Akhirnya korban ketakutan dan dia menangis. Nangisnya korban itu kemudian dijadikan sebagai cara si pelaku untuk membawa korban berpindah tempat."

"Jadi yang awalnya ngobrol di bagian depan (jogging track) di pinggir jalan banget, akhirnya diajak pindah ke belakang yang sepi tidak ada orang, tidak ada cctv," jelas Ade.

Dalam perjalanan ke bagian belakang, pelaku mulai menanyakan hubungan korban dengan mantan-mantannya.

"Kamu pernah ya melakukan ini, makanya kamu nangis ya, bla..bla..gitu," kata Ade, menirukan perkataan pelaku untuk mengintimidasi korban.

Pelaku memanfaatkan masa lalu korban untuk mengulik personal si korban.

Korban mulai merasa sedang dicari tahu kelemahannya dan diintimidasi. 

"Sampai akhirnya si pelaku (tersangka) bilang ke korban, kamu harus mensucikan diri dari dosa-dosamu di masa lalu dengan cara kamu harus mandi bersih," ungkap Ade, dari pengakuan korban.

Korban saat itu sempat menolak untuk melakukan ajakan mandi bersih.

Namun, pelaku mengancam korban dengan ancaman akan menyebarkan aib korban kepada semua orang. 

"Dia (tersangka) bilang, kamu itu sudah terikat sekarang sama saya, saya sudah tahu segala hal tentang kamu, saya akan laporkan semua itu ke orang tuamu," demikian ancaman pelaku ke korban.

Korban saat itu dalam kondisi tidak stabil pikirannya tambah ketakutan, sehingga korban terpaksa mengikuti permintaan pelaku. 

"Akhirnya korban yang sedang dalam kondisi banyak pikiran merasa ketakutan dengan ancaman pelaku, akhirnya mengiyakan ajak pelaku dibawa ke homestay dengan dalih untuk membersihkan diri," ungkap Ade.

Korban mengakui homestay tersebut dibayar sendiri oleh korban dalam kondisi terancam dan disuruh oleh tersangka. 

"Bukan secara sukarela memberi uang untuk membayar homestay, korban mengaku ketakutan, karena jika kabur korban pasti dikejar karena ada interaksi pemilik homestay dengan si pelaku," ujar Ade.

Akhirnya di homestay tersebut, tersangka melancarkan aksinya merudapaksa korban yang saat itu dalam kondisi tertekan dan terancam.  

Korban, lanjut Ade, saat itu dalam posisi tidak bisa berbuat apa-apa karena secara psikologis tertekan.

Bahkan sampai saat ini korban masih merasa tertekan lantaran kesulitan melawan logika publik, di mana publik menyakini seorang disabilitas tidak bisa melakukan kejahatan seksual.

Lebih parahnya lagi, korban yang melapor ke pihak berwajib justru menjadi sasaran karena dianggap dia yang bersalah.

Korban pun sampai menutup akun media sosialnya karena tidak ingin mendengar hal-hal yang akan membuatnya semakin disalahkan. 

"Korban saat ini hanya ingin ada orang yang percaya sama dirinya," ujar Ade, selaku pendamping.

(*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved