seputar islam

Arti Lima Sila Pancasila Ditinjau dari Nilai-nilai Islam, Ketauhidan, Ukhuwah, Mudzakarah dan Adil

Pancasila memang bukan syariat, tapi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya senapas dengan syariat Islam.

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
pngtree.com
Arti Lima Sila Pancasila Ditinjau dari Nilai-nilai Islam, Ketauhidan, Ukhuwah, Mudzakarah dan Adil. 

TRIBUNSUMMSEL.COM --- Arti Lima Sila Pancasila Ditinjau dari Nilai-nilai Islam, Ketauhidan, Ukhuwah, Mudzakarah dan Adil.


Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia, pedoman dalam berbangsa dan bernegara.

Pancasila memang bukan syariat, tapi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya senapas dengan syariat Islam.

Karena keberadaannya yang senapas ini, maka Pancasila termasuk nota kesepahaman yang Islami.

Berikut arti sila satu sampai lima dalam Pancasila ditinjau dari sudut pandang syariah Islam dikutip dari Tafsir Pancasila: Sebuah Telaah Nilai-Nilai Islam dalam Alquran.


Sila Pertama = Ketauhidan dan hablumminallah

Sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” merupakan sendi tauhid di dalam Islam. 

Hakikat tauhid di dalam Alquran sangat jelas terdapat  dalam surat Al-Ikhlash ayat 1-4,
yang berbunyi:

“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang kepada-Nya segala sesuatu
bergantung. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia.”

Surat ini meliputi dasar yang paling penting dari risalah Nabi saw. yaitu mentauhidkan Allah dan menyucikan-Nya. Keesaan Allah meliputi tiga hal: Dia Maha Esa pada zat-Nya, Maha Esa pada sifat-Nya dan Maha Esa pada afal-Nya. Maha Esa pada zat-Nya berarti zatNya tidak tersusun dari beberapa zat atau bagian.

Maha Esa pada sifat-Nya berarti tidak ada satu sifat makhlukpun yang menyamai-Nya dan Maha Esa pada af'al-Nya berarti hanya Dialah yang membuat semua perbuatan sesuai
dengan firman-Nya.


Sila kedua = hablumminannas


Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” mencerminkan hubungan antara manusia dengan sesamanya (Hablum Min An-Nâs). Apabila dalam hablum minallah kedudukan manusia sebagai hamba, maka dalam hablum min an-nâs hubungan manusia dengan sesama manusia, dan berada
dalam posisi khalifah fil-ardhi.


Dalam isi sila ini berkaitan dengan syari’ah,  yaitu termasuk ke dalam ibadah sosial, yang mencakup bidang kemasyarakatan , yang dalam Islam didasarkan pada sikap saling menghormati.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 177, Allah menjelaskan dengan rinci hakikat berbuat kebaikan, yang dimulai dari ibadah ritual hingga ibadah sosial.


“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitabkitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,  orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang
yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”

Sila Ketiga = Ukhuwah

Sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” mencerminkan ide ukhuwah, insaniyah (persaudaraan manusia), dan ukhuwah Islamiyah bagi sesama umat Islam.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 103 dan 105,

“Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara;

dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”


Persatuan akan terwujud apabila telah terjadi sikap toleransi yang tinggi antar sesama, sikap saling menghargai dan menghormati. Selain itu, dalam persatuan harus ditarik sifat persamaannya, bukan perbedaan yang hanya
akan menimbulkan perselisihan dan pertentangan.

Persatuan yang perlu digarisbawahi yaitu sama halnya dengan pluralitas. Dalam hal ini pluralitas berdasarkan apa yang dituntut oleh kemaslahatan rakyat, agar tercapai kesatuan dan persatuan.

 

Sila keempat = Mudzakarah dan musyawarah

Sila keempat berisi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, yang sejalan dengan prinsip Islam yaitu Mudzakarah dan Syura.
Prinsip syura merupakan dasar dari sistem kenegaraan Islam (karakteristik negara Islam).

 
Uniknya, prinsip syura ada di dalam Pancasila. Ini membuktikan bahwa perumusan Pancasila
di ambil dalam bentuk musyawarah bersama berbagai kalangan untuk mencapai kesepakatan.
 

Dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 159 
Allah swt. berfirman, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu.”
Sejalan pula dengan Q. S. Asy-Syuura’: 38,  “(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka…”
Makna alternatif yang diterangkan oleh para mufassir adalah bahwa Rasulullah saw memerintahkan untuk melakukan musyawarah bukan karena beliau membutuhkan pendapat mereka, melainkan karena ketika beliau menanyakan pendapat mereka, setiap orang akan berusaha berpikir keras untuk merumuskan pendapat yang terbaik dalam pandangan mereka, sehingga sesuai dengan suara hati masing-masing.
Sedangkan pada prinsip Mudzakarah,  dimaksudkan sebagai suatu sikap penghargaan
terhadap pendapat orang lain yang berbeda.

 

Sila kelima = Adil 
Sila kelima berisi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, sejalan dengan  prinsip keadilan dalam Islam. Lebih spesifikasi lagi, bahwa keadilan yang dimaksud yaitu dalam pemerataan rezeki, berupa zakat, infak dan shadaqah. 


Keadilan sosial berkaitan erat dengan maqashid al-syari’ah (sasaran-sasaran syari’at).

Dalam prinsip keseimbangan kehidupan ekonomi, Al-Qur’an mencela orang yang sibuk memupuk harta hingga melupakan kematian. Seperti dalam surat Al-Humazah ayat 1-4,

“Kecelakaanlah bagi Setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitunghitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya
dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah (neraka).”
Akan tetapi Al-Qur’an tidak melarang orang untuk mencari kekayaan dengan wajar.

Allah swt berfirman,
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah
bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin
dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada.
Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.


Untuk itulah, Islam mewajibkan zakat (Q.S. Adz-Dzariyat: 19), memerintahkan shadaqah (Q.S. Al-Baqarah: 264), menyuruh infaq (Q.S. Al-Baqarah: 195), melarang praktek riba atau bunga (Q.S. Al-Baqarah: 275-276 dan 278),
serta membolehkan jual beli (Q.S. Ar-Rahman: 9)

Itulah Arti Lima Sila Pancasila Ditinjau dari Nilai-nilai Islam, Ketauhidan, Ukhuwah, Mudzakarah dan Adil. 

Baca juga: 15 Quotes Epik Ir Soekarno untuk Peringatan Hari Lahir Pancasila, Cocok Buat Caption di Media Sosial

Baca juga: 3 Bacaan Doa Upacara Hari Lahir Pancasila 2023, Penuh Makna dan Khidmat

Baca juga: 20 Kata Kata Ucapan Selamat Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2023, Cocok Bagikan di IG, WA dan FB

Baca juga: Arti Pancasila Adalah, Dasar Negara Indonesia, Berikut Kesamaan Nilai-nilai Pancasila dalam Alquran

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved