seputar islam

Hadits Nabi: Jangan Kau Membenci Ayahmu, Patuhilah Ayahmu, Berbakti dan Berbuat Baiklah kepadanya

Yang dimaksudkan hadits ini adalah orang mengubah penisbatan (hubungan keluarga) dirinya kepada selain bapaknya, dengan sadar, sengaja, dan sukarela

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
Grafis MG Tribunsumsel.com/Dimas/Rafli
Hadits Nabi: Jangan kau membenci ayahmu, patuhilah ayahmu, berbakti dan berbuat baiklah kepadanya. 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Hadits Nabi: Jangan kau membenci ayahmu, patuhilah ayahmu, berbakti dan berbuat baiklah kepadanya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa ia berkata,

lafazh haditsnya :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ n قَالَ لَا تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ أَبِيهِ فَهُوَ كُفْرٌ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, “Jangan-lah kamu membenci bapak-bapak-mu, karena barangsiapa membenci bapaknya, maka itu merupakan perbuatan kekafiran”. [HR. al-Bukhâri, no. 6386 dan Muslim, no. 62]

 

Hadits di atas menurut sejumlah ulama adalah hadits shahih, karena hadits tersebut Muttafaqun ‘alaih, yang artinya hadits yang disepakati shahihnya.

Itu adalah istilah untuk hadits yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhâri dan imam Muslim.

Ulama Islam telah sepakat bahwa hadits yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhâri dan imam Muslim maka derajatnya shahih, bahkan derajat keshahihan berada pada tingkat yang paling tinggi.

Kata “membenci” dalam hadits di atas diterjemahkan dari kata raghiba ‘an yang artinya: meninggalkannya dengan sengaja dan meremehkannya. (Lihat Mu’jamul Wasîth, bab: raghiba)

Demikian juga penjelasan Ulama’ yang menjelaskan makna hadits ini.


Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yaitu, janganlah kamu menisbatkan (nasab kamu) kepada selain mereka (bapak-bapak kamu).” [Fathul Bâri, 19/257]

Ibnul Baththâl rahimahullah berkata, “Yang dimaksudkan hadits ini adalah orang mengubah penisbatan (hubungan keluarga) dirinya kepada selain bapaknya, dengan sadar, sengaja, dan sukarela (tidak terpaksa).

Dahulu di zaman jahiliyah, mereka tidak mengingkari seseorang yang mengangkat anak orang lain sebagai anaknya, dan anak tersebut dinisbatkan  kepada orang yang mengangkatnya sebagai anak, sehingga turun firman Allâh Azza wa Jalla :

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ

Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allâh . [al-Ahzâb/33:5]

Dan firman-Nya :

وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ

Dia (Allâh) tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri) [al-Ahzâb/33:4]

Maka (setelah turun ayat itu) setiap orang dinisbatkan kepada bapaknya yang sebenarnya, sementara penisbatan kepada orang tua angkat ditinggalkan.

Tetapi sebagian mereka tetap dikenal penisbatannya kepada orang tua angkat, maka dia disebut dengannya dengan niat informasi, bukan dengan niat nasab hakiki. Seperti Miqdâd bin al-Aswad. Al-Aswad bukan bapaknya, tetapi orang yang mengangkatnya sebagai anak.” [Fathul Bâri, 19/171]

Maksud kata kekafiran di sini bukanlah kufur akbar yang mengakibatkan pelakunya murtad dan kekal dalam neraka.

Yang dimaksudkan adalah kufur ashghar atau kufur nikmat. Sebagian Ulama menyatakan sebab disebut kufur ialah karena itu merupakan kedustaan atas nama Allâh Azza wa Jalla , seolah-olah dia mengatakan, “Allâh telah menciptakan aku dari air mani Fulan”, padahal Allâh telah menciptakannya dari yang lain. Wallahu a’lam. [Lihat Fathul Bâri, 19/171]

Berikut ini hadits rasulullah tentang berbakti kepada ayah

Taat Kepada Ayah

"Taatilah ayahmu selama dia hidup dan selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat." (HR Ahmad).

Dari hadits tersebut, dapat diketahui bahwa setiap anak harus taat dan patuh  atau keinginan dari ayah, selama hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Berbakti Kepada Orang Tua di Usia Senja

Saat seorang anak masih kecil, orang tua dengan sabar mengurus dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Ketika orang tua sudah renta, maka sudah menjadi tugas anak untuk merawat mereka tanpa berkeluh kesah.

Berbakti kepada orang tua merupakan kewajiban yang harus dipenuhi, baik saat mereka di usia muda maupun sudah renta. Hal ini sesuai dengan hadist berbakti kepada orang tua singkat berikut ini:

"Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina." Ada yang bertanya, "Siapa, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orangtuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga." (HR Muslim).

Dari hadist tersebut, dapat dipahami bahwa Rasulullah mengecam anak yang durhaka kepada orang tua. Hadist tersebut menganjurkan untuk berbakti pada orang tua, terutama saat mereka sudah renta.

 Larangan menjadi Anak Durhaka


Perlu diketahui bahwa durhaka pada orang tua mengakibatkan seseorang jauh dari rahmat Allah SWT dan dekat dengan siksa neraka.

Contoh perbuatan yang durhaka kepada orang tua adalah tidak menaati perintahnya, berkata kasar, membohongi, dan melakukan perbuatan tercela lainnya yang membuat mereka sedih.

Ancaman bagi anak yang durhaka benar-benar pedih. Hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW:

"Apakah kalian mau kuberitahu mengenai dosa yang paling besar?" Para sahabat menjawab, "Mau, wahai Rasulullah." Dia lalu bersabda, "(Dosa terbesar adalah) mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Beliau mengucapkan hal itu sambil duduk bertelekan pada tangannya. (Tiba-tiba beliau menegakkan duduknya dan berkata), "Dan juga ucapan (sumpah) palsu." Beliau mengulang-ulang perkataan itu sampai saya berkata (dalam hati), "Duhai, seandainya beliau diam." (HR. Bukhari dan Muslim).

Salah Satu Pintu Masuk Surga

Dalam agama Islam, surga terdiri dari banyak pintu yang bisa dimasuki sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan semasa di dunia. Ada pintu sedekah, pintu puasa, pintu sholat jamaah, dan lain sebagainya.

Adapun berbakti kepada orang tua adalah salah satu jenis pintu surga yang kesempatan meraihnya sangat besar bagi para muslim. 

“Dari Muawiyah bin Jahimah As-Sulami, Jahimah ra mendatangi Nabi Muhammad saw dan berkata, ‘Aku ingin berperang bersamamu dan aku datang untuk meminta petunjukmu.’ Rasul bertanya, ‘Apakah kamu mempunyai ibu?’ ‘Ya,’ jawabnya. ‘Lazimkanlah ibumu karena surga berada di bawah telapak kakinya,’” (HR An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).

Itulah Hadits Nabi: Jangan kau membenci ayahmu, patuhilah ayahmu, berbakti dan berbuat baiklah kepadanya. (lis/berbagai sumber)

Baca juga: Arti Mujahadah An Nafs, Istilah Arab Berjuang dan Bersungguh-sungguh, Terutama Melawan Hawa Nafsu

Baca juga: Arti Mujahid, Mujtahid, Mujaddid, Istilah Arab untuk Pejuang, Pemikir dan Pembaharu & Penjelasannya

Baca juga: Kisah Keluarga Luqman, Ajaran Nabi Ibrahim pada Ismail Gambaran Peran Ayah dalam Islam Lengkap Dalil

Baca juga: 7 Teladan Rasulullah SAW Sebagai Suami, Ayah, Kepala Keluarga & Sifat Penyayangnya kepada Anak-anak

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved