Berita Nasional
Kesaksian di Sidang, Kombes Tubagus : Anggota Polda Spontan Menembak Laskar FPI karena Diserang
Perkara yang menewaskan 6 anggota FPI ini menjerat dua anggota Polda Metro Jaya sebagai terdakwa, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorel
TRIBUNSUMSEL.COM - Kasus tewasnya enam laskar FPI sudah memsuki persidangan.
Kali ini penuntut umum (JPU) menghadirkan Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat sebagai saksi.
Dalam sidang lanjutan dugaan pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing, Selasa (9/11/2021).
Perkara yang menewaskan 6 anggota FPI ini menjerat dua anggota Polda Metro Jaya sebagai terdakwa, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella.
Dalam sidang lanjutan ini, Tubagus turut menjabarkan standar operasional prosedur (SOP) penggunaan senjata api (senpi) oleh petugas kepolisian, saat menjalankan tugas.
"Mereka (anggota Polda Metro Jaya) melaporkan seperti apa, apa yang terjadi di dalam mobil?" Tanya jaksa dalam persidangan.
"Hasil laporan daripada anggota, pada saat di dalam mobil itu dipertanyakan kepada mereka."
"Saat mobil berjalan tidak terlalu lama dari lokasi rest area KM 50, mereka diserang oleh keempat anggota laskar tersebut."
"Diserang dan juga untuk merebut senjata, ini hasil laporan," jawab Tubagus.
Atas penyerangan yang dilakukan anggota FPI itu, Tubagus menyebut anggotanya melawan, sehingga melesatkan tembakan ke arah anggota FPI.
"Kemudian secara spontan, mereka (anggota polisi) mengambil langkah untuk mengamankan daripada senjata tersebut."
"Kemudian mereka melakukan tembakan ke arah anggota laskar, dan akibatnya meninggal dunia, itu yang dilaporkan anggota," beber Tubagus.
Mendengar pernyataan Tubagus, jaksa lantas menanyakan ada atau tidaknya SOP dari kepolisian soal penggunaan senjata api.
Tubagus mengatakan, SOP itu ada dan hingga kini masih berlaku, di mana salah satu indikatornya, senjata api bisa digunakan oleh anggota kepolisian jika berada dalam kondisi tertekan dan membahayakan.
"Penggunaan senjata api itu ada SOP-nya."
"Salah satu indikator penggunaan senjata api itu adalah digunakan ketika sudah membahayakan diri dan masyarakat."
"Maka senjata wajar dan patut digunakan ketika serangan yang dilakukan itu membahayakan jiwa, baik terhadap dirinya maupun orang lain," jelas Tubagus.
Jaksa kemudian menanyakan teknis penembakan yang seharusnya dilakukan oleh pihak kepolisian, jika sudah menghadapi kondisi seperti itu.
Dalam hal ini, jaksa bertanya soal bagian tubuh mana yang sewajarnya dijadikan sasaran oleh pihak kepolisian.
"Digunakan senjata api jika sesuai SOP itu menyasar bagian tubuh seperti apa?" Tanya jaksa.
Menjawab pertanyaan itu, Kombes Tubagus mengatakan, pelesatan tembakan itu hanya dikhususkan untuk melumpuhkan target.
Namun, kondisi yang terjadi pada insiden itu, Tubagus mengatakan, keadannya tidak dalam posisi normal, sebab berada di dalam mobil dengan ruang yang sempit.
Alhasil, penembakan itu dilakukan dalam keadaan spontan, sebab berdasarkan laporan yang diterima Tubagus, bagian tubuh yang terlihat hanya posisi badan ke atas.
"Kalau dalam kondisi normal itu ditujukan untuk melumpuhkan, tetapi dalam kondisi yang dilaporkan oleh anggota itu kondisinya spontan."
"Kejadian itu secara spontan dalam ruangan yang sempit dalam mobil, posisi yang terlihat adalah bagian (tubuh) atas karena di dalam mobil."
"Kalau menanyakan kondisi sesuai SOP, saya menjawabnya kondisi normal."
"Tetapi ini berada dalam kondisi lingkungan yang terbatas (di dalam mobil), situasi cukup mencekam, dan kemudian dilakukan tembakan oleh anggota polisi terhadap bagian (tubuh) yang terlihat."
"Itu fakta di lapangan, dalam kejadian ini berada dalam mobil di mana anggota badan yang untuk melumpuhkan itu tidak terlihat," terangnya.
"Kalau kondisi tidak normal itu ditembakkan ke mana?" Tanya jaksa lagi.
"Anggota badan yang terlihat," jawab Tubagus.
"Bisa dijelaskan?" Kata jaksa.
"Yang terlihat kalau di dalam mobil, gambaran dalam diri saya iyu, gambaran pribadi saya, otomatis bagian kaki ke bawah tertutup."
"Tentu yang terlihat adalah bagian atas, dan mohon jangan dibayangkan dalam posisi (di mobil) yang ideal."
"Tolong dibedakan posisi yang ideal dengan posisi spontan."
"SOP itu mengatur hanya dalam kondisi yang normal posisi," terang Tubagus.