Ramadhan 2021

Hukum Sholat Kafarat (Qodho) di Akhir Ramadan 2021, Pengganti Sholat 1000 Tahun, Penjelasan Ulama

Hukum Sholat Kafarat di Bulan Ramadan, Pengganti Hutang Sholat 1000 Tahun, Ini Penjelasan Ulama

Penulis: Abu Hurairah | Editor: Abu Hurairah
Tribunsumsel.com
Hukum Sholat Kafarat (Qodho) di Akhir Ramadan 2021, Pengganti Sholat 1000 Tahun, Penjelasan Ulama 

TRIBUNSUMSEL.COM - Berikut ini penjelasan ulama tentang Hukum Sholat Kafarat di Bulan Ramadan, Pengganti Hutang Sholat 1000 Tahun.

Saat ini umat muslim telah memasuki penghujung Ramadan 2021.

Seperti tahun sebelumnya terdapat tradisi ibadah yang diyakini banyak orang tentang sholat Kafarat di bulan Ramadan.

Bagi siapa yang mengerjakan sholat Kafarat di bulan Ramadan sebagai pengganti sholat selama 1000 tahun.

Adapun fadhilanya sebagai pengganti sholat yang pernah dilupakan satu tahun sebelumnya.

Terbaru, Kumpulan Quotes Selamat Idul Fitri 2021, Bisa Jadi Kartu Ucapan Lebaran

Baca juga: Ini Arti Taqabbalallahu Minna wa Minkum Shiyamana wa Shiyamakum, Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri

Lantas apa hukum sholat kafarat, bagaimana penjelasan ulama tentang sholat Kafarat?

Dikutip dari laman konsultasisyariah.com oleh Ustadz Ammi Nur Baits.

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Shalat adalah kewajiban yang dibatasi waktunya

Allah berfirman,

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

“Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban bagi orang beriman yang telah ditetapkan waktunya.” (QS. An-Nisa: 103).

Dalam shalat wajib, ada batas awal dan ada batas akhir. Orang yang mengerjakan shalat setelah batas akhir statusnya batal, sebagaimana orang yang mengerjakan shalat sebelum masuk waktu, juga batal.

Sehingga hukum asal shalat wajib harus dikerjakan pada waktu yang telah ditentukan. Dan tidak boleh keluar dari hukum asal ini, kecuali karena ada sebab yang diizinkan oleh syariat, seperti alasan bolehnya menjamak shalat.

Alasan lain yang membolehkan seseorang shalat di luar waktu adalah ketika dia memiliki udzur di luar kesengajaannya. Seperti karena ketiduran atau kelupaan.

Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا

“Barang siapa yang kelupaan shalat atau tertidur sehingga terlewat waktu shalat maka penebusnya adalah dia segera shalat ketika ia ingat.” (HR. Ahmad 11972 dan Muslim 1600).

Dan itulah satu-satunya kaffarah yang diizinkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia harus segera shalat ketika ingat atau ketika bangun. Selain cara itu, tidak ada kaffarah baginya.

Dalam riwayat lain, juga dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَسِىَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا ، لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ

“Siapa yang lupa shalat, maka dia harus shalat ketika ingat. Tidak ada kaffarah untuk menebusnya selain itu.” (HR. Bukhari 597 & Muslim 1598)

Kita bisa simak, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,

لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ

“Tidak ada kaffarah untuk menebusnya selain itu.”

Artinya, tidak ada model kafarah lainnya. Sehingga kita bisa meyakini bahwa riwayat di atas 100% dusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dusta atas nama Abu Bakr dan Ali radhiyallahu ‘anhu.

Disebutkan dalam hadis yang lain bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan suatu perjalanan bersama para shahabat. Di malam harinya, mereka singgah di sebuah tempat untuk beristirahat. Namun mereka kesiangan dan yang pertama bangun adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sinar matahari.

Kemudian, beliau berwudhu dan beliau memerintahkan agar azan dikumandangkan. Lalu, beliau melaksanakan shalat qabliyah subuh, kemudian beliau perintahkan agar seseorang beriqamah, dan beliau melaksanakan shalat subuh berjemaah. Para sahabatpun saling berbisik, ‘Apa penebus untuk kesalahan yang kita lakukan karena telat shalat?’ Mendengar komentar mereka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِيَّ النَّوْمِ تَفْرِيطٌ، إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلَاةَ حَتَّى يَجِيءَ وَقْتُ الصَّلَاةَ الْأُخْرَى، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلْيُصَلِّهَا حِينَ يَنْتَبِهُ لَهَا

“Sesungguhnya ketiduran bukan termasuk menyia-nyiakan shalat. Yang disebut menyia-nyiakan shalat adalah mereka yang menunda shalat, hingga masuk waktu shalat berikutnya. Siapa yang ketiduran hingga telat shalat maka hendaknya dia laksanakan ketika bangun…” (HR. Muslim 1594)

Jika Meninggalkan dengan Sengaja, tidak ada Kaffarahnya

Konsekuensi dari keterangan di atas, orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, tidak ada kaffarah baginya. Karena hakekatnya dia shalat di luar waktu. Sementara dia tidak memiliki udzur, karena dia lakukan secara sengaja.

Lalu bagaimana cara menebus kesalahan karena meninggalkan shalat dengan sengaja?

Cara menebusnya adalah dengan memperbanyak shalat sunah. Karena shalat sunah bisa menambal kekurangan dari shalat wajib yang dilakukan hamba ketika di hari hisab.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita proses hisab amal hamba,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ

Amal manusia pertama yang akan dihisab kelak di hari kiamat adalah shalat. Allah bertanya kepada para Malaikatnya – meskipun Dia paling tahu – “Perhatikan shalat hamba-Ku, apakah dia mengerjakannya dengan sempurna ataukah dia menguranginya?” Jika shalatnya sempurna, dicatat sempurna, dan jika ada yang kurang, Allah berfirman, “Perhatikan, apakah hamba-Ku memiliki shalat sunah?.” jika dia punya shalat sunah, Allah perintahkan, “Sempurnakan catatan shalat wajib hamba-Ku dengan shalat sunahnya.” (HR. Nasai 465, Abu Daud 864, Turmudzi 415, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Berdasarkan hadis ini, para ulama menganjurkan, bagi siapa saja yang meninggalkan shalat wajib, agar segera bertaubat dan perbanyak melakukan shalat sunah. Dengan harapan, shalat sunah yang dia kerjakan bisa menjadi penebus kesalahannya.

Syaikhul Islam mengatakan,

وتارك الصلاة عمدا لا يشرع له قضاؤها ، ولا تصح منه ، بل يكثر من التطوع ، وهو قول طائفة من السلف

“Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, tidak disyariatkan meng-qadhanya. Dan jika dilakukan, shalat qadhanya tidak sah. Namun yang dia lakukan adalah memperbanyak shalat sunah. Ini meruapakan pendapat sebagian ulama masa silam.” (Al-ikhtiyarot, hlm. 34).

Keterangan lain disampaikan Ibnu Hazm,

من تعمد ترك الصلاة حتى خرج وقتها فهذا لا يقدر على قضائها أبداً، فليكثر من فعل الخير وصلاة التطوع؛ ليُثَقِّل ميزانه يوم القيامة؛ وليَتُبْ وليستغفر الله عز وجل

“Siapa yang sengaja meninggalkan shalat sampai keluar waktunya, maka selama dia tidak bisa mengqadha’-nya. Hendaknya dia memperbanyak amal soleh dan shalat sunah, agar memperberat timbangannya keelah di hari kiamat. Dia harus bertaubat dan banyak istighfar.” (al-Muhalla, 2/279).

Bahaya Menyebarkan Berita Dusta atas Nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Seiring dengan semaraknya sarana informasi, manusia begitu mudah menyebarkan apapun yanng dia dengar. Termasuk hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita sangat yakin, maksud mereka baik, memotivasi masyarakat untuk beramal. Namun jangan sampai ini menjadi alasan untuk melakukan menyebarkan kedustaan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Mughirah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Sesungguhnya berdusta atas namaku, tidak seperti berdusta atas nama orang lain. Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaknya dia siapkan tempatnya di neraka.” (HR. Bukhari 1291 & Muslim 5)

Demikian pula ketika kita mendapat berita atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diragukan keabsahannya, jangan disebarkan. Karena itu terhitung berdusta. Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَوَى عَنِّى حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ

“Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya).”

(HR. Muslim dalam muqoddimah kitab shahihnya pada Bab “Wajibnya meriwayatkan dari orang yang tsiqoh -terpercaya-, juga Ibnu Majah 39. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Penjelasan Buya Yahya

Melansir dari video ceramah di channel Youtube Al-Bahjah TV, Buya Yahya menjelaskan amalan dari Sholat Kafarat di Bulan Ramadhan, Pengganti Hutang Sholat 1000 Tahun.

Dalam video tersebut pembawa acara membacakan pertanyaan dari salah satu majelis yang mendapatkan broadcast dari WhastApp yang berisikan sabda Rasulullah sebagai berikut:

RASULULLAH SAW BERSABDA :

"BARANGSIAPA SELAMA HIDUPNYA PERNAH MENINGGALKAN SHALAT TETAPI TIDAK DAPAT MENGHITUNG JUMLAHNYA, MAKA SHALATLAH DIHARI JUM'AH TERAKHIR BULAN RAMADHAN, Sebanyak 4 raka'at dengan 1x Tasyahud (Tasyahud akhir saja, tanpa Tasyahud awal), tiap raka'at membaca 1x Fatihah kemudian Surah Al-Qadar 15 x dan Surah Al-Kautsar 15 x ."

Sayyidina Abu Bakar Ra. berkata :

"Aku mendengar Rasulullah Saw Bersabda :
"Shalat tersebut sebagai Kafaroh (Pengganti) Shalat 400 Tahun".

Dan menurut Sayyidina Ali Ra, Shalat tersebut sebagai Kafaroh 1000 tahun.

Maka bertanyalah Sahabat :

"Umur Manusia itu hanya 60 tahun atau 100 tahun, lalu untuk siapa kelebihannya?.

Rasulullah Saw Menjawab :

"Untuk kedua orangtuanya, untuk istrinya, untuk anaknya dan untuk sanak familinya serta orang-orang yang didekatnya/ lingkungannya".

Pertanyaan tersebut langsung ditanggapi jelas oleh Buya Yahya di dalam video tersebut.

Dalam menjawab pertanyaan tersebut Buya Yahya menjelaskan langsung dari referensi, tidak menghadikan pendapatnya.

Shalat kafarat ada 3 macam modelnya.

"Sholat kafarat macam-macam modelnya, terlepas dari benar atau tidak. Ada modelnya seperti yang disebutkan pada hadist diatas ini adalah satu macam sholat kafarat."

"Ada lagi shalat kafarat lainnya adalah shalat lima waktu diakhir bulan Ramadan, jadi ada 3 macam"

"Yang ketiga dua salam dua salaman dengan bacaan ayat khusus." Jelas Buya Yahya.

Kemudian dilanjutkan oleh Buya dengan kebenaran hadist tersebut

"Langsung saja kalau shalat kafarat yang disebut hadist diatas, para ulama menjelaskan bahwasannya ini hadist tidak ada dan tidak dibenarkan." Lanjutnya.

Bahkan semuanya ini disimpulkan, saya simpulkan dari 3 model kafarah ini.

"Seorang imam besar yang bernama Imam Ibdnu Hajar al-Haitami al-Makki didalam Fatwa al-Fiqhiyah al-Kubro, kemudian itu fatwa dilihat juga dari murid beliau dan murid beliau tidak merubah fatwa tersebut karena murid beliau orang hebat yang kitab fiqih mansyur di Indonesia Syekh Zainuddin al-Malibari, didalam kitab tersebut didalam shalat 4 sunnah dibelakang juga menyebutkan fatwa yang disebutkan oleh Ibnu Hajar setelah itu pensyarah fatumul in syahdu bakar syato dengan inana tulobinatun ternyata beliau juga mengukuhkan mengambil omongan syeh zainudin almali bari sebagai seorang mualifnya mengembalikan kepada fatwa Ibnu Hajar al-Haitami bunyinya adalah amalan itu adalah sangat diharamkan." Jawab Buya Yahya

Dalam penjelasan tersebut Buya Yahya menekan kepada pada majelis bahwa itu mengambil dari kata fatwa dari Imam Ibdnu Hajar al-Haitami.

Buyah Yahya menyebutkan dirinya akan patuh dengan fatwa dari Imam Besar Ibdnu Hajar al-Haitami karena selain fatwa tersebut belum ada fatwa yang akurat.

Untuk lebih jelas langsung saja simak video di bawah ini

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved