Seputar Islam

Perempuan Bekerja Jadi Tulang Punggung Keluarga, Islam Menghargai dan Membolehkan ini Dalilnya

Kesimpulan lainnya yang bisa dipetik dari hadits adalah harta istri seperti gaji karena ia bekerja adalah miliknya, bukan milik suami

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
GRAFIS TRIBUNSUMSEL/LISMA
Perempuan Bekerja Jadi Tulang Punggung Keluarga, Islam Menghargai dan Membolehkan ini Dalilnya 

TRIBUNSUMSEL.COM --Perempuan Bekerja Jadi Tulang Punggung Keluarga, Islam Menghargai dan Membolehkan ini Dalilnya.

Jelaskan hukum perempuan bekerja menurut pandangan Islam. Termasuk perempuan yang telah menikah dan menjadi tulang punggung keluarga.

Mencari nafkah bagi perempuan pada masa Rasulullah SAW sejatinya bukanlah suatu hal yang tabu.

Mencari nafkah memang merupakan kewajiban suami atau ayah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, meskipun sang istri kaya atau miskin.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Mawardi dalam kitab al-Hawi ak-Kabir fi Fiqh Madzhab al-Imam al-Syafi’i. Karena itu ketika seorang istri atau anak perempuan menjadi tulang punggung bagi keluarga, hal tersebut terhitung sebagai pahala yang mengalir untuknya.

Dikutip dari bincangmuslimah.com, 

Dari Zainab, istri Abdullah ra saya pernah berada di masjid mendengar Rasulullah SAW memberi nasehat, “Bersedekahlah walaupun dengan perhiasan yang kamu pakai.”

Zainab sendiri justru yang memberikan nafkah kepada suaminya, Abdullah dan anak-anak yatim yang diasuhnya. Ia meminta suaminya, Abdullah; tanyakanlah kepada Rasulullah apakah ketika saya memberi nafkah untuk dan anak-anak yatim yang di asuhanku dapat dianggap sebagai sedekah?”. Kamu saja sendiri yang bertanya ke Rasulullah,” jawabnya.

Akhirnya aku datang sendiri ke Rasulullah SAW, dan di pintu, saya bertemu dengan seorang perempuan yang juga memiliki keperluan yang sama.

Kami bertemu Bilal dan memintanya untuk menanyakan kepada Rasulullah, “Apakah saya cukup berzakat atau bersedekah dengan menafkahkan harta saya untuk suami saya dan anak-anak yatim yang di asuhanku?” kami berpesan kepada Bilal agar tidak membuka identitas kami ke Rasulullah.

Bilal masuk dan mengutarakan persoalan kami. “Siapa yang bertanya,” kata beliau, “Zainab” jawab Bilal. “Zainab yang mana?” tanya Rasul lagi. “Zainab istri Abdullah,” akhirnya Bilal berujar. Rasulullah SAW lalu bersabda, “Ya, ia memperoleh dua pahala, pahala kekerabatan dan pahala zakat.” (HR. Bukhari & Muslim)

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan selain menafkahi suaminya, Zainab juga merawat anak dari saudara laki-laki dan saudara perempuannya yang yatim. Atas apa yang dilakukannya,

Zainab mendapatkan keutamaan dua pahala, pahala kekerabatan atau silaturahim dan pahala sedekah atau zakat. Berdasarkan hadis ini pula, dalam madzhab syafi’iyah seorang perempuan boleh memberikan zakatnya untuk suaminya, ini juga pendapat Abu Hanifah, At-Tsauri, dan salah satu riwayat dari Malik dan Ahmad bin Hanbal.

Sebagaimana amal-amal baik yang lainnya, memberi nafkah suami dan keluarga meskipun pada dasarnya bukan merupakan kewajiban istri, juga menjadi sebuah pahala.

Teks hadis ini adalah catatan yang merekam sejarah perempuan yang bekerja untuk memberi nafkah pada keluarganya pada masa Rasulullah SAW. Pada masa itu, perempuan yang bekerja di luar tanggungjawab domestik adalah sebuah fakta.

Dr. Faqihuddin dalam buku 60 Hadis Hak-hak Perempuan dalam Islam menyatakan bahwa hadis ini menunjukkan perempuan memiliki peran dalam tanggung jawab ekonomi terhadap keluarga, sehingga seharusnya tanggung jawab domestik juga menjadi tanggung jawab bersama antara suami dan istri.

Jika pada masa lalu mencari nafkah dibebankan kepada laki-laki dalam Islam karena mereka yang biasanya lebih mudah memperoleh pekerjaan dalam banyak kebudayaan, mereka secara fisik juga dianggap lebih memungkinkan untuk bekerja di luar pada masa dahulu kala.

Gaji Istri Miliknya Bukan Milik Suami

Dikutip dari rumaysho.com, Istri dibolehkan memanfaatkan hartanya sendiri walaupun ia memiliki suami. Hal ini berbeda dengan pendapat sebagian ulama yang menyatakan bahwa istri mesti meminta izin suami ketika ingin memanfaatkan atau membelanjakan hartanya.

Hadits ini menunjukkan bolehnya wanita memanfaatkan hartanya sekehendaknya.
Jika suami mengambil gaji istri tanpa izin atau dengan cara memaksa, maka termasuk dalam tindakan zalim. Suami tidak halal mengambil gaji istrinya di mana istrinya mendapatkan gaji karena sebagai guru di sekolah atau punya pekerjaan khusus bagi wanita di sekolah.

Ada suami yang bertindak mengambil gaji istri dengan paksa baik diambil seluruhnya atau sebagian besarnya. Padahal tidak halal bagi suami mengambil harta tersebut selamanya dan yang ia ambil dihukumi haram. Hanya dibolehkan untuk diambil atas keridhaan istri. Tidak boleh suami memaksanya sampai mengancam dengan kalimat talak jika tidak diberi.


Hal ini berdasarkan penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam Fath Dzi Al-Jalal wa Al-Ikram, 6:263-264.

Kesimpulan lainnya yang bisa dipetik dari hadits adalah harta istri seperti gaji karena ia bekerja misal sebagai guru, itu adalah miliknya, bukan milik suami.

Itulah penjelasan tentang perempuan bekerja jadi tulang punggung keluarga, Islam menghargai dan membolehkan ini dalilnya. (lis/berbagai sumber)

Baca juga: Arti Faidza Faraghta Fanṣhab, dan Ayat Alquran Lainnya Tentang Anjuran Bekerja yang Bernilai Ibadah

Baca juga: Arti At Taalumu Fishogiri Kannaqsyi Alal Hajari, Kumpulan Quotes Bahasa Arab untuk Motivasi Belajar

Baca juga: Doa Allahumma Ainni Ala Dzikrika Wa Syukrika Wa Husni Ibadatik, Agar Dapat Berdzikir dan Bersyukur

Baca juga: Ayat Kun Fayakun, Ada 6 Ayat dalam Alquran, Surat Yasin, An Nahl, Al Mukmin, Al Baqarah & Ali Imran

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved