Talak 1 dan 2 Apakah Boleh Hubungan Suami Istri? Ini Penjelasan dan Hukumnya

Berikut ini adalah penjelasan talak 1 Apakah Boleh Hubungan Intim Suami Istri?

Penulis: Abu Hurairah | Editor: Abu Hurairah
Tribunsumsel
Talak 1 dan 2 Apakah Boleh Hubungan Suami Istri? Ini Penjelasan dan Hukumnya 

TRIBUNSUMSEL.COM - Berikut ini adalah penjelasan talak 1 Apakah Boleh Hubungan Intim Suami Istri?

Dalam Islam perkawinan merupakan ikatan suci antara seorang pria dan wanita sesuai yang telah ditentukan oleh Allah SWT untuk hidup bersama sebagai suami istri.

Namun, tidak semua dalam menjalani rumah tangga mudah mewujudkan kerukunan, keharmonisan, kedamaian dalam rumah tangga.

Banyaknya muncul konflik dalam rumah tangga yang berujung perceraian sebagai alternatif terakhir yaitu talak.

Dalam Islam, jatuhnya talak dibagi dalam tiga tahap, yaitu talak 1 dan 2 yang disebut talak raj'i dan talak 3 yang disebut talak ba'in

Timbul banyak pertanyaan apakah boleh berhubungan suami istri (intim) setalah melakukan talak?

Baca juga: Talak 1 Lesti Kejora, Rizky Billar Harus Ucapkan Kata Ini Jika Ingin Rujuk Kembali, Heboh KDRT

Ada beberapa penjelasan tentang hubungan suami istri setelah melakukan talak atau cerai dalam islam:

Pertama, talak, dilihat dari kemungkinan rujuk dan tidaknya, ada 2:

a. Talak raj’i (talak 1 dan 2): talak yang masih memungkinkan untuk rujuk, selama istri masih menjalani masa iddah. Talak yang masih memungkinkan untuk rujuk hanya untuk talak pertama dan kedua. Allah berfirman,

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ

“Talak itu dua kali…” (QS. Al-Baqarah: 229)

Kata para ahli tafsir, talak itu dua kali, maksudnya adalah talak yang masih memungkinkan untuk rujuk. (Tafsir Jalalain, hlm. 235).

b. Talak ba’in : talak yang tidak ada lagi kesempatan untuk rujuk. Talak ba’in ada 2:

· Ba’in sughra: ini terjadi ketika seorang suami mentalak istrinya, pertama atau kedua, dan sampai masa iddah selesai, dia tidak merujuk istrinya.

· Ba’in kubro: talak untuk yang ketiga kalinya.

Kedua, selama menjalani masa iddah untuk talak pertama dan kedua, status mereka masih suami istri. Karena itu, suami boleh melihat aurat istri dan sebaliknya, demikian pula, suami tetap wajib memberi nafkah istrinya yang sedang menjalani masa iddah.

Allah berfirman,

وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا

“Suaminya itu lebih berhak untuk rujuk dengan istrinya selama masa iddah itu, jika mereka menginginkan kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 228)

Syaikh Mustofa al-Adawi mengatakan, “Allah Ta’ala menyebut suami yang menceraikan istrinya yang sedang menjalani masa iddah dengan “suaminya” (suami bagi istrinya).” (Jami’ Ahkam an-Nisa, 511)

Ketiga, selama menjalani masa iddah talak pertama dan kedua, bolehkah mereka melakukan hubungan badan?

Sebagian ulama menegaskan, jika seorang suami menceraikan istrinya, talak satu atau talak dua, kemudian dia melakukan hubungan badan, maka itu tidak dianggap zina, artinya statusnya hubungan yang halal, dan hubungan badan yang dia lakukan sekaligus mewakili rujuknya.

Sayyid Sabiq dalam karyanya, Fiqh Sunnah mengatakan:

وتصح المراجعة بالقول. مثل أن يقول: راجعتك، وبالفعل، مثل الجماع، ودواعيه، مثل القبلة، والمباشرة بشهوة.

“Rujuk bisa dilakukan dengan ucapan, seperti, seorang suami mengatakan kepada istrinya: ‘Saya rujuk kepadamu.’ Bisa juga dengan perbuatan, misalnya dengan hubungan badan, atau pengantar hubungan badan, seperti mencium atau mencumbu dengan syahwat.” (Fiqh Sunnah, 2:275).

Inilah yang menjadi pendapat madzhab hambali. Dalam Mausu’ah Fiqhiyah dinyatakan:

تَصِحُّ الرَّجْعَةُ عِنْدَهُمْ بِالْوَطْءِ مُطْلَقًا سَوَاءٌ نَوَى الزَّوْجُ الرَّجْعَةَ أَوْ لَمْ يَنْوِهَا وَإِنْ لَمْ يُشْهِدْ عَلَى ذَلِكَ

Rujuk sah menurut mereka (hambali) dengan hubungan badan secara mutlak. Baik suami berniat untuk rujuk atau tidak niat, meskipun tidak ada saksi dalam hal ini (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 22:111).

Alasan madzhab hambali:

Sesungguhnya masa iddah merupakan penantian untuk berpisah dengan istri yang ditalak, dimana ketika masa iddah selesai, maka terhalang kebolehan untuk rujuk. Karena itu, jika iddah belum selesai dan suami menggauli istrinya di masa ini, maka istri berarti kembali kepadanya. Status hukum ini sama dengan hukum ila’ (suami bersumpah untuk tidak menggauli istri). Jika seorang suami melakukan ila’ terhadap istrinya, kemudian dia menyetubuhi istrinya maka hilang status hukum ila’. Demikian pula untuk talak yang masih ada kesempatan untuk rujuk, jika suami berhubungan dengan istrinya di masa iddah maka istrinya telah kembali kepadanya (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 22:112).

Dengan memahami pengantar di atas, kita bisa mengambil kesimpulan hukum untuk kasus yang ditanyakan. Bahwa jika cerai yang dijatuhkan sang suami baru cerai pertama, atau kedua, dan istri masih menjalani masa iddah (selama 3 kali haid), maka hubungan badan yang terjadi bukan zina, dan anak yang dikandung berhak dinasabkan kepada ayahnya. Dan dengan kejadian ini, mereka dianggap rujuk dan kembali menjadi suami istri.

Sebaliknya, jika cerai yang terjadi adalah cerai ba’in, cerai ketiga atau telah selesai masa iddah maka hubungan yang dilakukan adalah hubungan di luar nikah, dan sang anak statusnya anak hasil zina, yang hanya bisa dinasabkan ke ibunya, karena dia tidak memiliki ayah.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved