Berita Palembang
Harga Kedelai Tembus Rp 11,500 per kg, Begini Respon Pengrajin Tempe di Palembang
Bahan baku tempe dan tahu yakni kacang kedelai harganya terus melambung tinggi di pertengahan bulan Februari 2022 ini.
Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Yohanes Tri Nugroho
TRIBUNSUMSEL. COM, PALEMBANG-Bahan baku tempe dan tahu yakni kacang kedelai harganya terus melambung tinggi, membuat Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu (Gakoptindo) berencana mogok produksi pada 21-23 Februari 2022 mendatang.
Pengrajin tempe di Macan Lindungan kota Palembang sendiri, mengaku adanya kenaikan harga kedelai itu memaksa mereka memutar otak agar tempat yang mereka produksi tetap laku di pasaran.
Menurut Abdul Hamid (59), jika harga kacang kedelai melonjak terus hingga saat ini dan sudah mencapai Rp 11,500 per kg, dan ia harus mengurangi produksinya dari 150 Kg per hari kini menjadi 140 Kg perhari, agar tidak mengalami kerugian lebih besar.
"Bagaimana lagi kita terpaksa mengurangi produksi sekitar 10 kg karena kedelai mahal. Sebab kalau kualitasnya dikurangi atau harganya dinaikkan orang tidak akan beli, paling ukurannya saja sedikit diperkecil tapi dikomplain pembeli juga, "katanya, Kamis (17/2/2022).
Dijelaskan Abdul yang sudah menjadi pengrajin sejak 1995 silam, soal aksi mogok produksi itu sendiri dari produsen tempe dan tahu, secara solidaritas ia akan ikut jika teman- teman se profesinya melakukan aksi mogok produksi.
"Kita akan lihat saja nanti, kalau memang harus mogok, ya kita mogok juga," benernya.
Diakui Abdul, hingga saat ini belum ada bahan utama pengganti kacang kedelai untuk bahan utama tempe, sehingga ia pun berharap ada kebijakan pemerintah bagi pengrajin tahu dan tempe untuk tetap melaksanakan produksinya demi bertahan hidup.
"Alternatif saat ini belum ada, kami mau saja kalau kacang tanah bisa digunakan kami gunakan, tapi ini tidak bisa, hanya kedelai itulah satu- satunya.
Sementara Ketua Gabungan Koperasi tempe dan tahu Provinsi Sumsel Siswo Waluya tak menampik pihaknya mungkin melakukan stop produksi untuk memperjuangkan nasib mereka selama ini.
Namun, pihaknya berharap jika aksi itu terjadi tidak menjadikan masyarakat selalu konsumen yang disusahkan.
"Sebetulnya stop produksi jika memang harus kita ikuti, tapi jujur kita sadar kalau mogok pasti naik harga dan yang susah juga konsumen yaitu rakyat, itu dipertimbangkan," ucapnya.
Siswo sendiri berharap pihaknya menginginkan tata niaga pasar kacang kedelai ini dibenari kedepan, dan mereka yang diatas pemilik kebijkan dan penguasaha untuk sadar, dengan memperjuangkan pengrajin dibawah.
"Artinya beneri tata niaganya jangan diserahkan kepasar bebas, karena kalau mengacu undang- undang, kacang kedelai masuk impor pokok, dimana importir harus masuk impor produksi bukan dijadikan komiditi pasar bebas, tapi kembalikan ke pemerintah. Artinya yang impor digunakan sesuai kebutuhan pengrajin tempe dan tahu di Indonesia sekitar 3-3,5 juta ton setahun (Sumsel 300 ribuan ton)," paparnya.
Selain itu, pihaknya juga berharap kedepan Indonesia jangan sampai impor terus, tapi dengan menumbuhkan sektor pertanian, mengingat Indonesia negara agraris, dan soal harga menurutnya bisa diatur nanti antara pihaknya dengan petani, dimana petani tidak rugi dan pihaknya tidak keberatan.
Mengingat hasilnya juga untuk rakyat Indonesia mulai petani yang berimbas pada ekonomi negara.