Ki Manteb Soedharsono Meninggal
Gamelan Ki Manteb Soedharsono Dibeli Pemkab Karanganyar, Sepakat Seminggu Lalu : untuk Cagar Budaya
Pemkab Karanganyar beli gamelan milik Ki Manteb Soedharsono. Ternyata sepakat seminggu sebelum Ki Manteb meninggal
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Fristin Intan Sulistyowati
TRIBUNSUMSEL.COM, KARANGANYAR - Dalang kondang Ki Manteb Soedharsono tutup usia.
Ia meninggal dunia pada Jumat (2/7/2021).
Ternyata, sebelum meninggal, gamelan Ki Manteb sudah ditawar Pemkab Karanganyar.
Hal tersebut dibenarkan oleh Bupati Karanganyar Juliyatmono.
Juliyatmono mengatakan, dirinya sudah membicarakan hal ini dengan almarhum semasa hidup.
"Iya benar, satu minggu yang lalu dihubungi sepakat untuk membelinya," ujarnya, Jumat (2/7/2021).
Gamelan ini akan dibeli pada bulan Juli 2021 ini.
"Ya setengah-setengah dulu (bayarnya)," ujarnya.
Gamelan itu merupakan gamelan turun temurun.
Bahkan para kolektor sudah menawarnya ratusan juta.
"Sebenernya itu yang nawar banyak, tapi Ki Manteb mau dibeli sama kita untuk cagar budaya," ungkapnya.
Terkait alat gamelan ini nantinya diharapkan bisa memberikan pendidikan dan informasi serta edukasi terkait budaya dan penggunaanya.
Pesan Ki Manteb
Semasa hidup Ki Manteb Soedharsono pernah berpesan agar gamelannya dibeli oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karanganyar.
Namun, sebelum pesannya terlaksana, Ki Manteb meninggal berjuang melawan Covid-19 pada usianya ke-72 tahun.
Ketua Seniman Sekar Kabupaten Karanganyar, Joko Dwi Suranto mengaku mendapatkan pesan itu langsung dari Ki Manteb Soedharsono.
"Tanggal 20 Juni 2021 lalu, beliau telepon langsung ke Saya," ujarnya.
Ki Manteb ingin gamelan tersebut dibeli Pemkab Karanganyar.
"Sama dimintai tolong untuk mengingatkan Bupati Karanganyar terkait keinginan Almarhum menjual gamelan miliknya ke Pemkab," ujarnya.
"Dia juga berpesan, bulan Juli ini kalau bisa ," ujarnya.
Dwi mengatakan, sebenarnya keinginan Ki Manteb tersebut sudah dari dua tahun lalu.
"Udah lama, mungkin karena pandemi ini jadi diundur-undur terus," ujarnya.
Mengajar di ISI Solo
Selain mendalang, Ki Manteb Sudharsono juga mengajar sebagai dosen ISI Solo.
Itu dilakoninya sejak tahun 1996 hingga tutup usia.
Bila dihitung dari awal mengajar sampai saat ini, Ki Manteb sudah 25 tahun mengajar sebagai dosen.
Selama menjadi dosen, Ki Manteb dikenal sebagai sosok yang dermawan dalam mengajari anak didiknya.
"Ilmu pedalangaan sudah kasaliro," kata Dekan Faktultas Seni Pertunjukan, Sugeng Nugroho kepada TribunSolo.com, Sabtu (2/6/2021).
"(Artinya), beliau seorang yang dermawan baik dalam memberikan ilmu maupun keterampilan ke siapapun," tambahnya.
Cara menata keprak, salah satu alat untuk mengiringi gerak wayang, menjadi hal yang yang diajarkan Ki Manteb.
"Diajarkan cara menata yang bagus bagaimana, cara supaya enak ditepak bagaimana. Itu diajarkan beliau dengan detail dan telaten," tutur Sugeng.
Selama mengajar, sambung Sugeng, Ki Manteb diketahui jarang marah kepada anak-anak didiknya.
"Selama bersahabat dengan beliau, sejak kenal saat saya masih SMP, tahun 1977/1978, belum pernah lihat beliau marah," kata Sugeng.
"Dalam keadaan apapun, selalu mesem (tersenyum) dan guyu (tertawa)," tambahnya.
Ki Manteb kemudian dijadikan salah seorang Dewan Empu ISI Solo seiring berjalannya waktu.
Itu atas pertimbangan dedikasi mendiang dalam dunia pedalangan nasional.
Dijadikannya Ki Manteb sebagai Dewan Empu sudah melalui prosedur yang ada mulai dari rapat tingkat program studi hingga rapat institut.
"Itu tahun 2015," ucap Sugeng.
Teknik Kombinasi
Ki Manteb Soedharsono memilik teknik mendalang yang disebut sulit dilakukan dalang lain.
Teknik itu disebut teknik kombinasi.
Ketua Seniman Sekar Kabupaten Karanganyar, Joko Dwi Suranto menjelasakan, Ki Manteb bisa menggunakan teknik Solo dan Jogja saat mendalang.
"Itu hanya Ki Manteb Soedharsono," ungkapnya, Jumat (2/7/2021).
Sosok Ki Manteb adalah seorang maestro murni pada bidang pedalangan, tetapi beliau sangat peduli dengan kesenian lain apapun jenisnya.
"Tidak pilih-pilih untuk membagikan ilmunya ke seniman apapun. Kalau bidang pedalangan baik seniman muda yang masih belajar maupun tingkat senior selalu terbuka untuk keilmuannya," katanya.
Sikap yang ditunjukan Ki Manteb ini demi kemajuan kesenian Jawa di Indonesia.
Berkomitmen apapun yang dirasakan dan berapa biayanya sebagai dalang akan bermain maksimal dengan kesenian wayang kulitnya.
"Beliau berkata walaupun sakit apapun, siap mati di medan laga (Pendalangan) dan selalu siap saat pertunjukkan memainkan wayang kulitnya," tegasnya.
Buku yang Belum Selesai
Dunia pedalangan menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari diri mendiang Ki Manteb Soedharsono.
Pasalnya, dalang kondang yang meninggal dunia setelah berjuang melawan Covid-19 tersebut masih memiliki sebuah ide yang belum kesampaian.
Sebuah buku. Ya, Ki Manteb Soedharsono saat ini diketahui tengah menulis sebuah tulisan tentang sulukan pedalangan.
Itu diketahui dari penuturan salah seorang kawannya, Sugeng Nugroho saat dihubungi TribunSolo.com.
"Ide terakhir yang disampaikan beliau dan sampai sekarang belum terlaksana itu, beliau ingin merangkum berbagai cengkok sulukan pedalangan kuno," kata Sugeng, Jumat (2/6/2021).
Ki Manteb, sambung Sugeng, diketahui memiliki arsip atau dokumentasi terkait itu di rumahnya.
"Beliau sempat bilang, 'lakon-lakon kuno aku punya banyak. Ini sudah aku tulis. Kalau sudah selesai nanti tolong diketikan di komputer, ya, dik. Mengko diterbitkan'," ucap Sugeng.
Ki Manteb tidak menggunakan laptop ataupun komputer. Mendiang memilih menggunakan mesin ketik elektrik.
Itu membuatnya lebih marem dalam membuahkan karya.
Sejauh ini, ide Ki Manteb baru dalam tahap proses penulisan. Itu belum selesai lantaran kondisi kesehatan terakhir Ki Manteb.
"Saya belum tahu wujudnya karena masih dalam tahap pengetikan. Menurut beliau sudah diketik," kata Sugeng.
Wayang Warisan Dunia
Jasa Ki Manteb Soedharsono dalam dunia wayang sangatlah besar, salah satunya mendapat pengakuan UNESCO bahwa wayang adalah warisan dunia.
Menurut Sugeng Nugroho, penulis buku "Ki Manteb Soedharsono Pemikiran dan Karya Pedalangannya" untuk mendapatkan penghargaan UNESCO kepada wayang membutuhkan waktu hingga setahun lamanya.
"Waktu itu dari tahun 2003 pihak Sekretariat Nasional Perwayangan Indonesia, dan Persatuan Pedalangan Wayang Indonesia mengusulkan agar wayang masuk warisan dunia," katanya pada Jumat (2/7/2021).
"Baru tahun 2004 penghargaan itu diserahkan," ujarnya.
Sugeng menyebutkan, bahwa saat itu Indonesia harus bersaing dengan negara lainnya yang juga berusaha meraih penghargaan dari UNESCO di bidang warisan budaya.
"Ada sekitar 138 negara yang mengajukan, tersisih 28 negara dan Indonesia yang meraih penghargaan" ujarnya.
Mereka tampil dalam kompetisi di Prancis dan Ki Manteb Sudarsono hanya diberi kesempatan tampil selama 5 menit.
"Bisa dibayangkan sebuah penampilan wayang yang biasanya berjam-jam dan ini hanya dibawakan dalam lima menit," terangnya.
"Kala itu Ki Manteb membawakan pagelaran wayang yang berjudul "Kematian Dasamuka"," imbuhnya.
Selama perjalanan Ki Manteb bersama tim mendapatkan dukungan luar biasa dari Bupati Wonogiri saat itu, Begug Poernomo Sidi.
"Pada saat itu rombongan difasilitasi dari latihan di Wonogiri hingga tiket perjalanan keliling Eropa," ucapnya.
Sosok Dalang Legenda
Satu per satu sahabat mengungkapkan kebaikan dalang londang Ki Manteb Soedharsono.
Di antarantya mantan Wali Kota Solo yang sekaligus Ketua DPC PDI Perjuangan Solo, FX Hadi Rudyatmo.
Menurut Rudy, Ki Manteb itu sosok seniman dan budayawan yang selalu mengedepankan kebersamaan.
Artinya beliau paham betul dan selalu mengedepankan Pancasila.
"Dengan meninggalnya Ki Manteb, Indonesia dan dunia jelas merasa kehilangan," katanya kepada TribunSolo.com. Jumat (2/7/2021).
"Beliau dalang penuh talenta yang mampu menjelaskan arti ideologi Pancasila," ujarnya.
FX Rudy mengatakan, sosok Ki Manteb ini merupakan pribadi yang hangat.
Almarhun tidak pernah membedakan suku, agama, golongan, bahkan kasta.
"Semua dianggap sebagai bangsa Indonesia," dia.
Dalam regenerasi, Rudy melihat belum ada sosok dalang yang menyamai Ki Manteb.
"Paling tidak beliau jadi sosok panutan di dunia pedalangan wayang kulit," ujarnya.
Kata Juniornya
Meninggalnya dalang kondang Ki Manteb Soedharsono membawa kesedihan bagi para juniornya di dunia pewayangan.
Salah satunya adalah Ki Anom Dwijo Kangko.
Dalang 43 tahun itu pemilik Sanggar Dwijo Laras Indonesia.
Dirinya mengungkapkan bahwa Ki Manteb adalah sosok guru bagi bagi seluruh dalang baik di nusantara maupun dunia.
"Beliau pernah mengajar para dalang di seluruh Indonesia bahkan dunia," katanya kepada TribunSolo.com, Jumat (2/7/2021).
Sebagai seorang Empu, Ki Manteb juga bertugas mengajar di ISI Surakarta.
"Beliau dosen tamu dan saya pernah masuk kelasnya," ujarnya.
Kepiawaiannya dalam mengajar menjadi kesan tersendiri bagi para muridnya hingga kini.
"Beliau tidak pernah menggurui, tidak pernah menggertak dan siap ditanya apapun pertanyaannya," jelasnya.
Bahkan ada satu pesan Ki Manteb Sudarsono yang selalu terngiang di benak Ki Anom Dwijo Kangko hingga sekarang.
"Selagi saya masih hidup, habiskanlah seluruh ilmu saya, karena ilmu yang saya miliki juga untuk kalian," kenang dia.
Ki Manteb Dimakamkan
Isak tangis histeris pecah saat jenazah Ki Manteb Soedharsono di dalam peti mati dibawa petugas pemakaman ber-APD lengkap.
Jaga jarak pun terlihat jelas di rumah duka Dusun Sekiteran, Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar itu.
Baru beberapa langkah meninggalkan halaman pendhopo rumah duka, tangis pecah dari keluarga besar dalang kondang wayang kulit tersebut.
Rasa kehilangan mendalam seakan tak bisa ditutupi pada momen detik-detik terakhir jenazah pergi dari rumahnya selama-lamanya.
Salah satu putranya, tampak digenggam erat oleh sejumlah orang karena tak tahan melihat ayahandanya pergi.
"Bapak.. Bapak.. Bapak," suara anak dari Ki Manteb Soedharsono.
Isak tangis keluarga pecah saat sampai harus dihadang oleh kerabatnya.
Saat itu Ki Manteb yang meninggal suai 74 tahun dibawa ke pemakaman keluarga di Dusun Keliteran RT 02 RW 08 sekitar pukul 13.00 WIB.
Wayang Ikut Mengiringi
Semasa hidup, Ki Manteb Soedharsono berpesan kepada keluarganya satu hal.
Apa itu? Ya, dalang kondang itu ingin jika meninggal turut disertakan sebuah wayang bernama Werkudara kesayangan miliknya.
Amanah dari sang ayah itu pun dijalankan oleh keluarganya.
Buktinya saat petugas ber-APD lengkap memasukkan peti jenazah ke ambulans, ada seorang petugas sembari membawa wayang berukuran 1,5 meter itu.
Wayang itu hanya mengantarkan sampai ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Wayang jenis Werkudara memiliki warga bagian atas hitam dan dibalut ornamen keemasan.
Anak pertama Ki Manteb Soedharsono, Medhot Soedarsono mengatakan ayahnya ingin ditemani bersama satu wayangnya jika dibawa ke kuburan.
"Ingin bareng sama wayang Werkudara lawas miliknya," kata dia di rumah duka Dusun Sekiteran, Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jumat (2/7/2021)
Dia menambahkan juga tak mengetahui kenapa Ki Manteb Soedharsono ingin ditemani wayang Werkudara.
"Enggak tahu juga, mungkin ada keterikatan sendiri sama bapak," ujarnya.
Warga Kehilangan Sosoknya
Bupati Karanganyar, Juliyatmono merasa kehilangan sosok maestro wayang kulit Ki Manteb Soedharsono, Jumat (2/7/2021).
Juliyatmono mengucapkan rasa belasungkawanya atas meninggalnya dalang kondang yang selama ini memiliki tempat tinggal di Karangpandan itu.
"Saya mewakili masyarakat Karanganyar, para pekerja seni, seniman, budayawan, dan semuanya, kami merasa kehilangan atas berpulangnya maestro dalang hebat kita, Kyai Hj Ki Manteb Soedharsono," katanya kepada TribunSolo.com.
Juliyatmono menyebut, Ki Manteb Soedharsono adalah sosok yang baik.
Almarhum juga berhasil mengangkat kesenian Jawa, yakni Wayang Kulit.
"Karyanya luar biasa, kami warga Karanganyar sangat kehilangan," ucapnya.
Juliayatmono berharap semoga seluruh perjuangan dan amal baik Ki Manteb Soedharsono dicatat sebagai amal sholeh.
"Semoga beliau meninggal khusnul khotimah. Seluruh dosa, kekhilafan, dan kesalahannya mari kita mohon kan semoga diampuni Allah SWT," harap dia.
Kronologi Meninggalnya Ki Manteb
Ki Manteb Soedharsono meningal dunia pada usia ke 74 tahun.
Anak pertama, Medhot Soedarsono membenarkan jika ayahnya meninggal dunia karena terpapar Covid-19.
"Iya, Bapak meninggal dunia pagi, jam 9 kurang di rumah dalam keadaan terpapar covid-19," katanya kepada TribunSolo.com.
Diketahui, pada Jumat minggu lalu, Ki Manteb Soedharsono sempat berkunjung ke Jakarta.
"Berangkat itu saya pastikan dalam keadaan sehat walafiat, terus di Taman Mini ada acara pentas dalang, selama 6 jam di dalam gedung," ujarnya.
Selama pementasan, Ki Manteb Soedarsono berada dibawah AC central dan mengaku sempat merasa kedinginan.
"Kemudian pulang, dan sampai rumah panas, kemudian istirahat sehari semalam," kata dia.
Lalu kemudian, Ki Manteb sempat menggelar pementasan wayang dirumahnya secara virtual.
"Dalang di rumah sampai jam 1 malam, padahal kondisi badannya sudah panas, mungkin drop, setelah dalang Bapak lemah dan nggak nafsu makan," jelasnya.
"Kemudian kita datangkan perawat dan dokter, di swab kemarin pagi, positif covid-19, Ibu juga positif," tambahnya.
Bahkan menurut dia, kondisi terakhir Ki Manteb Soedarsono sempat mengalami sesak nafas.
"Kita berupa mencari oksigen, tapi hanya bisa bertahan tadi pagi," terang dia.
Suasana Rumah Duka
Suasana rumah duka Ki Manteb Soedharsono mulai didatangi saudara dan tetangga dekat, Jumat (2/7/2021) siang.
Adapun jenazah Dalang Kondang itu di rumah duka di Dusun Sekiteran, Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.
Para pelayat yang datang memakai masker dan hanya saudara dan tetangga dekat.
Di halaman rumah sudah dipasang tenda atau tratag, begitu juga bendera lelayu.
Anak pertama Ki Manteb, Medhot Soedarsono mengimbau pelayat menggunakan masker dan protokol ketat.
Bahkan saat akan masuk sama Satgas Covid-19 Desa sudah dicek dan diperiksa.
Sebelumnya, dalang kondang wayang kulit asal Kabupaten Karanganyar, Ki Manteb Soedharsono meninggal dunia pukul 10.WIB.
Menurut salah seorang rekannya, Sugeng Nugroho, bahwa Ki Manteb Soedharsono meninggal dengan diagnosa Covid-19.
Kabar dalang senior itu wafat pada sekitar pukul 10.00 WIB.
"Beliau akan dimakamkan secara protokol kesehatan," katanya kepada TribunSolo.com.
Sosok dalang kelahiran 31 Agustus 1948 memiliki komorbid penyakit di paru-parunya.
"Beliau sering berobat soal permasalahan paru-parunya," ujarnya.
Dalam dunia pewayangan, Ki Manteb juga menjabat sebagai penasehat di organisasi Paguyuban Dalang Surakarta.
"Beliau salah satu senior dan guru bagi para dalang di Indonesia," terangnya.
Kiprahnya dalam dunia wayang juga diabadikan dalam buku "Ki Manteb Soedarsono Pemikiran dan Karya Pedalangannya,".
"Saya menulis ide dan gagasan beliau dari balik kisah pewayangan," ungkapnya.
Almarhum akan dimakamkan pada hari ini di kediamannya di Dusun Sekiteran, Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.
Sosok Sang Dalang
Sang dalang wayang kulit legendaris, Ki Manteb Soedharsono telah meninggalkan kita selama-lamanya.
Kabar duka datang dari sosok yang terkenal kata 'Pancen Oye' datang pada hari ini Jumat (2/7/2021) sekira pukul 10.00 WIB
Kini jenazah masih berada rumah duka di Dusun Sekiteran, Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.
Semasa hidupnya, Sang Maestro Wayang Kulit itu begitu terkenal dengan aksi-aksinya pewayangannya yang cukup energik.
Lantas seperti apa sosoknya?
Ya, Ki Manteb adalah sosok yang dilahirkan di sebuah kampung bernama Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo pada 31 Agustus 1948.
Seniman yang sudah malang melintang itu se antero Indonesia itu, bahkan sempat dijuluki Dalang Setan karena nyentrik memadukan seni dengan musik modern.
Selama ini Ki Manteb mempunyai sanggar dan bermukim di daerah sejuk di bawah Gunung Lawu yakni kawasan Karangpadan.
Jiwa Ki Manteb memang sudah terbentuk, meskipun ayahandanya Ki Hardjo Brahim adalah dalang kondang kala itu.
Begitu juga ibundanya, adalah merupakan seniman yang dikenal penabuh gendang.
Singkat cerita, selain manggung ke sana-sini dengan kisahnya tersendiri
Ki Manteb mempunyai segudang prestasi mulai nasional hingga internasional yang tak terhitung jumlahnya semasa hidup.
Di antaranya tahun 1995 Ki Manteb mendapat penghargaan dari Presiden Soeharto yakni Satya Lencana Kebudayaan.
Sementara internasional, Ki Manteb Ki Manteb Soedharsono terpilih sebagai penerima penghargaan dari Unesco yang menyisihkan 28 kontestan dari berbagai negara pada 2004.
Meski kala itu mendapatkan penghargaan luara biasa, dirinya mengaku bukan untuk Ki Manteb saja tetapi untuk kelestarian wayang kulit yang diakui Unesco.
Adapun kepergian Ki Manteb meninggalkan istri dan sejumlah anak-anaknya yang sebagian mengabdikan diri untuk wayang kulit. (*)