Berita Corona
Satgas IDI : Masih Belum Ada Bukti Ilmiah Tentang Kemanjuran Ivermectin Untuk Covid-19
Satgas IDI sebut masih belum ada bukti ilmiah tentang kemanjuran Ivermectin untuk Covid-19.
TRIBUNSUMSEL.COM - Masih belum ada bukti ilmiah tentang kemanjuran Ivermectin untuk Covid-19.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban melalui akun Twitternya, @ProfesorZubairi, Selasa (6/7/2021)
Diketahui, Ivermecetin ini disebut-sebut sebagai obat terapi Covid-19.
Sebagai ahli tenaga medis, Zubairi tak menyarankan obat yang secara ilmiah belum diakui.
"Tentang Ivermectin. Berhentilah percaya pada “hal-hal ajaib” yang menjejali kita dengan instan. Sabar dulu."
"Masih belum ada bukti ilmiah tentang kemanjuran Ivermectin untuk Covid-19. Sebagai dokter, saya tidak akan menyarankan sesuatu yang dasar ilmiahnya belum diakui," jelas Zubairi.
Zubairi menjelaskan beberapa poin soal penggunaan obat Ivermectin di berbagai belaha dunia.
Di India, kata Zubairi, pemakaian Ivermectin sebagai obat Covid-19 telah dihapus beberapa waktu lalau.
"Menurut pedoman baru, penggunaan Ivermectin telah dihapus sepenuhnya. Itu sudah clear," paparnya.
Dikatakannya, kasus Covid-19 di India menurun, bukan karena khasiat dari Ivermectin.
Tetapi, karena, adanya penerapan lockdown yang ketat.
Baca juga: 7 Provinsi di Luar Jawa Diprediksi Hadapi Ancaman Penyebaran Varian Delta, Termasuk Sumatera Selatan

Sedangkan negara Amerika Serikat juga tidak memperbolehkan Ivermectin untuk pengobatan Covid-19.
Hal itu berlaku sama bagi World Health Organization (WHO) dan Eropa.
"Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Eropa, juga melarang Ivermectin, terkecuali untuk uji klinis," imbuhnya.
Kemudian di Indonesia, lanjut Zubairi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih melakukan uji klinis terhadap Ivermectin dan belum mengizinkan obat tersebut sebagai obat Covid-19.
Baca juga: Penjelasan Dokter, IDI hingga Ahli Gizi Soal Susu Beruang yang Dipercaya Bisa Obati Covid-19
Sehingga, saat ini, para tenaga medis jelas dilarang menggunakan Ivermectin untuk menyembuhkan pasien Covid-19.
"Yang krusial. dokter-dokter di Indonesia tak boleh memakai Ivermectin untuk pengobatan pasien Covid-19 sebelum izin BPOM keluar,"
"Kesimpulannya: dokter saja tidak boleh, apalagi masyarakat. Ingat, Ivermectin adalah obat keras," tandasnya.
BPOM Beri Izin Darurat Dua Obat ini untuk Covid-19, Belum Ada Ivermectin
Diketahui, obat Ivermectin masih dalam tahap uji klinis BPOM.
Meskipun begitu, pihak BPOM telah mengeluarkan dua obat untuk membantu proses penyembuhan pasien Covid-19, yakni Remdesivir dan Favipiravir.
"Obat yang sudah mendapat EUA sebagai obat covid adalah ada dua, yaitu remdesivir dan favipiravir," ungkap Kepala BPOM Penny K Lukito, diberitakan Tribunnews sebelumnya, Senin (5/7/2021).
Ia menerangkan, di Indonesia penggunaan kedua obat itu sesuai dengan protap yang sudah disetujui tentunya dari organisasi profesi.
"Kami dampingi untuk percepatan apabila membutuhkan data untuk pemasukan ataupun data untuk distribusinya," ujarnya.
Selain itu, pihaknya bersama sejumlah organisasi profesi maupun tenaga ahli juga telah mengeluarkan informatorium untuk obat Covid-19 Indonesia yang di dalamnya juga sudah ada indikasi-indikasi untuk pengobatan untuk pasien Covid-19 anak-anak.
Berikut daftar obat telah yang mendapat emergency use of authorization (EUA) dari BPOM sebagai obat Covid-19.
Remdesivir serbuk injeksi terdiri dari nama obat:
- Remidia
- Cipremi
- Desrem
- Jubi-R
- Covifor
- Remdac
Remdesivir larutan konsentrat untuk infus : nama obat Remeva
Indikasi obat tersebut adalah: Pengobatan bagi pasien dewasa dan anak-anak yang dirawat di Rumah Sakit yang telah terkonfirmasi COVID-19 dengan derajat keparahan berat.
Favipiravir tablet salut selaput terdiri dari nama obat:
- Avigan
- Favipiravir
- Favikal
- Avifavir
- Covigon
Indikasi obat tersebut adalah: Tatalaksana untuk pasien COVID-19 dengan derajat keparahan sedang dikombinasi dengan standar pelayanan kesehatan.
Meski demikian, BPOM mengingatkan obat-obat tersebut digunakan di pelayanan kesehatan atau berdasarkan resep dokter.
(Tribunnews.com/ Shella Latifa/ Rina Ayu)