Putusan Sidang Bupati Muara Enim Juarsah

Juarsah Divonis Bersalah Terima Suap, Dihukum 4 Tahun 6 Bulan Penjara

Isak tangis keluarga mengiringi pembacaan putusan pengadilan terhadap Bupati Muara Enim nonaktif Juarsah yang terjerat kasus gratifikasi penerimaan su

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Isak tangis keluarga mengiringi pembacaan putusan pengadilan terhadap Bupati Muara Enim nonaktif Juarsah yang terjerat kasus gratifikasi penerimaan suap, Jumat (29/10/2021).

Majelis hakim yang diketuai Sahlan Effendi SH MH menjatuhkan vonis hukuman 4 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp.200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu Juarsah juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp.3 miliar yang apabila tidak ganti, harta bendanya akan disita dan jika tidak mencukupi maka diganti pidana penjara 10 bulan.

"Bahwa terdakwa telah memenuhi unsur-unsur menerima hadiah atau janji sebagai penyelenggara negara atau kepala daerah," ujar hakim saat membacakan putusan.

Mendengar putusan tersebut, puluhan orang yang terdiri dari keluarga, kerabat maupun simpatisan Juarsah banyak yang tak kuasa menahan tangis.

Juarsah sendiri terlihat mencoba tegar dan meminta keluarganya untuk tetap tenang dengan apa yang terjadi.

"Sudah jangan nangis. Dunia semua ini," ujar Juarsah saat memeluk salah seorang keluarganya yang menangis terisak.

Kesedihan juga terlihat jelas dari istri Juarsah yang selama persidangan berlangsung sudah tak kuasa menahan kesedihannya.

Saat mendengar hakim membacakan putusan terhadap sang suami, istri Juarsah tampak begitu syok dan menangis terisak hingga bahunya terlihat bergetar.

Namun dia berusaha meredam suara lantaran proses pembacaan persidangan masih berlangsung ketika itu.

Diketahui, Juarsah divonis sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan kumulatif kesatu alternatif pertama melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga: Maknai Hari Sumpah Pemuda, DPD PDIP Sumsel Ajak Pemuda Berwiraswasta

Sebelumnya, Bupati Muara Enim Nonaktif Juarsah yang terjerat kasus dugaan penerimaan suap dan fee pada 16 paket proyek peningkatan jalan senilai Rp.130 miliar di Kabupaten Muara Enim, menjalani sidang dengan agenda putusan hakim di Pengadilan Tipikor Palembang, Jumat (29/10/2021).

Dari pantauan di gedung Pengadilan, sidang ini mendapat pengawalan dari beberapa anggota brimob bersenjata lengkap.

Nampak pula simpatisan maupun keluarga Juarsah hadir langsung untuk menyaksikan jalannya persidangan.

Sementara istri Juarsah juga turut hadir ke ruang sidang, terlihat tak kuasa menahan tangis menyaksikan suaminya yang duduk di kursi terdakwa.

Selama hakim membacakan amar putusan, istri Juarsah terus mengelus dada seraya tak henti-henti menyeka air mata yang terus jatuh membasahi pipinya.

Bibirnya juga tak henti-henti berucap kecil layaknya orang yang sedang membaca dzikir.

Duduk lesu di kursi pengunjung, istri Juarsah terlihat ditegarkan oleh seorang kerabat yang terus mengelus pundaknya.

Hingga berita ini diturunkan, hakim yang diketuai Sahlan Effendi SH MH masih membacakan putusan terhadap Juarsah

Diberitakan sebelumnya Bupati Muara Enim Nonaktif Juarsah membacakan Pledoi (pembelaan) atas tuntutan JPU KPK terhadapnya, Jumat (15/10/2021).

Dengan judul Pledoi, "Nasib Seorang Wakil Bupati yang Terdzolimi" Juarsah sempat tak kuasa menahan tangis diujung pembacaan pledoinya.

"Maka kiranya saya mohon majelis hakim dapat memutuskan dengan seadil-adilnya," kata Juarsah yang terlihat menarik napas panjang dihadapan majelis hakim dengan ketua Sahlan Efendi SH MH pada sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Palembang.

Seperti diketahui, Juarsah terjerat kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi pada 16 paket proyek peningkatan jalan senilai Rp.130 miliar di Kabupaten Muara Enim.

Ketika proyek itu berlangsung, Juarsah masih menjabat Wakil Bupati Muara Enim sedangkan posisi Bupati diemban oleh Ahmad Yani.

Dia lalu menjabat sebagai Bupati Muara Enim definitif setelah Ahmad Yani terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK atas kasus korupsi proyek yang kini juga menjeratnya.

Dalam pledoi, Juarsah menyebut segala tuntutan JPU terhadapnya tidaklah benar.

"Saya wakil bupati yang terdzalimi dan mencari keadilan," ucapnya.

Juarsah juga menyoroti tuntutan JPU yang menyebutnya sudah menerima aliran dana suap dari kontraktor Robi Okta Pahlevi.

Diketahui, berdasarkan keterangan A Elvin MZ Muchtar, uang tersebut digunakan salah satunya untuk biaya kampanye anak dan istri Juarsah.

Secara gamblang, dia mengaku sakit hati dengan keterangan tersebut tersebut.

"Apa yang dituntut JPU kepada saya yang dikatakan telah menerima uang dari Robi, saya disebut menerima
suap atau gratifikasi, terus disebut untuk biaya pemilu anak dan istri saya dan didakwa ikut bagi-bagi proyek. Saya sangat sakit hati dan penghinaan bagi saya," ujarnya.

Juarsah mengaku, selama menjabat wakil Bupati, segala hal yang menyangkut proyek di Pemerintahan adalah hal baru baginya.

Mengingat dia sebelumnya merupakan pengusaha yang diantaranya bergerak di bidang jual beli truk angkut baru-bekas.

"Semua kebijakan di-handle Bupati. Terhadap tuntutan yang menyebut saya beberapa kali menerima uang dari Robi, Saya tidak mengenal dia semua karyawannya yang jadi saksi. Kami tidak saling kenal sehingga tidak mungkin ada peran saya dalam proyek tersebut apalagi meminta uang," ucapnya.

Ditemui setelah persidangan, Juarsah tampak menebar senyum sembari memeluk satu persatu anggota keluarga maupun kerabat yang sudah menunggunya selama persidangan ini.

Juarsah berujar, dirinya merasa lega setelah menyampaikan pembelaan secara langsung dihadapan majelis hakim.

"Saya hari ini lega menyampaikan apa yang saya ketahui, apa yang saya alami dan sesuai dengan fakta persidangan. InsyaAllah hakim akan memberikan yang terbaik dan yang seadil-adilnya, melepaskan saya dari segala dakwaan maupun tuntutan," ucapnya.

Sementara itu, JPU KPK, Januar Dwi Nugroho mengatakan, tuntutan yang dijatuhkan kepada setiap terdakwa tentunya sudah berdasarkan alat bukti dalam persidangan.

"Tadi dalam tanggapan atau replik secara lisan sudah kami sampaikan bahwa tuntutan kami sudah sesuai dengan alat-alat bukti. Sehingga kami meyakini bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap ataupun gratifikasi sehingga kemudian terdakwa dituntut dengan hukuman 5 tahun penjara denda Rp.300 juta Subsidair 6 bulan kurungan dan mengembalikan uang pengganti sebesar Rp.4,17 miliar," ujarnya.

Januar menjelaskan, hal itulah yang menjadi pertimbangan JPU dalam menentukan tuntutan pasal berlapis terhadap Juarsah.

"Terkait pasal berlapis, itu karena ada 2 perbuatan yang berbeda disini. Pertama, suap dari Robi Okta Pahlevi kemudian gratifikasi atau penerimaan-penerimaan hadiah sebagai salah satunya kita ketahui dalam pembelaan tadi, itu dari Iwan Rotari atau Safarudin.

Baca berita lainnya langsung dari google news

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved