Proyek Aldiron Plaza Cinde Mangkrak
Wacana Pemprov Ambil Alih Pembangunan Pasar Cinde, Ini Kata Pengamat Hukum Firman Freaddy Busro
Bergulir wacana Pemprov Sumsel bakal mengambil alih pembangunan mega proyek di bekas lokasi Pasar Cinde Palembang.
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Bergulir wacana Pemprov Sumsel bakal mengambil alih pembangunan mega proyek di bekas lokasi Pasar Cinde Palembang.
Menyikapi wacana tersebut, Pengamat Hukum Perdata Sumsel, Firman Freaddy Busro mejelaskan langkah pengambil alihan pembangunan Aldiron Plaza Cinde dari pengembang PT Magna Beatum ke Pemprov Sumsel tidak dapat dilakukan dengan begitu saja.
Di dalam hukum perdata, terdapat mekanisme yang harus dilakukan sebelum adanya pemindahan hak pembangunan suatu proyek.
"Pertama, harus dilihat dulu isi kontrak kerjasama antara pemerintah daerah dan PT Magna Beatum selaku pengembang mengenai pembangunan mega proyek tersebut. Dalam kasus Pasar Cinde ini kita harus melihat dan pelajari dahulu dari sisi hukum dan kontraknya," katanya, Kamis (3/6/2021).
Sesuai aturan hukum, skema pembangunan Build Operate Transfer (BOT) diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah ("Permendagri 19/2016"). Skema pembangunan BOT dalam Permendagri 19/2016 dikenal dengan istilah Bangun Guna Serah ("BGS").

BGS adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
Jangka waktu BGS/BOT paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani. Jangka waktu itu hanya berlaku untuk 1 (satu) kali perjanjian dan tidak dapat dilakukan perpanjangan.
"Apabila mangkraknya pembangunan Pasar Cinde Palembang lantaran pengembang alami keadaan force majeure keuangan, maka perusahaan itu harus dinyatakan pailit atau bangkrut lebih dulu oleh pengadilan," tegas Ketua DPW Perkumpulan Pengacara Pajak Indonesia (Perjakin) Sumsel ini.
Jika sudah dinyatakan pailit ada dasar hukum atau alasan yang meyebabkan ketidakmampuan perusahaan dalam membangun. Barulah Pemprov Sumsel bisa bertindak.
Baca juga: Proyek Aldiron Plaza Cinde (APC) Mangkrak, Lokasi Eks Pasar Cinde Berubah Bak Danau, Penuh Belukar
Ia menegaskan, pihak pengembang tidak bisa hilang begitu saja karena mereka terikat kontrak dan ini bisa digugat secara perdata di pengadilan.
Pemprov Sumsel juga tidak bisa serta-merta langsung mengambil alih, apabila kesepakatan antara kedua belah pihak belum ditemukan titik terang.
"Jadi intinya, Pemprov Sumsel tak bisa ambil alih secara sepihak jika pengembang Pasar Cinde ini belum dinyatakan pailit oleh pengadilan. Apabila sudah dinyatakan pailit pihak pengembang juga tak bisa menuntut uangnya kembali karena sesuai kontrak kerja mereka tak menyanggupi atau one prestasi pembangunan," jelasnya. (sp/odi)