Dugaan Pelecehan Unsri
Reaksi WCC Palembang Terhadap Dugaan Pelecehan Mahasiswa di Unsri: Kampus Terkesan Melindungi Pelaku
Tetapi pihak kampus bukannya menjamin perlindungan kepada korban justru terkesan melindungi pelaku.
TRIBUNSUMSEL.COM - Women’s Crisis Centre (WCC) Palembang menyesalkan terjadinya kekerasan seksual (pelecehan seksual) di lembaga pendidikan beberapa bulan terakhir ini di Propinsi Sumatera Selatan.
Salah satunya pelecehan seksual yang terjadi terhadap beberapa mahasiswi Universitas Sriwijaya di tengah proses penyelesaian tugas kuliahnya.
Sebagaimana ramai diberitakan belakangan ini, yang dilakukan oleh Dosen Fakultas Ekonomi Unsri yang berinisial R
Perlu diketahui bahwa jumlah kasus kekerasan seksual dilingkungan kampus seperti fenomena gunung es, baru sebagian kecil saja yang terungkap ke permukaan.
Diyakini banyak kasus lain yang terjadi di Unsri maupun di kampus (perguruan tinggi) lainnya yang berada di Provinsi Sumatera Selatan.
Banyak korban yang memutuskan tidak melaporkan kasusnya karena beberapa alasan, diantaranya karena posisi relasi kuasa yang tidak imbang antara korban dan pelaku.
Proses hukum pidana yang panjang dan berat bagi korban dan keluarga, tekanan sosial atas nama menjaga nama baik institusi, adanya stigma negatif masyarakat bagi korban kekerasan seksual.
Selain itu, tidak ada mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang menjamin keamanan dan kerahasiaan bagi korban.
Serta masih kuatnya budaya patriarki yang masih dianut di Indonesia termasuk di Sumsel yang dapat menyebabkan budaya “victim blaming” kepada korban yang berani melaporkan kasusnya.
Terkait kasus yang dialami mahasiswi UNSRI, ironisnya ketika korban mulai berani melaporkan kasus yang dialaminya.
Tetapi pihak kampus bukannya menjamin perlindungan kepada korban justru terkesan melindungi pelaku.
Misalnya memanggil korban untuk memberikan klarifikasi dan keterangan secara langsung kepada pimpinan Fakultas dimana korban menimba ilmu.
Disebutkan didalam surat panggilan tersebut bahwa keterangan akan diminta didalam ruang tertutup.
Tanpa berwakil dan atau tidak menyertai orang lain karena jika tidak hadir maka akan berdampak kepada masalah-masalah lainnya dalam kapasitas korban sebagai mahasiswi.
Sangat jelas bahwa hal ini adalah cara-cara intimidatif yang tidak berpihak pada kepetingan korban.