Dosen Cabul Reza Ghasarma Ditahan

2 Dosen Unsri Tersangka Kasus Dugaan Pelecehan, Ini Kata Ketua Tim Pencari Fakta Dr Febrian

Dekan Fakultas Hukum (FH) Unsri, Dr Febrian mengatakan, mereka menghormati proses hukum yang kini sedang ditangani Kepolisian Polda Sumsel.

TRIBUN SUMSEL/SHINTA DWI ANGGRAINI
Dekan Fakultas Hukum (FH) Unsri sekaligus Ketua Tim Pencari Fakta, Dr Febrian menuturkan terdapat perbedaan antara persoalan Adhitia Rol Asmi dengan kasus yang menjerat Reza Ghasarma. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Perwakilan Universitas Sriwijaya (Unsri) angkat bicara terkait penetapan status tersangka sekaligus penahanan terhadap Reza Ghasarma, Kapordi Manajemen FE Unsri nonaktif yang terjerat kasus dugaan pornografi atas laporan tiga mahasiswi berinisial C, F dan D.

Diketahui, Reza Ghasarma menyusul satu dosen FKIP Unsri yakni Adhitia Rol Asmi yang sudah lebih dulu ditahan atas laporan pelecehan seksual oleh seorang mahasiswi berinisial DR.

Dekan Fakultas Hukum (FH) Unsri, Dr Febrian mengatakan, mereka menghormati proses hukum yang kini sedang ditangani Kepolisian Polda Sumsel.

"Kita serahkan seluruhnya proses hukum yang berjalan ini pada aparat penegak hukum," ujarnya, Sabtu (11/12/2021).

Sebagai Ketua Tim Pencari Fakta yang dibentuk internal Unsri sejak kasus ini mencuat, Febrian menilai terdapat perbedaan antara persoalan Adhitia Rol Asmi dengan kasus yang menjerat Reza Ghasarma.

Dalam mengusut kasus Adhitia Rol Asmi, kerja tim dirasa cukup sederhana dikarenakan mantan Kepala Laboratorium Sejarah Unsri tersebut mengakui perbuatannya yang sudah melecehkan korban secara fisik.

"Jadi memang klop (cocok) antara pengakuan pelapor dan terlapor. Artinya tidak perlu terlalu banyak pembuktian karena fakta hukumnya sudah menunjukkan hal tersebut. Sampai akhirnya ditindaklanjut oleh kepolisian terkait dengan tindak pidananya," jelas dia.

Sebaliknya dalam persoalan Reza Ghasarma, tim pencari fakta menemukan sejumlah kendala.

Sebab sedari awal Reza Ghasarma tidak membantah semua tuduhan mahasiswinya sebagaimana selama ini ramai diberitakan.

"Dan bisa kita katakan ada semacam nuansa berbeda antara pelapor dan terlapor. Ini juga mengakibatkan kita agak sulit mendapatkan data yang persis," ujarnya

"Disini juga perlu saya sampaikan untuk diketahui bersama. Pada waktu tim pencari fakta mulai bergerak, persoalan ini (kasus Reza Ghasarma) sudah masuk ranah pidana. Hingga akhirnya ditetapkan tersangka dan kemudian ditahan. Dalam konteks itu tentu tim pencari fakta menahan diri. Tidak kemudian ikut lebih jauh lagi karena wilayahnya sudah jadi dua hal yang berbeda. Sudah masuk ranah pidana bukan lagi internal Unsri," ujarnya.

Saat ini kedua oknum dosen tersebut sudah mendapat sanksi administratif dari Unsri.

Adhitia Rol Asmi mendapat sanksi pemberhentian dari Kepala Laboratorium serta selama empat tahun harus menjalani sanksi lain berupa penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat dan penundaan pengajuan sertifikasi dosen (Serdos).

Sedangkan Reza Ghasarma mendapat sanksi dinonaktifkan sementara dari jabatannya sebagai Kaprodi Fakultas Ekonomi sekaligus dosen.

Febrian menilai, sanksi yang diberikan Unsri sudah sesuai dengan aturan yang ada sembari menunggu hasil persidangan berkekuatan hukum tetap.

"Karena ancaman hukumannya juga cukup tinggi, ada yang 9 tahun dan ada juga yang 12 tahun. Tentu pembuktiannya harus dilakukan secara detail. Apakah itu terjadi karena pengancaman ataukah suka sama suka karena ini dampaknya luar biasa. Baik bagi pendidikan maupun mahasiswa," ujarnya.

Meski begitu, dia berujar, tidak menutup kemungkinan dua oknum dosen yang berstatus ASN itu bisa saja dipecat apabila terbukti bersalah dan mendapat vonis hukuman paling singkat dua penjara atas pidana yang dilakukan secara berencana.

Hal ini sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang tentunya harus ditaati.

"Kalau vonisnya di bawah 2 tahun, ya saya tidak bisa bicara untuk konteks ini. Tapi kan ada peraturan tentang itu dalam hal ini misalnya hukum di bawah 2 tahun atau di atas 2 tahun. Kita sudah bisa melihat hal itu. Intinya kita akan melakukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku," ujar dia.

Baca juga: Fakta Reza Ghasarma Dosen Unsri Tersangka Pornografi, Kirim Gambar juga Chat Mesum ke Mahasiswi

Sejak kasus dugaan pelecehan seksual di Unsri mencuat, secara internal sudah dibentuk Tim Etik dan Tim Pencari Fakta untuk menuntaskan persoalan ini.

Selain itu mengacu pada Permendikbudristek No.30 thn 2021, Unsri sudah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Pelecehan Seksual yang dilengkapi dengan psikolog dan psikiater sehingga korban merasa nyaman.

Saat disinggung apakah Unsri juga akan membuat majelis kode etik sebagai langkah lanjutan, menurut Febrian saat ini hal tersebut tidak diperlukan.

"Saya pikir belum sampai ke sana karena majelis etik itu harus punya teknis prosedural, tim juga harus dibuat dan itu tidak gampang karena majelis etik itu lebih ke prosedural dalam perspektif hukum," ujarnya.

"Bila kita perhatikan yang dilakukan tim kode etik sudah semacam itu. Seperti contoh seperti yang terjadi dalam kasus dosen FKIP, dia mengakui perbuatannya maka bisa langsung dieksekusi dan kemudian disampaikan Pak Rektor. Jadi menurut saya tidak perlu majelis etik," ucapnya.

Baca berita lainnya langsung dari google news

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved