Seputar Islam

Contoh Naskah Khutbah Jumat Menyambut Maulid Nabi, Penuh Makna dan Menginspirasi, Tersedia File PDF

Berikut contoh naskah Khutbah Jumat bertemakan Maulid Nabi, yang bisa dijadikan referensi, singkat dan menginspirasi. Tersedia pula dalam format PDF

Tribunsumsel.com
Contoh Naskah Khutbah Jumat Menyambut Maulid Nabi, Penuh Makna & Menginspirasi, Tersedia Format PDF 

Namun sejarah tidak pernah mencatat Rasulullah merayakan maulid dengan mengundang orang lain untuk bacaan shalawat, untu bacaan berberzanjian, dibaan dan pengajian umum.

Nah, apakah kalau Nabi Muhammad SAW sahabat tidak pernah mengadakan peringatan maulid ini berarti mengada-ngada, dan apakah termasuk bid’ah? Ma’asyiral Muslimin sidang Jumat rahimakumullah, Mari kita mengkaji hukum peringatan maulid Nabi Muhammad SAW.

Dalam sebuah kitab yang ditulis oleh Imam Jalaluddin as-Suyuthi yang berjudul Husnul Maqasid fil Amal al-Mawalid, dijelaskan bahwa di zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin memang belum diadakan peringatan dalam bentuk upacara, shalawatan dan pengajian tentang maulid Nabi, sehingga ada sebagian kaum Muslimin yang tidak mau memperingati kelahiran dengan bentuk upacara itu.

Jadi, kapan peringatan kelahiran Nabi ini mulai dilaksanakan? Ma’asyiral Muslimin sidang Jumat rahimakumullah, Sejarah menyebutkan bahwa sejak Islam berjaya dengan menaklukan Romawi, Persia bahkan Eropa, banyaklah orang non Muslim masuk Islam, termasuk orang-orang salib dari Eropa.

Baik karena sukarela ataupun karena terpaksa. Hal ini menimbulkan dendam kaum Nasrani, akhirnya mereka membalas dendam dengan menjajah Timur Tengah. Maka berkobarlah perang salib.

Kaum kafir membunuh orang islam, merampas kekayaan, dijauhkan dari Islamnya, dijauhkan dari Nabinya, dijauhkan dari sejarah kejayaan Islam. Yang ditampilkan oleh penjajah di hadapan kaum Muslimin adalah tokoh-tokoh kafir, tokoh-tokoh fiktif sehingga rusaklah moral anak-anak muda, hancurlah kejayaan kaum Muslimin, hilang keteladanan, hingga tidak kenla kehebatan Islam.

Melihat kondisi umat yang terpuruk dan semakin jauh dari Islam, serta tidak punya semangat memperjuangkan agamanya, para ulama dan tokoh Islam mencari solusi bagaimana membangkitkan keislaman kaum Muslimin dan melepaskan diri dari cengkeraman tentara salib.

Di antaranya seorang raja yaitu Al-Malik Mudhaffaruddin (Raja Himsiyyah), mengundang para ulama dan masayikh ke istana untuk bermusyawarah, bagaimana membangkitkan semangat umat Islam, membebaskan diri dari penjajah, serta menanamkan kecintaan anak muda dan Muslimin kepada Rasulullah, sehingga mau meneladani beliau.

Dari musyawarah ulama tersebut akhirnya ada yang mengusulkan agar diadakan peringatan peristiwa bersejarah dalam Islam, diantaranya dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, yang kemudian dikampanyekan dengan besar-besaran, mengundang para penyair agar menulis syair pujian kepada Nabi, serta para ulama dan mubaligh yang bertugas menceritakan sejarah Nabi.

Al-Malik Mudhaffaruddin menanggapi usulan ini dengan antusias. Tetapi ada yang tidak setuju, dengan alasan karena peringatan seperti itu tidak pernah dikerjakan oleh Nabi, dan itu berarti itu bid’ah.

Menanangapi ketidaksetujuan mereka, akhirnya dijawab oleh ulama yang hadir, bahwa dalam penjelasan tentang bid’ah itu tidak semua sesat. Menurut Imam al-Iz Abdussalam, Ibnu Atsar menjelaskan bahwa ada bid’ah dholalah dan bid’ah hasanah.

Bid’ah dholalah (sesat) adalah bid’ah yang tidak ada dasar hukummnya dan tidak ada perintah sama sekali dari syariat, sedangkan bid’ah hasanah adala suatu amalan yang dasar perintahnya sudah ada dari Rasulullah, namun teknisnya tidak diatur langsung dan itu bukan temasuk ibadah mahdah muqayyadah (ibadah murni yang telah ditentukan tata caranya).

Ma’asyiral Muslimin sidang Jumat rahimakumullah,

Seperti sering dijelaskan bahwa ibadah itu ada dua macam. Pertama, ibadah mahdah muqayyadah yaitu ibadah murni yang tata caranya terikat dan tidak boleh diubah, karena perintah dan teknis pelaksanaannya contohkan langsung oleh Rasulullah, seperti shalat dan haji yang harus sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasul.

Kedua, ibadah muthalaqah ghairu muqayyadah, yaitu ibadah mutlaq yang tata caranya tidak terikat, perintahnya ada sedangkan teknis pelaksanaannya terserah masing-masing orang.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved