Perempuan Dalam Islam

Bolehkah Perempuan Minta Cerai Menurut Islam, Apa Hukum dan Alasan, Ini Dalil Alquran dan Hadist

Bolehkah perempuan minta cerai menurut Islam, apa hukum dan alasan berikut dalil Alquran dan Hadist atas persoalan ini.

Penulis: Vanda Rosetiati | Editor: Vanda Rosetiati
tribunsumsel.com/khoiril
Ilustrasi bolehkah perempuan minta cerai menurut Islam. 

PERNIKAHAN adalah sunah Rasul yang apabila dilaksanakan mendapat pahala tetapi apabila tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa tetapi dimakruhkan karena tidak mengikuti sunah Rasul.

Setiap pasangan tentunya berharap agar pernikahan mereka langgeng sampai akhir hayat dan bersama hingga ke surga. Namun, permasalahan kehidupan berumahtangga memang tidak akan akan pernah habis. Sebagian pasangan mungkin bisa bertahan tetapi cukup banyak juga yang akhirnya memilih atau terpaksa berpisah atau bercerai dari pasangannya.

Saat rumah tangga akan diakhiri, keinginan ini bisa saja muncul baik dari suami maupun istri. Cukup banyak ditemui saat ini, seorang wanita yang menuntut cerai dari suaminya. Sebenarnya bolehkah perempuan minta cerai menurut Islam, apa hukum dan alasan berikut dalil Alquran dan Hadist atas persoalan ini. Berikut pembahasannya. 

Dikutip dari kanal Youtube Al Bahjah TV, Buya Yahya menjelaskan menyikapi istri yang meminta cerai. atau bahkan sudah menggugat suaminya di pengadilan agama maka untuk mengetahui alasan seorang istri meminta cerai maka suami harus tahu alasannya. Tetapi, pertama kali yang harus kita lakukan adalah koreksi diri sendiri.

"Koreksi dulu wahai kaum pria, kalau ada seorang istri minta cerai itu koreksi dulu ya. Jangan menyalahkan istri, karena ikatan yang pernah dibuat itu ikatan karena Allah," kata Buya mengawali jawaban dari pertanyaan jemaahnya.

Tidak semua alasan bercerai datang dari istri, bisa jadi suami yang memang sudah berubah cintanya kepada istrinya.

"Apalagi mungkin semua ada cinta dan sebagainya, kok tiba-tiba berubah menjadi mengajak kepada perpisahan. Tentu ada yang salah dalam jalinan tersebut," tambah Buya.

Buya menambahkan, jika manusia yang salah itu yang tidak pernah mengakui kesalahannya maka itu mengoreksi diri sendiri sangat penting. Jika sudah, maka koreksi diri kita kepada orang lain yang netral. Terutama jika memang ada masalah di dalam rumah tangga.

Baik menurut kita, belum tentu baik menurut orang lain. Itulah pentingnya untuk berlaku adil dan tahu cara menempatkannya.

Setelah kita mengetahui kesalahan diri sendiri maka kita harus memperbaikinya. Tetapi apa yang harus suami lakukan, jika istri tetap meminta cerai meskipun sudah memenuhi hak dan kewajiban? "Maka suami boleh mengabulkan permintaan cerai tersebut. Dan suami aman di hadapan Allah Ta'ala," katanya.

Hukum Perempuan Menggugat Cerai

Dalam islam, gugat cerai memiliki dua istilah yakni fasakh dan khulu. Fasakh adalah lepasnya ikatan nikah antara suami istri dan istri tidak mengembalikan maharnya atau memberikan kompensasi pada suaminya. Khulu' adalah gugatan cerai istri dimana dia mengembalikan harta atau maharnya kepada suami.

Cerai gugat (khulu’) terdiri dari lafazd kha-la-‘a yang berasal dari bahasa arab, secara etimologi berarti meninggalkan atau membuka pakaian. Dihubungkan kata khulu’ dengan perkawinan karena dalam Al-Qur’an disebutkan:

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ

Artinya: “Mereka (istri) adalah pakaianmu (suami) dan kamu adalah pakaian mereka.” (QS. Al-Baqarah: 187).

Gugatan cerai yang dilakukan istri kepada suaminya disebut dengan khulu’. Khulu’ ialah perceraian yang dilakukan pihak istri kepada suami, dengan iwadh/ fidyah (uang pengganti/ tebusan), dalam hal ini tetap diucapkan oleh suami dan keputusannya tetap berada di tangan laki-laki (suami).

Cerai gugat (khulu’) merupakan salah satu jalan bagi istri untuk menentukan arah dan tujuan hidupnya, apakah perkawinannya mau dilanjutkan atau diputuskan. Dasar kebolehan khulu’ yaitu: Jika pasangan suami istri saling berselisih dan membenci karena keburukan akhlak, ketaatannya terhadap agama, atau karena kesombongan yang menyebabkan pihak istri khawatir tidak dapat menunaikan hak-hak Allah SWT maka diperbolehkan baginya mengkhulu’ dengan cara memberikan ganti berupa tebusan untuk menebus dirinya dari suaminya.

Adapun hukum dari khulu’ adalah mubah (boleh) sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah 229:

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا ٱفْتَدَتْ بِهِ

Artinya: “Jika kalian khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.” (QS. Al-Baqarah: 229).

Perkawinan adalah sebuah perjanjian suci untuk hidup bersama sebagai suami istri, tetapi jika masing-masing pihak merasa tidak bisa lagi untuk hidup bersama sebagai suami isteri, maka perceraian merupakan jalan terakhir yang dapat ditempuh. Al-Qur’an dalam surat An Nisa’ ayat 128 memberikan solusi untuk mengatasi problem rumah tangga:

وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَأُحْضِرَتِ ٱلْأَنفُسُ ٱلشُّحَّ ۚ وَإِن تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Nisa’: 128).

Perdamaian yang dimaksud pada ayat ini adalah tafriq (pisah) yang dimintakan kepada hakim atau dengan cara khulu’. Khulu’ harus didasarkan pada alasan perceraian yang sesuai dengan ketentuan pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. Dengan kata lain, perceraian khulu’ dapat dilakukan atas alasan suami zina, peminum-minuman keras, pengguna narkoba yang sulit disembuhkan, sampai dipidana penjara 5 tahun lamanya. Atau dengan alasan suami telah melakukan penganiayaan atau menyakiti hatinya karena pertengkaran dan alasan-alasan lainya.

Menjawab pertanyaan bolehkah perempuan minta cerai, apa saja syarat dan alasannya menurut Islam, selain dalil Alquran juga dijelaskan melalui hadist Nabi Muhammad SAW.

Istri meminta cerai pada dasarnya boleh, asal dengan syarat dan alasan yang jelas. Dalam sebuah hadist dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya istri Tsâbit bib Qais mendatangi Nabi SAW dan berkata: “Wahai, Rasulullah. Aku tidak mencela Tsâbit bin Qais pada akhlak dan agamanya, namun aku takut berbuat kufur dalam Islam.”

Maka Nabi SAW bersabda: “Apakah engkau mau mengembalikan kepadanya kebunnya?”. Ia menjawab,”Iyaa, Rasulullah SAW,”. Lalu beliau bersabda: “Ambillah kebunnya, dan ceraikanlah dia.” (HR al-Bukhari).

Namun, hukum istri meminta cerai adalah haram jika tanpa alasan syar'i. Sebab, dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja perempuan yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas perempuan tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Alasan Wanita Boleh Meminta Cerai

Karena hukum istri meminta cerai sudah ditentukan, maka yang perlu diketahui berikutnya alasan wanita boleh meminta cerai. Berikut ini adalah beberapa alasannya;

1. Suami Tidak Mampu Memenuhi Hak Istri
Hak istri tersebut misalnya nafkah, dipergauli dengan baik, dan diberi tempat tinggal yang layak. Termasuk dalam kasus ini jika suami sangat pelit dan perhitungan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar istri.

Ibnu Qudamah dalam al-Mughni mengatakan termasuk dalam hal ini jika suami tidak mau memberi nafkah istri baik karena tidak ada yang bisa dia berikan sebagai nafkah atau yang lain, sehingga seorang perempuan menjadi bimbang antara bersabar atau minta berpisah.

2. Suami Merendahkan Istri
Ini bisa saja dalam bentuk memukul, melaknat dan mencela istri, sekalipun tidak dilakukan berulang-ulang. Apalagi jika suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tanpa ada sebab syar’i yang mengharuskannya melakukan hal itu.

Islam melarang suami melakukan KDRT, baik secara verbal atau non verbal. Karena itu, istri berhak meminta cerai jika suami melakukan kekerasan yang jelas terlihat seperti ada bekas pukulan dan sebagainya walaupun tidak ada saksi.

3. Suami Pergi dalam Waktu yang Sangat Lama

Ini mengakibatkan istri menghadapai keadaan gawat darurat dengan sebab ditinggal suami. Lamanya kepergian tersebut hingga lebih dari enam bulan, sehinga dikhawatirkan terjadi fitnah yang menimpa istri. Sebagaimana hal itu diterangkan dalam al-Mughni.

Ibnu Qudamah berkata, “Imam Ahmad, yaitu Ibn Hanbal rahimahullah ditanya, ‘berapa lama bagi laki-laki menghilang dari keluarganya?” dia berkata, “Diriwayatkan enam bulan."

4. Suami Divonis Memiliki Penyakit Berbahaya
Penyakit tersebut bisa berupa penyakit yang menular, penyakit impoten, atau penyakit berbahaya lainnya.

5. Suami Fasik
Fasiknya suami sebab melakukan dosa-dosa besar, atau tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban fardu yang mana jika suami tidak melakukannya bisa menyebabkan kekafiran atau rusaknya akad nikah.

Saat istri sudah bersabar atas kelakuannya dan menasehatinya agar berubah namun suami tetap melakukan hal tersebut dan malah semakin parah, maka hukum istri meminta cerai adalah wajib untuk menjaga keluarganya, anak-anaknya, serta dirinya sendiri.

Cara Mengajukan Cerai Gugat

1. Langkah yang harus dilakukan Penggugat (istri/kuasanya) :
Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 73 UU nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tentang tata cara membuat surat gugatan (pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 58 UU nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
Surat gugatan dapat diubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.

2. Gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah :
Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat (pasal 73 ayat (1) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (pasal 32 ayat (2) UU no 1 tahun 1974 jo pasal 73 ayat (1) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
Bila Penggugat berkediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (pasal 73 ayat (2) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).
Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan pernikahan (pasal 73 ayat (3) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).

3. Gugatan tersebut memuat :
- Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Penggugat dan Tergugat.
- Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
- Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).

4. Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 66 ayat (5) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).

5. Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg).

6. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.

Syarat Wanita Ajukan Cerai Gugat

Surat Gugatan / Surat Permohonan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama dapat dibuat sendiri (softcopy HARUS disimpan di Flasdisk/CD) ataupun dengan bantuan POSBAKUM, Tidak dipungut biaya / GRATIS (8 rangkap)
Fotokopi Buku Nikah (Halaman Pertama / Yang ada Foto sampai dengan halaman terakhir) diberi materai dan dicap leges di Kantor Pos di kertas A4 (tidak dipotong)
Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga diberi materai dan dicap leges di Kantor Pos Daan Mogot Di Depan Indosiar Jakarta Barat di kertas A4 (tidak dipotong)
Buku Nikah Asli / Duplikat
Surat Keterangan Ghoib dari kelurahan setempat apabila salah satu pihak ada yang tidak diketahui alamatnya
Surat ijin dari Atasan apabila Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, TNI, POLRI;
Biaya Panjar Perkara akan di hitung saat sudah membuat surat Gugatan atau Permohonan.

Itulah pembahasan mengenai bolehkah perempuan meminta cerai menurut Islam, apa hukum dan alasan, ini dalil Alquran dan Hadist. Semoga Allah SWT hindarkan dari perkara-perkara yang tidak diinginkan. Wallaahu a'lam bishshowab.

Baca berita lainnya langsung dari google news

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved