Berita Internasional
Mengenal Sosok Presiden Guinea Alpha Conde yang Dikudeta Militer, Gagal Sejahterakan Rakyat
Presiden Guinea Conde, yang berkuasa selama lebih dari satu dekade, mengalami penurunan popularitas drastis sejak mencari masa jabatan ketiga
TRIBUNSUMSEL.COM-Kontak tembak terjadi di dekat istana Presiden Guinea, Minggu (5/9/2021) pagi. Situasi negara yang berada di Afrika Barat ini menjadi menegangkan sejak kemarin.
Setelah berjam-jam terjadi baku tembak, para pemberontak berhasil menculik Presiden Guinea Alpha Conde.
Pertanyaan warga di mana keberadaan presiden Guinea Alpha Conde akhirnya terjawab dalam sebuah video yang beredar.
Pemimpin Guinea berusia 83 tahun itu muncul dalam video. Ia tampak lelah dan kusut dalam tahanan militer.
Tidak diketahui kapan atau di mana video itu diambil.
Tetapi terdengar suara seorang tentara bertanya kepada Conde apakah para pengkudeta melukainya dengan cara apa pun.
Doumbouya, komandan unit pasukan khusus tentara Guinea dalam sebuah pengumuman di televisi pemerintah menyatakan, pemerintahan telah dibubarkan dalam sebuah kudeta.
Dia kemudian mengonfirmasi melalui televisi France 24 bahwa Conde berada di "tempat aman" dan telah menemui dokter.
Seorang mantan diplomat AS di Conakry mengonfirmasi kepada AP bahwa presiden Guinea ditahan oleh para pengkudeta.
Diplomat, yang melakukan kontak dengan pejabat Guinea, berbicara dengan syarat anonim karena sensitivitas masalah tersebut.
Baca juga: Pimpin Kudeta Guinea, Kolonel Mamady Doumbouya Klaim Bertindak atas Nama 12,7 Juta Rakyat
Penurunan Popularitas
Conde, yang berkuasa selama lebih dari satu dekade, mengalami penurunan popularitas secara drastis sejak ia mencari masa jabatan ketiga tahun lalu.
Dia ketika itu mengatakan bahwa batasan masa jabatan tidak berlaku untuknya.
Perkembangan dramatis Minggu (5/9/2021) menggarisbawahi bagaimana perbedaan pendapat meningkat, termasuk di dalam militer.
Namun, tidak segera diketahui berapa banyak dukungan yang sebenarnya dimiliki Doumbouya di dalam militer dan apakah pasukan yang setia kepada Conde akan mencoba merebut kembali kekuasaan dalam beberapa jam dan hari mendatang.
Dalam pidato Minggu (5/9/2021), Doumbouya meminta tentara lain "menempatkan diri mereka di pihak orang-orang" dan tinggal di barak mereka.
Doumbouya berdalih tindakan itu dilakukan demi kepentingan terbaik bangsa, dan mengutip kurangnya kemajuan ekonomi oleh para pemimpin sejak negara itu memperoleh kemerdekaan dari Perancis pada 1958.
“Jika Anda melihat keadaan jalan kami, jika Anda melihat keadaan rumah sakit kami, Anda menyadari bahwa setelah 72 tahun, inilah saatnya untuk bangun,” katanya.
“Kita harus bangun.”
Pengamat menilai ketegangan antara presiden Guinea dan kolonel tentara berasal dari proposal baru-baru ini untuk memotong beberapa gaji militer.
Sejarah Guinea
Guinea memiliki sejarah panjang ketidakstabilan politik sejak kemerdekaan. Pada 1984, Lansana Conte mengambil alih negara setelah pemimpin pertama pasca-kemerdekaan meninggal.
Dia tetap berkuasa selama seperempat abad sampai kematiannya pada 2009.
Kudeta kedua segera menyusul, meninggalkan tentara Kapten Moussa "Dadis" Camara bertanggung jawab atas pemerintahan.
Camara kemudian pergi ke pengasingan setelah selamat dari upaya pembunuhan, dan pemerintah transisi kemudian menyelenggarakan pemilihan penting 2010 yang dimenangkan oleh Conde.
Tahun berikutnya, Conde nyaris tewas karena upaya pembunuhan setelah orang-orang bersenjata mengepung rumahnya semalaman dan menggedor kamarnya dengan roket.
Granat berpeluncur roket juga mendarat di dalam kompleks dan salah satu pengawalnya tewas.
Awalnya, banyak yang melihat kepresidenannya sebagai awal baru bagi negara, yang telah terperosok oleh pemerintahan yang korup dan otoriter selama beberapa dekade.
Namun, para penentang mengatakan dia gagal memperbaiki kehidupan orang Guinea, yang sebagian besar hidup dalam kemiskinan meskipun negara itu kaya akan mineral yang luas, termasuk bauksit dan emas.
Tahun berikutnya Conde nyaris tewas dari upaya pembunuhan setelah orang-orang bersenjata mengepung rumahnya semalaman dan menggedor kamarnya dengan roket.
Roket-prop granat yang ditembakkan juga mendarat di dalam kompleks dan salah satu pengawalnya tewas.
Demonstrasi jalanan yang penuh kekerasan pecah tahun lalu setelah Conde menyelenggarakan referendum untuk mengubah konstitusi.
Kerusuhan meningkat setelah dia memenangkan pemilihan Oktober, dan oposisi mengatakan puluhan orang tewas selama krisis.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
