Arti Kata Bahasa Arab

Pengertian Kiblat Adalah, Berikut Sejarah Kabah Sebagai Kiblat Umat Islam dan Metode Penentuan Arah

Departemen Agama Republik Indonesia mendefenisikan kiblat sebagai suatu arah tertentu bagi kaum muslimin mengarahkan wajahnya dalam melakukan shalat

Penulis: Lisma Noviani | Editor: Lisma Noviani
tribunsumsel grafis/khoiril
Departemen Agama Republik Indonesia mendefenisikan kiblat sebagai suatu arah tertentu bagi kaum muslimin untuk mengarahkan wajahnya dalam melakukan salat. 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Pengertian Kiblat Adalah, Berikut Sejarah Kabah Sebagai Kiblat Umat Islam dan Metode Penentuan Arah.

Kiblat berasal dari bahasa Arab القبلة asal katanya ialah مقبلة , sinonimnya adalah وجهة yang berasal dari kata موجهة artinya adalah keadaan arah yang dihadapi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, arti kiblat =
kiblat/kib·lat/ n 1 arah ke Kakbah di Mekah (pada waktu salat); 2 arah; jurusan; mata angin;

Contoh kata: berkiblat/ber·kib·lat/  berarah; menuju: pendirian itu tampaknya ~ kepada perdamaian dunia;

mengiblatkan/me·ngib·lat·kan/ v mengarahkan ke kiblat

Kiblat adalah kata Arab yang merujuk arah yang dituju saat seorang Muslim mendirikan salat.

Arah kiblat adalah arah dari suatu tempat (lokasi) ke Ka’bah di Masjidil Haram, Mekkah dengan jarak yang terdekat.

Dalam perkembangannya, kemudian pengertian Kiblat dikhususkan pada suatu arah, dimana semua orang yang mendirikan salat menghadap kepadanya.

Kiblat adalah kata Arab yang merujuk arah yang dituju saat seorang Muslim mendirikan salat.

Departemen Agama Republik Indonesia mendefenisikan kiblat sebagai suatu arah tertentu bagi kaum muslimin untuk mengarahkan wajahnya dalam melakukan salat.

Dengan demikian sederhananya yang dimaksud dengan Arah Kiblat dalam hal ini adalah menghadap ke arah kiblat dengan jarak yang terdekat ke Ka’bah di Mekah, dan setiap muslim wajib menghadap ke arahnya saat mengerjakan sholat.

Penentuan arah kiblat yang dilakukan oleh umat Islam di Indonesia mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada.

Pertama kali, mereka menentukan arah kiblatnya ke Barat dengan alasan Saudi Arabia tempat dimana Ka’bah berada terletak di sebelah Barat Indonesia.

Hal ini dilakukan dengan perkiraan saja tanpa perhitungan dan pengukuran terlebih dahulu. Oleh karena itu, arah kiblat sama persis dengan tempat matahari terbenam. Dengan demikian arah kiblat itu identik dengan arah Barat.

Padahal itu merupakan tindakan yang keliru, sebab arah kiblat Indonesia adalah bukan tepat arah barat tetapi agak miring ke utara atau diperkirakan arah barat laut, hal itupun masih harus diperhitungkan berdasarkan perhitungan ilmu falak tentang arah kiblat.

Selanjutnya, berdasarkan letak Geografis Saudi Arabia terletak di sebelah Barat agak miring ke Utara (Barat Laut) maka arah kiblatnya ke arah tersebut. Oleh karena itu, ada sebagian umat Islam yang tetap memiringkan arah kiblatnya agak ke Utara walaupun ia salat di Masjid yang sudah benar menghadap kiblat.

Setelah berkenalan dengan ilmu Falak, mereka menentukan arah kiblatnya berdasarkan bayang-bayang sebuah tiang atau tongkat. Alat yang dipergunakannya antara lain adalah bencet atau miqyas atau tongkat istiwa’ dan rubu’ mujayyab atau busur derajat.

di sini karena bumi ini bulat, sehingga arah kiblat suatu tempat itu sebenarnya lebih dari satu.
Misalnya, arah kiblat kota Yogyakarta ada dua, yaitu menghadap ke barat laut dan timur tenggara.
Tetapi yang digunakan adalah arah barat laut karena arah itu yang paling dekat dibandingkan dengan arah ke timur tenggara.


Sejarah


Dikutip dari unida.gontor.ac.id, pada mulanya, kiblat mengarah ke Yerusalem. Menurut Ibnu Katsir, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat salat dengan menghadap Baitul Maqdis.


Namun, Rasulullah lebih suka salat menghadap kiblatnya Nabi Ibrahim, yaitu Ka’bah.
Oleh karena itu Beliau sering shalat di antara dua sudut Ka’bah sehingga Ka’bah berada di antara dirinya dan Baitul Maqdis.


Dengan demikian Beliau salat sekaligus menghadap Ka’bah dan Baitul Maqdis. Setelah hijrah ke Madinah, hal tersebut tidak mungkin lagi.

Beliau  salat dengan menghadap Baitul Maqdis. Beliau sering menengadahkan kepalanya ke langit menanti wahyu turun agar Ka’bah dijadikan kiblat shalat.


Allah pun mengabulkan keinginan Rasulullah dengan menurunkan ayat 144 dari Surat al-Baqarah: "Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.  Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.
Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.


Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (Maksudnya ialah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan dia menghadap ke Baitullah)".

 

Pendapat ulama
Para ulama sepakat bahwa menghadap arah kiblat itu menjadi syarat sahnya shalat, kecuali shalat khauf (dalam keadaan takut, siaga, perang), shalat di atas kendaraan, orang yang tidak mengetahui arah kiblat, orang yang terikat (marbuth), dan orang sakit yang tidak bisa menggeser tubuhnya ke arah kiblat, mungkin karena tidak ada orang yang membantunya.

Dalam keadaan seperti itu maka diperbolehkan menghadap ke arah mana saja yang bisa dan atau diyakini sebagai arah kiblat.

Artinya menghadap kiblat harus dilakukan dalam keadaan mampu dan aman dari serangan musuh atau hewan buas, sebagaimana penegasan ulama Malikiyyah dan Hanafiyyah.

ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَٰهَدُوا۟ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلْبَأْسِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ

Arab-Latin: Laisal-birra an tuwallụ wujụhakum qibalal-masyriqi wal-magribi wa lākinnal-birra man āmana billāhi wal-yaumil-ākhiri wal-malā`ikati wal-kitābi wan-nabiyyīn, wa ātal-māla 'alā ḥubbihī żawil-qurbā wal-yatāmā wal-masākīna wabnas-sabīli was-sā`ilīna wa fir-riqāb, wa aqāmaṣ-ṣalāta wa ātaz-zakāh, wal-mụfụna bi'ahdihim iżā 'āhadụ, waṣ-ṣābirīna fil-ba`sā`i waḍ-ḍarrā`i wa ḥīnal-ba`s, ulā`ikallażīna ṣadaqụ, wa ulā`ika humul-muttaqụn

Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

Itulah penjelasan tentang pengertian Kiblat Adalah, Berikut Sejarah Kabah Sebagai Kiblat Umat Islam dan Metode Penentuan Arah. (lis/berbagai sumber)

Baca juga: Sering Berdebat Urusan Kiblat, Pemkab Muratara Bantu Alat Penentu Arah Kiblat untuk Kemenag

Baca juga: Arti Mudzakarah Adalah, Istilah Islam yang Digunakan dalam Musyawarah atau Diskusi Berikut Jenisnya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved