seputar islam

Sirah Nabawiyah, Meneladani Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, Pelajaran dan Hikmah di Tahun Politik

Sejak kecil Muhammad sudah dikenal sebagai pribadi yang jujur dan dapat dipercaya. Pun ketika diangkat menjadi rasul Allah dan berdakwah selama 23 tah

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
Grafis MG Tribunsumsel.com/Dimas/Rafli
Sirah Nabawiyah, Meneladani Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, Pelajaran dan Hikmah di Tahun Politik. 

TRIBUNSUMSEL.COM --Sirah Nabawiyah, Meneladani Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, Pelajaran dan Hikmah di Tahun Politik.

Betapa luas uswatun hasanah atau suri teladan, pelajaran dan hikmah yang didapat dari sosok mulia i Nabi Muhammad SAW. Salah satunya tentang kepemimpinan Nabi Muhammad  SAW.

Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya, yang artinya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzab: 21).

Sejak kecil Muhammad sudah dikenal sebagai pribadi yang jujur dan dapat dipercaya. Pun ketika diangkat menjadi rasul Allah dan berdakwah selama 23 tahun, hingga sekarang Islam menjadi agama besar di dunia. Tentu banyak teladan Rasulullah yang bisa diambil hikmah.

Dikutip dari buku berjudul Seni Memimpin pada Muhammad, karya Erjati Abbas Terbitan PT Alex Media Komputindo, mengupas secara komprehensif gambaran Nabi SAW sebagai pemimpin umat yang berkualitas.

Membawa Peradaban Gemilang

Bagi kaum Muslimin, beliau dikenang sebagai pemimpin besar yang lengkap (paripurna), yang sukses memimpin manusia dari zaman kegelapan menuju peradaban gemilang.


Rasulullah SAW telah mengajarkan nilai yang sangat luhur dalam memimpin, termasuk dalam urusan-urusan yang tampaknya sepele.

Mengayomi dan Melayani

Dalam sebuah riwayat, misalnya, disebutkan bahwa pada suatu hari seorang sahabat datang terlambat ke majelis Rasulullah SAW. Dan, saat itu seisi masjid sudah penuh sesak oleh jamaah. Mereka tampak duduk berdesak-desakan.

Sahabat yang datang terlambat itu kemudian meminta izin kepada sejumlah jamaah agar kiranya memberikan tempat duduk. Namun, tak satu pun yang bersedia. Hingga akhirnya, Rasulullah SAW memanggil sahabat yang sedang kebingungan itu. Bahkan, ia dipersilakan untuk duduk di dekat al-Musthafa.


Nabi Muhammad SAW juga melipat serbannya dan memberikannya kepada sahabat tersebut untuk digunakan sebagai alas duduk.

Sangat terkejut sekaligus bahagia lelaki itu mendengarnya. Serban beliau diterimanya tentu bukan sebagai alas duduk. Kain dari sosok paling mulia itu diciumnya dengan penuh perasaan haru.

Menurut Erjati Abbas, cerita tersebut menunjukkan kepemimpinan Nabi SAW yang mengayomi dan melayani. Corak kepemimpinan beliau adalah bijaksana serta mengembangkan sebanyak mungkin solusi. Karena itulah, para pemimpin Muslim saat ini hendaknya harus bisa menerapkan apa yang diistilahkan sebagai 3M, yaitu Melayani, Menyelesaikan, dan Mengembangkan Solusi.

 

Mengutamakan keselamatan umat

Dalam buku ini juga dibahas berbagai peristiwa penting dalam episode panjang perjuangan nabi. Dari sembilan bab di dalam buku ini, penulis menceritakan kepemimpinan Nabi Muhammad dalam peristiwa Ba’iat Aqabah, peristiwa hijrahnya nabi, perintisan masjid Nabawi, perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perjanjian Hudaibiyah, dan peristiwa Haji Wada’.

Dari berbagai sumber buku sirah Nabawiyah, Erjati Abbas merangkum secara singkat peran penting yang dilakukan salah seorang rasul ulul azmi itu.

Seperti dalam peristiwa hijrah, Nabi Muhammad SAW menjadi seorang pemimpin yang berhasil menyelamatkan umatnya dari Makkah ke Madinah pada 662 M.

Dalam peristiwa hijrah tersebut, Tulis Erjati --Nabi SAW sebagai pemimpin yang berpendirian teguh. Sebab, pada faktanya beliau-lah, bersama dengan sahabat setianya—Abu Bakar ash-Shiddiq—yang paling akhir berhijrah. Jelas sekali bahwa Rasulullah SAW lebih mendahulukan keselamatan umatnya.

 

Membuka Pintu Diskusi

Masjid Sebagai Setelah tiba di Madinah, beliau juga membangun masjid. Bangunan itu tak sekadar tempat ibadah vertikal (habluminallah), tetapi juga sebagai lambang perabadan. Masjid Nabawi—demikian namanya—akhirnya menjadi kawah candradimuka yang sukses mencetak banyak pejuang Muslim, yang berilmu sekaligus bertakwa.

Secara fisik, menurut Erjati Abbas, masjid itu dijadikan tempat bagi umat dalam melaksanakan ibadah shalat lima waktu. Dengan bertemu di masjid, praktik-praktik keberagamaan Islam pun kemudian dapat disosialisasikan dan diterapkan bersama. Tidak hanya menyangkut ibadah wajib dan sunah, rumah Allah tersebut juga sudah difungsikan sebagai tempat berembuk dan bermusyawarah.


Ada berbagai macam persoalan yang didiskusikan Rasulullah SAW bersama dengan umatnya di masjid.

Mulai dari masalah jual beli, perkawinan, pembagian hak waris, hingga anjuran untuk bertetangga secara baik dengan kaum non-Muslim.

Sejak tahun pertama Nabi SAW berdakwah di Madinah, persoalan-persoalan kemasyarakatan pun mulai mendapatkan kepastian. Menurut penulis, hal ini sejalan dengan datangnya wahyu Allah, yang secara berangsur-angsur menjawab berbagai persoalan yang dihadapi beliau dalam membimbing umatnya. Rasulullah SAW juga menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan.

Menerapkan Toleransi

Ketika menetap di Madinah, Nabi SAW juga membuat suatu perjanjian tertulis yang dikenal dengan Piagam Madinah. Ini merupakan suatu perjanjian formal antara beliau dengan semua suku yang ada di kota tersebut. Banyak peneliti pada masa kini memandang, piagam tersebut adalah dokumen politik Rasulullah SAW.

Dengan menyepakati perjanjian itu, beliau mengakui dan melindungi adanya toleransi dan kebebasan beragama dan kebebasan menyatakan pendapat. Erjati Abbas mengatakan, Nabi SAW telah membuka pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia dengan menginisiasi Piagam Madinah tersebut.


Nabi SAW telah membuka pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia dengan menginisiasi Piagam Madinah tersebut.

Prinsip Cinta Damai


Akhirnya, seluruh kota Madinah dan sekitarnya menjadi lebih terhormat bagi seluruh umat. Seluruh penduduk Madinah berkewajiban mempertahankan kota Madinah dan mengusir setiap serangan yang datang dari luar. Mereka harus bekerja sama guna menghormati segala hak dan kebebasan yang sudah disetujui bersama dalam Piagam Madinah.

Islam sendiri adalah agama yang menyukai perdamaian. Dengan landasan Piagam Madinah tersebut, Erjati memandang, Nabi SAW telah memimpin gerak besar umat manusia untuk menerapkan prinsip-prinsip masyarakat yang cinta damai.


Itulah Sirah Nabawiyah, Meneladani Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, Pelajaran dan Hikmah di Tahun Politik.

Baca juga: Kumpulan 9 Ayat Alquran Tentang Nabi Muhammad Sebagai Utusan Allah, Nabi Terakhir dan Teladan Umat

Baca juga: Sirah Nabawiyah, Kisah Kelahiran dan Wafatnya Nabi Muhammad SAW di Tanggal yang Sama 12 Rabiul Awal

Baca juga: Sirah Nabawiyah Adalah, Mengenal Lebih Dalam dan Meneladani Akhlak Rasulullah dari Sejarah Hidupnya

Baca juga: Al Amin, Al Mutawakkil, Berikut Gelar-gelar dan Nama Lain Nabi Muhammad SAW, Lengkap dengan Artinya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved