Hari Santri Nasional

Kumpulan Puisi Hari Santri Nasional 2024 Menarik dan Menyentuh Hati Untuk Referensi Lomba di Sekolah

Salah satu lomba yang tak boleh dilewatkan saat memperingati Hari Santri Nasional 2024 adalah lomba membaca puisi. Berikut akan Tribunsumsel sajikan

Tribunsumsel.com
Kumpulan Puisi Hari Santri Nasional 2024 Menarik dan Menyentuh Hati Untuk Referensi Lomba di Sekolah 

TRIBUNSUMSEL.COM - Artikel kali ini akan menyajikan kumpulan teks puisi bertemakan Hari Santri Nasional 2024.

Sebentar lagi masyarakat Indonesia, khususnya para santri akan menyambut peringatan Hari Santri Nasional, tepatnya pada hari Selasa, 22 Oktober 2024 mendatang.

Saat memperingati Hari Santri Nasional, biasanya akan dilaksanakan berbagai kegiatan, mulai dari kegiatan keagamaan hingga lomba yang seru dan menarik.

Salah satu lomba yang tak boleh dilewatkan saat memperingati Hari Santri Nasional 2024 adalah lomba membaca puisi.

Berikut akan Tribunsumsel sajikan kumpulan teks puisi bertemakan Hari Santri Nasional 2024, pilihan terbaik untuk referensi.

___________

Kumpulan Puisi Hari Santri Nasional 2024

Puisi 1 : Perjuangan Santri
Karya Ahmad Zaini

Alam bersaksi
Semangat perjuangan
Dikobarkan dari bilik santri

Hati terbuka
Kaki melangkah
Tangan mengepal
Mengangkat senjata

Mulut bertakbir
Demi kebenaran
Mengikis habis
Antek penjajah

Yang mencengkeram kedaulatan bangsa
Air mata, keringat, dan darah
Menetes di medan perang
Nyawa syuhada

Menjadi kekuatan
Memukul mundur penjajah
Hingga bangsa ini terbebas
Dari cengkeraman para serdadu asing

Alam bersaksi
Santri di garda depan
Bersama rakyat
Merebut kemerdekaan

Puisi 2: Kesejatian Santri
Karya Ahmad Zaini

Santri punya nilai dan makna
Dalam sendi-sendi kehidupan
Santri bukan sekadar identitas
Santri bukan jargon semata

Ada nilai di setiap ucapan
Ada uswah hasanah dalam perilaku
Ada tuntunan di setiap hembus nafasnya
Santri panji beragama

Bersosial, dan bernegara
Santri simbol keselarasan hidup
Duniawi dan ukhrawi
Tanamkan kesantrian

Dalam berperilaku
Sematkan kesantrian
Dalam kehidupan

Agar cahaya ilahi
Senantiasa menerangi hati

Puisi 3: Purnama di Separuh Bulan
Karya Ahmad Zaini

Dari balik dampar santri mengaji
Mengurai kata dan makna kitab kuning
Ilmu diendapkan dan ditirakati
Agar cahaya yang dipancarkan suci

Setiap malam santri bermunajat
Sebagai media pengakuan dosa dan khilaf
Serta permohonan

Mata terjaga
Jemari memutar tasbih
Mulut mengucap kalimat thayyibah
Agar jiwanya semakin dekat kepada Allah

Ketika santri berada di tengah masyarakat
Santri tidak berdiam diri
Mengamalkan ilmu
Perjuangan membangun nilai-nilai ilahi

Mengangkat martabat kemanusiaan
Agar menjadi manusia sejati
Santri penghias kehidupan
Laksana purnama
Di separuh bulan

Puisi 4: Perjuangan Seorang Santri
Karya Lulu Zinatul Mila

Kala hujan tak kunjung reda
Kala gelap tak kunjung reda
Berbaur sunyi dan rindu yang mencekam
Lembayung merah pun mengusir rasa hampa

Dalam sujud ku berdoa
Setiap harapan
Setiap dambaan
Yang ada dalam hatiku
Semoga menjadi sebuah kenyataan
Atas segala sesuatu yang aku kerjakan

Ayah... ibu...
Aku menyayangimu
Aku mencintaimu...
Aku sangat merindukanmu

Sejak kecil aku selalu bersamamu
Aku selalu dinasihati olehmu
Aku selalu dibimbing olehmu
Aku selalu dirawat olehmu

Tapi berbeda dengan kini
Disini aku belajar memimpin diri sendiri
Disini aku belajar mandiri agar menjadi yang lebih baik
Disini aku belajar menuntut ilmu
Dan disinilah aku membentuk jati diri

Menyongsong mimpi
Pergi dari zona nyaman
Bertatih ku untuk melangkah
Demi cita cita yang ku impikan

Semangat juang yang tak pernah lara
Yang setiap harinya hidup mandiri
Hidup yang jauh dari pantauan orang tua
Merasakan pahit getirnya dalam mencari ilmu

Tetap sabar walaupun sukar
Jalani dengan tegar
Karena pahala dan hasil tidak akan pernah tertukar
Jalani, nikmati dan syukuri

Tidak ada kesuksesan tanpa perjuangan
Dan tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan
Ilmu itu cahaya
Bodoh itu bahaya

#Puisi 5: Pejuang Berpeci
Oleh: Dee Kayisna

Kala tentara berseragam
Tak lagi mampu berjuang
Pasukan bersarung, pejuang berpeci
Maju merapatkan barisan

Menghadang, menghalau penjajah
Turut berjuang demi Indonesia merdeka
Walau merelakan nyawa
Sebagai taruhannya

Sungguh kuasa Ilahi
Meski tanpa senjata berapi
Dengan bambu runcingnya
Mereka tersaruk berusaha menumbangkan lawan

Pejuang berpeci
22 oktober menjadi saksi
Atas keberhasilan santri
Dan merdekanya negeri

#Puisi 6: Taman-taman Hidayah
Oleh: Khansa Kurnia

Aku bagai dedaunan yang terbang tertiup angin
Pergi tanpa arah, tak tahu lagi ke mana harus melangkah
Kadang tertawan lelah, lalu goyah dan mulai patah
Namun Rabbku tak pernah lelah untuk memberiku
sebuah hidayah

Aku bagai ilalang yang hilang tertiup angin, perlahan
kering dan layu

Lalu Rabbku menemukanku, memberiku rintik hujan
Membuatku kembali tumbuh dan menghijau
Rintik hujan itu bernama hidayah

Aku laksana rembulan yang kehilangan purnamanya,
kelam dan suram

Lalu Rabbku menyelamatkanku dengan cahaya terang
Hingga rembulan itu kini kembali cemerlang

Cahaya itu bernama hidayah Al Qur'an dan sunnah
Hidayah itu, laksana hujan di tengah kemarau yang
panjang

Menghidupkan hati-hati yang hampir mati kekeringan
Laksana deburan ombak di lautan

Meluluhkan hati-hati yang keras bagai karang
Akulah dedaunan kering yang terbang tertiup angin
Lalu jatuh perlahan dalam taman-taman yang indah

Taman yang penuh kesejukan
Taman yang tanpa kegersangan
Aku menyebutnya taman-taman hidayah

Puisi 7: Pamitku untuk Menuntut Ilmu
Oleh: Ozy V. Alandika

Fajar belum lama menyapa, tapi ternyata koperku sudah penuh.

Sejumput pakaian kubawa pergi. Sedangkan ransel ini penuh dengan catatan kosong tanpa isi.

Akan kujadikan buku catatan ilmu saat di pesantren nanti.
Al-Quran, hadis, kitab kuning, Ihya Ulumuddin, Bahasa Arab. Lalu...apa lagi.

Aku sudah siap meninggalkan ramainya ruang keluarga.
Ayah dan Bunda sudah menyiapkan sekarpet telur dan berkardus-kardus mie. Aku sudah siap untuk pergi.
Berpisah sementara untuk mengetuk pintu Ilahi.
Mengenakan sarung, tampil dengan rapi. Bukan tentang tampan dan cantik, tapi kerendahan hati.

Ayah dan Bunda;

Pamitku hari ini adalah untuk menuntut ilmu. Sapu tangan sudah kepalang basah tetapi aku tidak sedih.
Aku yakin akan bahagia belajar Nahwu Shorof. Ayah dan Bunda pasti bangga ketika aku mampu membaca huruf gundul.

Pamitku hari ini untuk menuntut ilmu. Di tempat yang sederhana.
Penuh berkah. Penuh ilmu. Juga tuntutan adab seraya berakhlak mulia.

Ayah dan Bunda;

Aku memohon doa dan ridho Allah dari kedua tengadah tangan kalian.
Bukan sekadar ilmu kaya badan, tapi juga ilmu kaya hati.
Tiada lain ialah sebagai bekal supaya kita bisa bersama-sama di surga. Nanti.

**

Artikel lainnya di google news.

Ikuti dan bergabung disaluran WhatsApp Tribunsumsel

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved